17:12 “Dimana ini?” Ruangan putih bersih ini terlihat kabur dan membayang. “Jam berapa sekarang?” Ruangan mulai terlihat fokus dan jelas, 3×3 meter, meja dan lemari besi, kipas angin berputar perlahan di langit langit. Terbaring lemah di dipan besi, perlahan Danu mulai mengingat kejadian siang tadi.
Pelajaran matematika, Danu berdiri didepan papan tulis. Rumus rumus rumit yang membuat kepalanya seperti diperas peras. Tiba tiba keringat dingin mengucur deras, ruang kelas 10 IPA 1 terasa berputar Gelap mendadak membekap matanya, Danu masih bisa mendengar dalam gelap bagaimana teman temannya berteriak panik. Lalu selain kegelapan, keheningan juga mulai menyelimuti dirinya
“Kamu sudah makan siang?” tanya petugas kesehatan sekolah, Danu mengangguk lemah, ia tidak ingat bagaimana ia bisa sampai ke ruangan ini. “Tekanan darahmu rendah sekali” lanjut petugas itu seraya membuka pintu lemari besi yang berisi obat obatan. “Minum obat ini lalu berbaringlah di dipan itu”, setelah meminum obat Danu lalu merebahkan badannya ke dipan besi tersebut. “Istirahatlah barang 1 atau 2 jam “ kata petugas itu sambil menutup pintu ruangan Unit Kesehatan Sekolah. Danu lalu menutup matanya yang memang sudah terasa sangat berat.
17:30 Sudah 4 jam lebih Danu tertidur di ruangan ini. Perlahan ia bangun dari dipan, kepalanya masih terasa sedikit pening “Sepi sekali, apa semua orang sudah pulang?”
Danu berdiri, membuka pintu dan melangkah keluar. Diluar suasana sudah sepi, koridor sekolah mulai gelap, cahaya matahari mulai redup, tak seorang manusiapun yang terlihat. Danu berjalan menyusuri koridor, ia ingin cepat pulang. Mendekati ruangan perpustakaan sekolah Danu mendengar suara suara dari dalam.
Penasaran Danu membuka pintu dan melongok ke dalam. Di sudut ruangan ia melihat sesosok tubuh sedang berjongkok didepan rak buku. Sesosok tubuh itu memakai seragam yang sama dengannya, hanya saja terlihat lebih lusuh.
“Hei!” Panggil Danu Sosok tubuh itu terlihat bangun dan berbalik. Murid lelaki berkulit sawo matang dan rambut bergelombang itu terlihat kaget.
“Wah, bikin kaget aja lo” katanya “Sori” balas Danu. “Kok sore sore masih disini? belum pulang?” “Lho, emang sudah jam berapa sekarang?” “Setengah 6” jawab Danu “Sriusan? kirain masih jam 3an” “Kok bisa sampe sore di perpus?” “Iya tadi gue dihukum sama guru BK, disuruh rapihin buku” “Emang lo kelas berapa? kok kayaknya gue ga pernah liat lo” “12 IPS 2” “Wah senior nih, trus lo mau ngapain?” tanya Danu “Ya pulang lah, udah jam segini” katanya sambil melangkah keluar. “Eh nama lo siapa?” “Danu, kalo lo?” “Anjar” Berdua Danu dan Anjar menyusuri koridor sekolah yang semakin gelap, tersinari semburat cahaya matahari senja.
“Eh tau gak?” tiba tiba Anjar berkata. “Di sekolah kita ini ada beberapa kejadian seram lho “ “Ah, jangan maen maen lo, Magrib nih” protes Danu. “Beneran, tuh lihat gudang didepan” ujar Anjar sewaktu mereka berjalan mendekati gudang sekolah di sudut koridor. “Di gudang itu 5 tahun yang lalu ada siswa depresi yang gantung diri disana” “Hah? emang ga ada yg tau? terus berusaha nyegah gitu?” tanya Danu “Gak, kejadian pagi pagi bener, belum ada yang dateng, kayaknya emang dia sengaja dateng pagi pagi bawa tambang buat mengakhiri hidupnya.” Cerita Anjar sembari mereka melangkah melewati pintu gudang.
Tanpa sadar Danu menatap jendela kecil yang ada di pintu gudang tersebut, samar samar telihat bayangan yang mengayun perlahan diiringi suara berderit, seperti suara tambang kasar yang menggesek balok kayu. Danu merasakan bulu kuduknya berdiri, lalu bergegas melangkah lebih cepat menjauhi ruangan gudang itu.
Setelah melewati gudang mereka mendekati ruangan laboratorium. Anjar lalu bercerita lagi bahwa di laboratorium juga pernah ada kejadian mengerikan. “Pernah terjadi kebakaran disini, satu siswi tewas terbakar hidup hidup.” “Waktu itu sedang praktikum kimia” cerita Anjar tanpa diminta. “terjadi keributan antar dua siswi, permasalahan soal cowok, salah satu siswi tersebut lalu menyiram lawannya dengan spiritus yang disediakan untuk memanaskan labu ukur, lalu menyulutnya dengan korek api.” “Trus kondisinya gimana?” tanya Danu dengan penasaran bercampur takut. “Tewas terbakar hidup hidup bersama seisi laboratorium yang juga ikut hangus terbakar” jawab Anjar.
Suara jerit kesakitan terdengar perlahan namun menusuk gendang telinga Danu bersamaan dengan itu aroma sangit daging terbakar juga menyergap hidungnya. Berdebar terasa jantung Danu, lututnya terasa goyah, pikirannya melayang membayangkan kengerian secara tiba tiba terlukis di benaknya.
“Ayo cepat kita keluar dari sini!” Ujar Danu sambil menarik lengan Anjar. Keduanya berjalan semakin cepat menuju gerbang utama.
18:02 Setibanya mereka di gerbang utama sekolah, mereka disambut oleh gerbang besi yang tertutup rapat, sebuah gembok besar terlihat kokoh dan dingin mengunci gerbang tersebut.
“Duh, Mang Ujang mana ya?” tanya Danu sambil melongok ke pos jaga disamping gerbang. Mang Ujang adalah penjaga malam di sekolah mereka. “Mungkin sedang sholat di mushola seberang jalan” ujar Danu menjawab pertanyaannya sendiri. “Mana gerimis lagi” ujarnya lagi, sambil memandang langit yang berwarna lembayung gelap itu mulai meneteskan butir butir air ke bumi. “Kalo gerbang samping bisa dibuka gak?” lanjut Danu sambil menoleh ke Anjar. “Biasanya sih dirantai tapi gak digembok.” jelas Anjar. “Yuk kita coba kesana.” Ajak Danu
Lalu mereka berdua kembali menyusuri koridor gelap sekolah, kali ini menuju ke sisi timur. Dalam gelapnya senja yang mulai direngkuh oleh dinginnya gerimis malam, koridor sekolah itu terasa panjang, ditopang oleh pilar pilar besi berkarat membuat koridor panjang itu bagaikan sebuah gua yang tak berujung.
Mendekati ruangan Bimbingan dan Konseling (BK) yang terletak di samping ruang guru Anjar melambatkan langkahnya. “Di ruang BK ini juga pernah ada kasus.” Anjar berkata. “Udah ah, cukup ceritanya.” “Pernah ada siswa senior yang sering bikin masalah dipanggil oleh guru BK” ujar Anjar mengacuhkan permintaan Danu. “Lalu terjadi keributan antara murid dan guru BK itu” Anjar lalu mulai bercerita .
Murid itu ditampar oleh sang guru, kemudian tanpa diketahui ternyata si murid membawa sebilah pisau lipat di sakunya. Langsung ia berusaha menusuk guru tersebut, tapi meleset. Guru BK berhasil menghindar dan merebut pisau, sang murid tetap maju menyerang, secara refleks si guru membentengi badannya dengan pisau tersebut. Si murid bengal itu tertusuk di bagian perut, darah mengalir deras, membasahi seragam dan menggenangi lantai ruangan. Para guru di ruangan sebelah yang mendengar keributan itu berusaha memberikan pertolongan. Tapi takdir berkata lain, sang murid tewas meregang nyawa akibat kehabisan darah.
Danu berusaha keras agak otaknya tidak memvisualisasikan cerita yang baru saja didengarnya, tapi secara mendadak suara keributan dan bau anyir darah serasa berebut memasuki indra pendengaran dan penciumannya. Perutnya mual dan kepala serasa berputar, Danu berjalan sempoyongan.
“Sudah, jangan cerita lagi” pintanya. “Cepat kita ke gerbang samping.” Lanjutnya sambil mempercepat langkah, menjauhi rungan BK yang masih saja menebar anyirnya bau darah. Anjar diam saja sambil mengikuti langkah Danu.
18:13 Mereka sampai di gerbang samping. Pintu besi yang kecil itu terlilit rantai, tapi seperti kata Anjar rantai itu tidak di gembok. Dengan terburu buru Danu melepas lilitan rantai tersebut. “Untunglah, lebih cepat kita keluar dari sini lebih baik”. Ujar Danu. “Ini semua gara gara lo, pake cerita cerita serem segala”. “Tapi lo tau dari mana semua kejadian itu? kok gue gak pernah denger ada kejadian kayak gitu disini”. “Gue tau karena gue bagian dari kejadian itu”. “Maksud lo?” tanya Danu sambil masih mengurai lilitan rantai di pintu samping. Sunyi.
“Maksud lo apa?” ulang Danu sambil membuka lilitan terakhir. Masih tak ada jawaban.
Danu menoleh perlahan sambil berbalik badan. Anjar terlihat berdiri diam sambil menunduk. Keadaan koridor yang semakin gelap membuat Danu tak dapat melihat mukanya. “Jar”. Panggil Danu sambil perlahan berdiri. Anjar masih terdiam.
Tiba tiba dalam temaramnya cahaya terakhir matahari hari ini Danu melihat baju seragam Anjar di bagian perut seperti basah, noda basah tersebut terlihat berwarna merah, merah seperti darah.
Refleks si guru membentengi badannya dengan pisau tersebut. Si murid bengal itu tertusuk di bagian perut, darah mengalir deras, membasahi seragam dan menggenangi lantai ruangan Mendadak kata kata Anjar seperti terngiang kembali di telinga Danu, bukan hanya itu kata kata itu menjelma menjadi sesosok tubuh yang berdiri di depannya dengan bersimbah darah.
“Jar”. Panggil Danu lagi dengan suara bergetar.
Anjar diam tertunduk membisu. Noda darah di bagian perutnya makin membesar, mengalir di sepanjang celana abu abu dan mulai membentuk genangan di dekat kakinya. Bau anyir darah kembali menyerbu hidung Danu, lututnya pun goyah.
Tanpa berpikir panjang Danu berbalik dan membuka pintu terali besi yang sudah terbebas dari lilitan rantai. Dengan lutut yang semakin goyah Danu memaksa berlari.
Sekarang bukan hanya bau anyir darah yang tercium oleh Danu, namun juga bau sangitnya daging hangus terbakar. Bukan hanya suara jerit kesakitan tapi juga suara derit tambang yang bergesekan dengan balok kayu terdengar menusuk gendang telinganya. Aroma, suara dan penampakan yang seakan berasal dari alam lain itu secara serentak menyerang indra Danu.
Danu terus berlari. Meninggalkan sosok yang berdiri diam di atas genangan darah, meninggalkan derit tambang dan bayangan berayun, meninggalkan gumpalan asap dan rintih kesakitan.
Danu terus berlari.
Rawabambu 16/11/21
Cerpen Karangan: Gue Andys
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 23 November 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com