Namaku Raiveno Abipraya, Seorang penderita kanker otak. Aku menyesal karena tidak mendengarkan nasihat orangtuaku dulu. Karena gadget aku menjadi durhaka kepada orangtuaku, karena gadget aku jadi malas untuk belajar sehingga prestasiku menurun. Dan, sekarang aku membenci gadget karenanya aku menjadi tak berdaya seperti ini, tubuhku sudah tidak bugar seperti dulu. Mataku tidak sesehat seperti dulu. Sekarang aku mulai percaya bahwa penyesalan memang selalu berada di akhir.
Baiklah, biarkan aku bercerita tentang kisahku sekarang. Awalnya aku memang tidak tertarik dengan gadget dan lebih memilih untuk membaca buku agar memperoleh ilmu. Sewaktu SMP teman-temanku sudah memberi tahukan banyak hal tentang permainan di gadget tapi aku masih juga belum tertarik. Tapi, Sewaktu aku memasuki SMA. Dimana para remaja menikmati masa abu-abu. Aku mulai memperhatikan teman-temanku yang sering bermain gadget.
Hingga perlahan-lahan aku mulai memakai gadgetku yang dulu hampir tidak pernah kusentuh. Meskipun aku tidak tertarik dengan gadget dulu tetapi orangtuaku memberikan Iphone X kepadaku, awalnya aku menolak tapi akhirnya aku menyetujuinya karena terlalu malas untuk berdebat dengan orangtuaku.
“Terlihat masih baru” gumamku kecil.
Sejak itu, aku mulai menginstal permainan-permainan yang direkomen oleh teman sekolahku. Aku bermain tak kenal waktu, jika masa sekolah aku akan bermain gadget di sekolah tentunya pada saat jamkos dan di rumah tapi semasa liburan aku akan bermain dari siang hingga malam.
Kalian pasti akan bertanya bagaimana bisa aku bermain 12 jam tanpa henti? Sedangkan handphone paling mahal sekalipun tidak akan bertahan selama itu jika dibuat main game. Aku memohon kepada dewa listrik di langit untuk tetap menghidupkan handphoneku, tidak-tidak aku bercanda. Dewa listrik yang kumaksud bukan dewa sugguhan. Kalian pasti tau Powerbank kan? Yap, itu adalah dewa listrikku.
Aku yang terlalu terobsesi terhadap game yang membuatku seperti ini. Ingin menjadi nomor satu dan ingin disebut sultan karena memiliki segalanya. Padahal itu sebenarnya bukan sifatku sama sekali, entah aku tak tau dorongan dari mana sehingga aku berfikiran seperti itu.
Karena terlalu sering itulah membuatku menjadi tertimpa banyak masalah. Aku jadi jarang belajar sehingga membuat raporku menurun dan banyak huruf C yang kudapat.
Waktu itu papa datang ke kamarku sambil memegang raporku diikuti mama dibelakangnya, kulihat dari ujung mataku bahwa rahang papa mengeras menahan amarah yang sudah di ubun-ubun dan mama dengan wajah kekhawatirannya. Karena terlalu asik aku jadi tidak memedulikan papa dan mamaku.
“VENO!!” Teriakan pertama papa tidak kugubris dan masih melanjutkan bermain gameku. “RAIVENO ABIPRAYA!! JIKA KAMU TIDAK MENDENGARKAN PAPA, PAPA CORET NAMA KAMU DARI KARTU KELUARGA!” Ancaman keluar dari mulut papa dengan sebuah rapor melayang ke arahku. Untung saja refleksku sangat bagus sehingga tidak terkena rapor melayang tadi. Aku berdecak lalu menoleh ke arah papa, kuletakkan handphoneku di atas nakas samping tempat tidur.
“Ada apa lagi sih pa?” ucapku yang masih kesal karna acara bermain gameku berkurang. Papa menggeram “KAMU INI BENAR-BENAR, KENAPA NILAI KAMU MENURUN HAH?!” Aku memandang papa, selalu saja begini dituntut untuk menjadi yang terbaik agar bisa dibanggakan pikirku waktu itu.
“Udahlah pa, Veno jangan dimarahin seperti itu” tukas mamaku, tangannya menggenggam tangan papa. “Mama juga, Veno ini salah ma! Nilainya selalu menurun tiap tahun, kalau tidak dimarahin nanti masa depannya gimana ma?”
Papa melihat kearahku lalu berkata “Jadi apa kali ini jawabanmu Vano?” Tanya papa sambil bersedekap. Aku memutar bola mata malas “Papa udah tau kan jawabannya? Berapa kali Veno udah bilang pa? jawaban Veno masih sama” Papa mengepalkan tangannya “KAMU INI…” Papa tak melanjutkan perkataannya tangannya melayang di udara hendak memukulku tapi aku langsung menahannya. Aku menatap papa dengan penuh kebencian “Pa, aku udah muak. Jangan paksa aku lagi pa. aku udah bukan Raiveno yang dulu” Ucapku tajam. Entah apa yang ada di pikiranku dulu sehingga aku berbuat seperti itu, maafin aku pa.
Papa menepis tanganku terlihat jelas di matanya wajah penuh kekecewaan dan langsung meninggalkan kamarku. Sekarang hanya tersisa aku dan mama di kamar. Mama mendekatiku, ia mengelus rambutku lembut tatapan matanya penuh kasih sayang.
“Pikirkanlah baik-baik apa yang kamu lakukan nak, mama tak ingin kamu terjerumus terlalu dalam. Jaga dirimu baik-baik my son” Itu adalah nasihat mama yang masih aku ingat. Padahal sudah jelas jika jalanku salah tetapi aku masih saja melakukan kegiatanku yaitu bermain gadget secara terus menerus.
Hingga saat aku akan menghadapi ujian kelulusan atau yang bisa disebut UN tiga bulan lagi, aku sakit. Pertamanya aku tidak menyadari jika penyakitku itu gejala kanker otak. Kepalaku terasa pusing terus menerus sehingga mengharuskanku tidur di ranjang, aku juga selalu muntah-muntah, ototku terasa lemas dan aku merasa selalu mengantuk.
Setelah satu minggu, aku tidak ada perubahan padahal sudah meminum obat, orangtuaku membawaku ke rumah sakit. Disanalah aku dicek, ditanyakan apa saja penyakit yang aku alami. Dokter menyarankanku untuk di diagnose lebih lanjut karena sepertinya penyakitku perlu ditinjak lanjuti.
Setelah hasil diagnosa keluar, dokter tidak langsung memberitahukan kepadaku melainkan kepada orangtuaku. Mereka shock. Aku ternyata menderita kanker otak. Kebetulan yang pas atau memang takdir, aku yang tadinya ingin buang air tak sengaja mendengar obrolan mereka.
Akhirnya aku merenungkan nasibku, aku sempat menangis memeluk kedua Orangtuaku. Aku meminta maaf sebanyak-banyaknya kepada mereka karena aku tahu mungkin umurku sudah tak banyak lagi, hari demi hari tubuhku mulai terlihat kurus dan aku semakin yakin jika beberapa bulan lagi aku akan meninggalkan dunia ini dimasa mudaku.
Seharusnya dulu aku mendengarkan orangtuaku mungkin aku sekarang sedang menikamti ujian bersama teman-teman dan setelah lulus aku akan kuliah ke Oxford University kuliah impianku sejak dulu. Tetapi itu hanyalah sebuah angan saja.
Mungkin ini lah karmaku. Ini adalah cerita hidupku yang mungkin bisa menginspirasi kalian semoga kalian tidak jadi sepertiku. Cerita terakhirku sebelum mataku terpejam dan nafasku yang sudah tidak ada, cerita terakhirku agar dapat menginspirasi anak bangsa.
Terimakasih telah membaca ceritaku, aku sangat senang jika kalian menyukainya.
Salam manis, Raiveno Abipraya.
Cerpen Karangan: Naurah Saylatil F. Blog / Facebook: Naurah Firdaus