Namanya Jeno. Tapi kami semua lebih suka memanggilnya si playboy. Tak terhitung sudah berapa banyak hati wanita yang dipatahkan oleh cowok sok itu. Tapi tetap saja cewek-cewek bodoh di sekolahku menaruh hati padanya. Berharap suatu saat si playboy dapat berubah karena nya. Cih, mereka pikir ini dunia wattpad?
Mungkin, di SMA Harapan Jaya ini hanya aku satu-satunya gadis yang tidak menaruh hati padanya. Beberapa temanku sering meledekku dengan mengatakan aku sok sekali. Tapi dengan senang hati aku akan menjawab kalau aku punya kriteria pacar sendiri. Dan tolonglah, Jeno tidak akan pernah masuk ke dalam list pacar masa depanku.
“Melamun lagi lo?” Mataku melirik sinis pada sosok yang baru saja kukatakan sebelumnya. Jeno. Semenjak dia tahu kalau aku adalah satu-satunya gadis yang tidak menaruh hati padanya. Jeno mulai gencar mendekatiku. Aku tidak bodoh, hal-hal seperti ini sudah sering kubaca di wattpad favoritku. Mungkin saja si playboy kelas kakap ini sedang bertaruh pada temannya. Haha, mereka tidak tahu saja kalau targetnya tidak sebodoh itu.
“Hem, kesini lagi lo?” Sindirku pedas. Kuharap anak ini akan sadar. Tapi.. “HAHAHAHA..” Dia tertawa. Apa selain playboy, dia juga gila. Yang benar saja?!
Suasana kantin yang tadinya berisik kini sepi mendadak karena mendengar pujaan hati mereka tertawa lepas bak orang gila. Mereka sibuk mengagumi mata Jeno yang katanya indah. Kalau kata temanku, Tiara, mata Jeno seperti bulan sabit jika tersenyum.
Diam-diam aku melirik kearah Jeno dan benar saja, matanya membentuk bulan sabit. Lumayan lucu. Tapi, masih lebih lucu mata Jaemin NCT kan? Begitulah batinku berbicara. Seolah-olah tidak terima kalau mata Jeno itu memang indah dan unik.
Setelah tawa anak ini mereda. Aku segera berdehem ingin mengakhiri menit-menit yang panjang ini. Panjang karena ada Jeno disana. Menurut teori relativitas yang dikemukakan oleh Albert Einstein. Seseorang akan merasa waktu berputar cepat saat bersama dengan hal yang disukainya. Sebaliknya, waktu akan terasa lama saat bersama dengan hal yang tidak disukainya. Seperti aku contohnya.
“Ekhem, aku mau ke kelas.” Ujarku sembari bangkit dari posisi dudukku. Mangkuk bakso yang kini hanya tinggal kuahnya saja kubawa bersama.
Baru saja aku hendak berlalu dari tempat membosankan itu. Tapi suara Jeno lagi-lagi membuatku kesal. “Bareng dong!”
Pasti aku gadis paling tidak beruntung hari ini di dunia. Bisa-bisanya aku menghabiskan waktu istirahat dan berjalan bersama dengan Jeno. Padahal biasanya aku akan menikmati waktu-waktu berharga ini sendirian. Iya, aku introvert. Tapi aku masih punya teman kok. Walaupun cuma satu.
“Aku boleh nanya nggak? 3 aja kok..” pinta si playboy ini sambil mengedip-ngedipkan matanya sok imut. Aku refleks menundukkan kepalaku malu. Masalahnya kami saat ini menjadi tontonan siswa-siswi lain. Jeno tertawa entah kenapa. Sudah kubilang kan, dia itu sedikit gila. Tak lama setelah itu aku merasakan usapan lembut di rambutku. Kepalaku langsung terangkat menoleh ke pelaku yang kini senyum-senyum tidak jelas.
“Soalnya kamu lucu kalau lagi malu.” Jawabnya seolah tahu apa yang ingin kutanyakan. Aku memutar bola mataku malas. Ingat, playboy punya segudang kata-kata manis untuk mangsanya.
“Jadi, boleh nggak?” Tanyanya kemudian. Aku menatapnya datar lalu berjalan mendahuluinya. Kuharap anak itu tidak mengikutiku lagi. “Tungguin dong!”
Ternyata harapanku tidak terjadi. Inilah kenapa orang-orang mengatakan jangan terlalu berekspektasi ketinggian. Karena realita suka bercanda dengan manusia.
Aku muak sungguh. Melihatnya berjalan beriringan denganku membuat kedamaianku berkurang 90%
“Kalau aku jawab 3 pertanyaan nggak jelas itu. Kamu bakal jauhin aku kan!” Ujarku dengan sedikit nada tinggi. Dia terkejut, aku pun terkejut. Kami sama-sama terkejut. “M-maaf, a-aku..” “Nggak apa-apa. Pertanyaannya nggak usah dijawab. Nggak penting kok.” Setelah mengatakan itu dengan senyuman yang kentara sekali dipaksakan, Jeno pergi.
Dia pergi. Aku sendiri. Harusnya aku senang kan?
Cerpen Karangan: Arbon Dioksida