Malam dimusim penghujan hari ini lumayan dingin. Bau tanah yang disebabkan gerimis beberapa menit yang lalu masih tercium. Malam ini adalah malam terakhir sebelum menyanyikan lagu perpisahan.
“Woi nasi mateng itu gimana bentuknya?” “Lihat dulu, kalo udah kayak nasi berarti udah matang.” Timpal cowok dibelakang yang tengah sibuk membenarkan tenda. “Walaupun gak dimasak tampangnya udah kayak nasi dodol!!” teriaknya diakhiri dengan umpatan. “Kalo belum dimasak namanya beras bukan nasi.” Jawabnya lagi menghindari kekalahan. Kini ia sudah selesai membereskan tenda. Cowok yang kerap kali dipanggil dopid itu saat ini tengkurap dengan kepala menyembul keluar tenda.
“Udah udah, berantem mulu. Nanti di mak comblangin sama dedemit baru tau rasa kalian.” Ulma melerai dan segera menggantikan posisi Geina di depan tungku.
“Ini udah matang Na, kamu ambil telor sama wadah dulu. Aku mau pindahin nasinya.” Lanjutnya yang dibalas dengan anggukan.
“Oke adik-adik waktu makan kakak beri waktu 20 menit. Mohon pergunakan waktu kalian dengan baik. Jam sembilan nanti harus sudah berada di sini untuk acara pentas seni, setelah itu istirahat untuk upacara perpisahan besok. Mengerti?” teriak kakak Pembina yang berada ditengah tanah lapang.
Pukul 20.55 kakak Pembina yang berada ditengah tanah lapang mulai menyerukan peluit dengan lantang, memberi aba-aba untuk segera berkumpul disana. Beberapa kelompok sudah berjalan dengan property pentas ala mereka, tapi sebagian besar masih berusaha menolong nasi yang tampak sayang jika tak dihabiskan.
“Woi daun pisangnya mau jatuh ituu” semarak Aska dengan teman se-sangarnya setelah melihat tata busana kelompok sebelah yang memakai daun pisang kering.
Tak lupa dengan dopid yang tak bisa mengedipkan matanya setelah dilewati cewek idaman seantero sekolah.
Malam mendung hari ini dihiasi tawa yang semakin membahana setelah kelompok 3 menampilkan pentas dagelan.
“Fiuhh akhirnya bisa tidur juga.” Kelegaan Geina setelah selesai acara pentas seni hanya berlangsung dua menit.
Tiba-tiba dari tenda sebelah terdengar suara melengking khas cewek yang telat puber. Akibat kejanggalan itu, semua yang sudah berada didalam tenda keluar.
Geina dengan tampang jengkelnya itu hanya mengintip dari sela-sela tenda, ia melihat semua siswa bergerumul di tenda yang berjarak tiga meter dari tenda Geina. Dengan rasa penasaran Geina memaksakan kakinya untuk melangkah menuju kesana. Baru dua langkah dari tenda, Geina mendapati si Dopid menyembul keluar dari gerumbulan tersebut. Dengan ekspresi seperti dikejar harimau, Dopid berlari dan menjerit.
“Woi lari woii, ada ular piton woiii. PITONN!!” jerit si Dopid.
Tak berselang lama banyak siswa yang mengikuti tingkah si Dopid, semua berhamburan meninggalkan gerumbulan dengan berbagai jeritan khas kaum hawa. Hanya tersisa kakak Pembina yang mencoba masuk kedalam tenda dengan menggenggam alat khusus.
Geina mengurungkan niatnya, ia memilih menemui temannya -Ulma- dan memakan cemilan yang belum sempat ia makan.
30 menit berlalu. Suasana sudah kembali normal karena Ular Kayu yang disangka Dopid Ular Piton itu sudah tertangkap dan dilepaskan ke tempat yang lumayan jauh. Beruntung tidak ada yang terkena gigitan.
Pengecualian untuk Aska yang saat ini jumpalitan akibat ulat yang baru saja merambat ke lehernya. Dengan tampang sok jagoannya, ia tertantang untuk menelusuri hutan di belakang tenda sendirian. Tak berlangsung lama Aska kembali dengan berbagai umpatan yang menyertai setiap kalimat yang keluar dari mulutnya.
Semua teman tendanya tak menghiraukan jeritan kesengsaraan Aska, mereka melanjutkan tidur seolah tak terjadi apa-apa.
Cerpen Karangan: Denisa A. HAII aku sekolah di SMPN 1 PURI. Terimakasih telah membaca ^_^