Senyum yang indah dan terlihat sangat manis menghiasi raut wajah gadis cantik. Dia yang bernama Violin gadis baik, polos dan pintar. Tiba-tiba saja senyumannya itu berubah. Ketika Violin sedang menatap hujan dari luar jendela, dan perlahan air matanya mulai jatuh membasahi pipi. Violin mengingat kejadian 3 tahun yang lalu. Violin teringat akan perpisahannya oleh cowok yang sangat dia sukai.
“Non Vio?? Saya masuk ya,” jawab Bi Yuli. “Iya Bi Yuli masuk aja, pintunya tidak di kunci,” jawab Violin. Bi Yuli membuka pintu kamar Violin. Wanita ittu berjalan dengan membawa sebuah nampan berisikan air putih dan makanan.
“Non Vio ini makanannya, Bibi taruh di atas meja ya,” jawab Bi Yuli dan Violin hanya mengangguk dan tersenyum dan Bi Yuli hanya menatap wajah Violin.
“Abis nangis ya Non??,” jawab Bi Yuli. “Enggak kok Bi, aku gak apa-apa. Itu Cuma kelilipan.” Jawab Violin dengan mengusap kedua matanya. “Ya sudah kalau Non nggak nangis. Jadi Bibi bisa bersih-bersih rumah. Jangan ya Non,” jawab Bibi.
Dia Bi Yuli, pembantu rumah tangga yang sudah bekerja sejak Violin masih berumur 2 tahun. Selagi mama dan papanya ada pekerjaan pasti Bi Yuli yang setia di sampingnya. Violin sudah menganggap Bi Yuli sebagai ibunya.
“Sudah Bi, Pekerjaan Bibi masih banyak kan? Kita sudahi saja dramanya ya. Hehehe,” jawab Violin dengan tertawa kecil. “Iya Non, Bibi ke bawah dulu ya. Jangan lupa makanannya dihabiskan,” jawab Bibi. “Siap Bi Yuli,” jawab Violin. Sehabis itu Violin berjalan menuju mejanya. Dia melahap makanan buatan Bi Yuli sampai habis tidak ada sisa satu pun.
—
Semalam ia tidurnya sangat lelap. Sampai waktunya untuk sekolah dan ia melirik jam dinding waktunya tinggal sepuluh menit lagi gerbang sekolah akan segera ditutup. Akhirnya Violin bergegas mandi lalu berangkat ke sekolah.
Violin dan pak Rafa masih terjebak macet. Biasanya jalanan kota memang tidak pernah lenggang, pasti macet. Berhubung waktunya kurang sepuluh menit Violin memutuskan untuk lari menuju sekolahnya karena jaraknya sudah hampir dekat.
“Pak, saya turun di sini ya. Percuma jalanannya macet Pak, sebentar lagi upacaranya sudah mau dimulai,” jawab Violin. “Iya Non, Violin hati-hati,” jawab Pak Rafa.
Violin mulai berlari sebelum pintu gerbang ditutup. Akhirnya Violin melihat bangunan sekolahannya. Gerbang sekolah masih dibuka tapi kurang dekit lagi ditutup. Ia memasuki gerbang yang masih terbuka kecil.
“Akhirnya bisa masuk”. Jawab Violin dengan mengatur nafasnya. Ia berlari menuju lapangan sekolah untuk kegiatan di hari senin yaitu upacara. Selama setengah jam Violin sedang memegangi kepalanya yang terasa pusing. Akibat tadi pagi bangun kesiangan dan lupa untuk sarapan. Tiba-tiba ia terjatuh pingsan. Brukkkk… “Vi??? Bangun,” teriak Cika. “Sssttt Arga sini… Angkat Vio bawa ke UKS”. Jawab Ratu. Arga mengangguk, dia langsung mengangkut Violin menuju ke UKS. Arga adalah sahabat dekat ku sejak SD sampai sekarang. “Vio bangun, kok tiba-tiba badan kamu panas panas sih!?”, jawab Arga. Arga membawa Violin ke rumah sakit.
—
Perjalanan ke sekolah terasa begitu menyenangkan. Bertemu kembali dengan teman-teman Violin. Violin begitu senang, sampai-sampai ia lupa akan permasalahan yang sedang ia alami dan sejak kejadian itu aku bertemu dengan Arga tapi, entah mengapa ada perasaan aneh yang mengganjal saat melihat Arga. Tetapi Violin berusaha untuk tidak memedulikan perasaan itu dan menyapa Arga.
“Hai, Vio! Sudah lama sekali kita nggak ketemu”, jawab Arga. “Iya, dan kenapa semalam kamu nggak balas chatku, sih?!”, jawab Violin. “Maaf, semalam aku ketiduran”, jawab Arga dengan sambil tertawa. “Huuu dasar!”, Violin menyilangkan tangannya. “Oh iya kemarin aku ketemu sama kak Lita, dia nitip salam lho buat kamu!”, jawab Violin. “Hmm… Baiklah”, jawab Arga sambil tersenyum.
Sesampainya di sekolah, ia langsung pamit kepada Violin dan berlari ke toilet. Di toilet ia mencuci wajahnya dengan mengucak matanya.
—
Dulu, saat awal masuk SMA, Violin selalu dibantu oleh kak Lita. Ia membantunya beradaptasi di SMA, sampai mengajari pelajaran tertentu. Bahkan, kak Lita sempat menawarkan Violin untuk ikut organisasi bersamanya. Namun, Violin menolak untuk tidak bisa membagi waktu. Sedangkan, Arga malah rajin untuk ikut berbagai kegiatan, termasuk organisasi yang sama dengan kak Lita dan Arga ditempatkan berada dalam pimpinan kak Lita. Jadi, sekarang Arga lebih sering berkomunikasi dengan kak Lita.
Violin sangat memuja kak Lita. Wajahnya dan candaannya begitu sempurna. Ia merasa terganggu akan kedekatannya Arga dengan kak Lita. Ia merasakan perasaan tidak enak atau perasaan yang tidak ia sukai. Apakah ini yang dinamakan cemburu? Kata-kata Violin tadi merasuki pikirannya dan membuatnya muram.
Violin tidak banyak bicara. Ia hanya melamun saat pelajaran, tidur dan hanya mendengarkan music. Arga pun khawatir dengan keadaan Violin. Saat istirahat, Arga mengajak Violin ke kantin, tetapi Violin menolak dengan berbagai alasan.
Tak lama kemudian, Arga mendapatkan telepon dari kak Lita. “Sebentar ya Violin, aku ada urusan!”, Arga pamit dengan Violin sambil setengah berlari.
Violin kesal, tetapi ia tidak bisa menyalahkan siapa- siapa. Arga? Bukan salahnya jika ia dekat dengan kak Lita. Kak Lita? Bukan salahnya sehingga Violin bisa jatuh hati padanya. Amarah dan cemburu yang mebuat Violin menjadi menyesal dengan mengenal Arga. Violin bingung, kenapa yang ia rasakan bisa serumit ini.
Bel sudah berbunyi pelajaran pun berakhir. Ingin rasanya Violin segera pulang. Sayangnya, tepat di depan matanya Arga dan kak Lita sedang berbicara berdua. Entah apa hubungan mereka, tapi sepertinya cukup dekat. Yah, percuma saja warna pelangi di langit senja sudah terlanjur membundar.
Sesampai di rumah, Violin mengecek telepon genggamannya. Waw, ada 10 pesan masuk ! Violin segera membukanya. Arga: Violin, kamu sakit? Arga: Violinn jawab akuuu Arga: Kamu sudah makan belum? Arga: Violinn kamu marah ya? Arga: Violin kamu kenapa??? Arga: Violinn…
Entah mengapa, ada sedikit rasa hangat di hati Violin. Arga, sahabatnya sejak duduk di bangku dasar. Arga, yang selalu menemaninya di kala ia sedih maupun senang. Arga, yang selalu mengkhawatirkannya bagaimana pun, Arga adalah sahabatnya. Violin sedang tertawa kecil dan mengetik beberapa kata untuk membalas pesan Arga. Tetapi sebelum mengirim pesan, ada satu lagi pesan masuk.
Kak Lita: Hai Violin, besok ada waktu nggak? Jalan bareng, yuk? Gue traktir makan deh. Violin tersenyum. Eh, ada pesan masuk lagi. Kak Lita: Ajak Arga juga yaa.
Senyum Violin tiba-tiba hilang seketika. Rasa hangat di hatinya berubah menjadi panas. Ia mengurungkan niatnya untuk membalas pesan Arga. Ia juga tidak ingin membalas pesan dari kak Lita. Pelangi kembali tenggelam, kemuraman dan kegalauannya memberikan warnanya semakin pudar. Namanya pelangi, tetapi warnanya kelabu.
Cerpen Karangan: Kennisa Fajar Utami, SMPN 1 Puri Blog / Facebook: knsa fjr