Awan terlihat gelap, hujan sangat deras. Aku berjalan keluar rumah dengan baju tebal sambil membawa segelas teh panas. Aku menatap air hujan yang turun dari langit sambil meminum teh panasku sedikit demi sedikit.
“Bagaimana masa depanku? Apakah aku akan sukses seperti ayahku? Jika tidak, bagaimana? Aku merasa beruntung dilahirkan di keluarga dengan penghasilan yang bisa dibilang lebih dari cukup. Bagaimana dengan orang-orang di luar sana? Orang yang tak seberuntung aku.”
Aku duduk di kursi depan rumah. Sambil melihat hujan, kulanjutkan renunganku. “Kemarin saja, aku melihat banyak anak kecil yang mencari uang receh di pinggir jalan. Bukankah anak-anak seumuran mereka seharusnya bermain dengan teman-teman sebayanya? Akibat kejamnya dunia, mereka justru harus berpanas-panasan bahkan kedinginan hanya untuk mengganjal perut mereka. Bagaimana dengan masa depan mereka? Mengapa mereka tidak diasuh di panti asuhan saja? Bukankah lebih aman jika mereka tinggal di sana?”
“Selain anak-anak, ada juga orang tua yang berpanas-panasan mencari uang. Bukankah mereka seharusnya menikmati hari-hari tua mereka dengan duduk santai di rumah? Mengapa mereka terus mencari uang dihari tuanya? Apa saja yang mereka lakukan dihari mudanya? Dan bukankah mereka memiliki anak? Jika benar memiliki anak, bukankah menjadi tanggung jawab anak untuk menjaga orangtuanya? Aku bingung dengan semua ini.”
Hujan yang semula deras, perlahan-lahan mulai reda. Aku menengok jam dinding yang ada di dalam rumah. “Waktu terus berjalan, apakah aku akan terus bermalas-malasan seperti ini? Anak-anak di luar sana saja harus membanting tulang hanya untuk sesuap nasi. Mengapa aku yang hanya duduk dan belajar saja sangat sulit? Jika terus seperti ini, masa tuaku yang akan dipertaruhkan. Ayahku yang bekerja dari pagi hingga malam demi aku, ibuku yang telah merawatku hingga saat ini. Apakah aku akan menyia-nyiakan usaha mereka selama ini?”
Teh yang ku minum telah habis. Awan yang semula gelap berubah menjadi cerah. Aku masuk ke dalam rumahku dan mengakhiri semua renungan ini.
Cerpen Karangan: Alief, SMPN 1 Puri Blog / Facebook: Muhammad Rizky