Aku adalah seorang siswa kurang pintar dan aku terlahir di keluarga yang berkecukupan. Namaku adalah Fael lahir di Mojokerto 9 April 2006. Saat ini aku masih kelas 10. Dan baru saja lulus dari SMP. Entah kenapa di kelas ini aku merasa bosan padahal baru beberapa minggu masuk kelas ini. Kelas yang sangat suram dengan cewek-ceweknya yang cantik tapi sifatnya seperti singa yang kelaparan. Tapi ada satu cewek pendiam dan kelihatannya dia sangat polos.
“Fael” Ucapku dengan mengarahkan tangaku ke arahnya. Dia kaget saat aku ingin berkenalan dengannya “Tia” Ucapnya dengan muka yang sedikit kaget “Boleh ga aku duduk disini” Tanyaku “Kenapa ga boleh” jawabnya tapi ekspresi wajahnya menghadap ke bawah. “oh ya sudah” Jawabku dan langsung duduk di bangku itu. “Ada apa emang” Tanyanya penasaran “Ga ada apa-apa cuma kasian aja liat kamu sendiri ga ada temen” “Ga usah kasian emang dari kecil jarang punya temen” Jawabnya dengan memasang wajah yang sedikit tidak peduli.
“Oh… eh kamu udah masuk grup kelas belum” tanyaku. “Udah. Emang kenapa” Jawab Tia sambil menunjukkan kalo dia sudah masuk grup kelas. Dengan penasaran nomornya aku langsung tanya nomornya “Ga apa-apa. Emangnya nomormu yang mana”. “Yang belakangnya 5317”. Aku menatapnya dan tanya lagi “Oh… aku save gakpapa kan”. “Iya, buat apa nomorku” Tanya dia dengan menatapku. Tatapannya indah aku tak sanggup menatapnya lagi. Aku langsung melihat hpku dan menjawabnya. “Biar kamu punya temen” “Dih… aku juga punya temen kali. Tapi beda sekolah aja” “Di sekolah sini kan gak ada” “Iya juga sih, ya udahlah terserah kamu aja”
“Kapan-kapan aku coba chat” “Iya” “Mau kantin ga” Tawaran ku untuknya. “Ga. lagi males keluar” Jawab Tia yang lanjut mainkan hpnya. “Mau dibawain apa” Tanyaku. “Ga usah” Jawabnya “Ya udah”
Setelah hari itu aku tidak pernah ke dia lagi. Sampai tiba malam hari jam 22.00 aku menghubunginya. “Halo” Pesanku. Namu dia tidak tau kalo ini nomorku. “?” Jawabnya seperti di sekolah dia tidak penasaran “Fael” Jawabku “oh… kenapa” Tanyanya “Mau jalan-jalan ga besok” Tanyaku lagi. Dan berharap dia masu ku ajak jalan-jalan. “Jalan-jalan kenapa emang” Tanya dia lagi. “Kamu maunya kemana” “Ga kemana-mana aku orangnya nolep soalnya” Jawabnya lewat fitur voice note. Kenapa dia tiba-tiba pakai Voice note ya padahal baru kenal. Dan tiba-tiba juga dia mengirim foto secara banyak padahal baru kenal. “Eh ini fotomu buat apa banyak banget” Tanyaku dengan sedikit penasaran. “Ga ada yang dikasih pap soalnya” Balasnya “Masak sih pacarmu kan banyak” Jawabku sambil menggodanya. Dia pun langsung menjawab dengan kaget. “Loh kata siapa” jawabannya membuat aku semakin semangat untuk jadi jodohnya. Tapi aku ingat cewek yang cantik seperti dia mana mau kan sama aku yang ga ganteng apalagi ga pintar. “Si Son kan pacarmu” balasku. Tapi dia sudah offline duluan. Dan aku pun tidur karena sudah malam juga kan.
Besoknya pas lagi istirahat, aku tanyakan padanya tentang foto yang dia kirim semalam. “Fotomu buat apa yang kemarin” Tanyaku dan langsung duduk di bangku depan Tia tanpa malu. “Dih ga sopan banget ga ijin dulu sama yang punya bangku.” Jawabannya sambil memasang wajah sinis “Emang fotomu buat apa” “Ya gabut aja”. Dia kembali melihat bukunya. Tapi Tia tidak membaca bukunya, dia hanya membukanya saja. “yasudah” jawabku dengan nada yang menjengkelkan. Lalu aku pergi keluar tanpa menawarkan apa-apa padanya.
Awan yang sangat gelap dan bel pulang sekolah berbunyi. Aku bergegas ke parkiran sekolah dan melihat Tia kebingungan mencari motornya. Aku mengabaikannya dan langsung pulang karena awannya sudah sangat gelap. Selama satu bulan penuh aku menghubunginya lewat wa dan aku ajak ngomong saat di sekolah. Entah bagaimana bisa aku tiba-tiba menaruh harapan lebih padanya. Dia asik saat diajak ngobrol langsung maupun lewat aplikasi hijau. Bukan yang depannya “M” tapi yang “W”.
Tiba suatu saat aku mengira Tia juga menaruh harapan juga kepada ku. Dan ternyata benar dia suka padaku. Tapi ini hanya kata orang, yang mana aku tidak tau benar atau tidaknya. Aku tidak menghiraukan kata orang-orang tersebut dan aku mencoba untuk membuat Tia nyaman padaku.
Tiba di sekolah tanpa malu aku menanyakan soal tersebut tapi dia menjawab “TIDAK”. Aku pun lega mendengar jawabannya walau dia berkata tidak. Tapi saat di rumah dia hanya membaca pesanku saja tanpa dibalas. Bahkan pesanku sampai di abaikan setelah tadi siang aku bertanya begitu. Saat sampai di sekolah aku langsung menanyakan apa yang terjadi padanya.
“Kamu kenapa” Tanyaku dengan nada lembut “Gapapa” Biasanya dia tidak secuek tapi kenapa dia tiba-tiba seperti ini. Aku pun mencoba menanyakan kembali. “Kenapa jelasin aja ga apa-apa” Aku mencoba memaksanya bercerita. Akan tetapi dia tidak mau cerita sedikit pun apa yang terjadi tadi malam. “Ga apa-apa kok” Jawabnya tapi tidak memandang ku sama sekali. Aku mencoba meyakinkan kalau tidak ada apa-apa. “Bener ga ada apa-apa” Tanyaku lagi “Ga apa-apa El” Jawabnya seperti meyakinkan. Dan aku mengubah topik pembicaraan tersebut dengan topik tugas seni budaya. “Tugasmu udah selesai apa belum” Ucapku mengalihkan topik pembicaraan. “Udah, kamu belum ya” Jawabnya seperti tidak ada apa-apa yang terjadi.
Hari sudah malam, aku ingin ke rumah temanku. Dan aku bertemu Tia di depan toko yang dekat dengan rumah temanku dia seperti menunggu seseorang. Aku mendekati dia dan bertanya kenapa kok dia ada di sini malam-malam. Ternyata dia sedang mengantarkan ibunya membeli roti buat adiknya yang masih kecil. Setelah ibunya selesai dia langsung pulang dan aku ke rumah temanku.
Ada pengumuman kalau angkatanku ada study tour ke Jakarta. Selang beberapa hari sudah saatnya berangkat study tour. Di perjalanan aku duduk dengan Tia hingga sampai tempat tujuan. Saat sampai di Jakarta Tia tertidur di bahuku. Aku ingin membangunkan Tia tapi dia baru saja tidur sepuluh menit yang lalu.
“Eh bangun Ti bangun bangun udah sampe” Ucapku sambil menggoyangkan bahunya. Dia terlalu lelah hingga saat kubangunkan butuh beberapa detik untuk bangun. “Eh sorry ketiduran tadi” Jawabnya sambil membenarkan kerudungnya. Dia tampak sangat cantik saat bangun tidur. Aku ingin membenarkan kerudungnya tapi rasa maluku menyerang.
Aku sudah merencanakan kalau sudah sampai di tugu Monas Jakarta aku ingin mengungkapkan perasaan pada Tia. Dan aku berharap dia mau menerima aku apa adanya.
“Eh Tia aku mau ngomong” Ucapku memulai percakapan “Ngomong apa” jawabnya dengan wajah penasaran “Aku berharap ke kamu” Jawabku dengan tangan gemetaran menunggu jawaban. “Maksudnya gimana aku ga ngerti beneran”. Sepertinya dia benar-benar tidak mengerti maksud perkataanku. “Aku suka kamu udah lama” “Loh… beneran, ga bohong kan” Wajahnya seperti sangat kaget dengan perkataanku. Tapi dia tiba-tiba menggandeng tanganku sambil bersandar di bahuku dan dia berkata. “Aku juga suka sama kamu dari pertama kali ketemu”. Sontak aku kaget dengan apa yang dia katakan. “Iya, aku dari dulu udah nunggu kamu nembak aja tapi kamu lama banget”. Aku sangat kaget dengan apa yang dia ucapkan tapi di sisi lain aku juga bahagia bisa mengungkapkan perasaanku yang kupendam beberapa bulan ini.
“Jadi gimana ini” Tanyaku Sambil bergandengan tangan mengelilingi tugu Monas. “Yaudah kalo udah gini kamu maunya gimana” Jawabnya sambil senyum-senyum. “Emang kamu mau pacaran” Aku biasanya tidak sesalting ini tapi kenapa tiba-tiba seperti ini. Jantung rasanya mau copot. “Ya mau lah, masak udah nunggu lama gak pengen pacaran” Jawabnya sambil senyum-senyum sendiri. Puas aku melihat senyuman tulus yang keluar darinya.
Setelah pulang dari study tour, Aku sering berangkat dan pulang bareng hingga lulus sekolah. Tak terasa hubungan kita sudah enam tahun dan kita ingin melanjutkan hubungan ini ke jenjang yang lebih baik.
Cerpen Karangan: M. Syamsu Dhuha Blog / Facebook: syamsu4dhuha SMPN 1 Puri