Namaku adam, lebih lengkapnya muhammad nur adam. Dan tidak ada satu hal istema pun yang bisa orang lain lihat dariku sebagai anak remaja usia 18 tahun. Apa lah yang bisa diharapkan dari anak SMK kelas 2 yang hanya mendapatkan beasiswa penuh di sekolah ternama sepertiku. Awalnya kufikir aku beruntung bisa sekolah disana, tapi ternyata tidak setelah kurasakan semuanya. Mungkin sebab latar belakangku bukanlah dari keluarga berada menjadi alasan mengapa teman teman sekelasku terlihat seperti menjauh dan tidak ingin berteman dengan orang desa sepertiku. Itulah alasan paling logis yang bisa kuterima. Ditambah lagi aku yang tidak memiliki pasangan layaknya remaja pada umumnya semakin menambah minat mereka untuk tidak ingin berteman denganku.
Ya, pasangan memanglah menjadi salah satu tolak ukur agar kamu bisa diterima bergaul di sekolahku, mungkin aku salah tapi itulah yang aku yakini selama ini. Kamu akan dipuji jika kekasihmu dapat menarik perhatian mereka. Maksudku jika kamu mempunyai pacar yang cantik, setidaknya itu bisa menjadi pengakuan bahwa kamu dapat diterima bergaul bersama mereka. Dan tentunya itu menjadi kebangaan tersendiri. Sedang orang sepertiku sudah tentu akan dikucilkan dari pergaulan dan tidak pernah dianggap ada ditengah tengah mereka. Dan itu terasa sangatlah menyedihkan.
Namun tidak ada yang kusesali dengan kehidupan baruku yang ini, kehidupan yang sangat sangat jauh berbeda dari kehidupanku di desa. Dan Aku sudah terbiasa.
Setiap hari kulalui dengan biasa tanpa ada satu hal istimewa yang terlewatkan. Semuanya biasa saja. Ke sekolah, melewati pasar, belajar, pulang ke kosan, menaiki tangga ke lantai 5 tempat kamarku, dan selalu mendapat rengking 1. Begitulah rutinitas hidupku setiap hari ditempat sekeras kota ini. Hingga suatu hari aku benar benar frustasi, kepalaku sudah tidak sanggup lagi menghadapi tekanan tekanan yang terus bermunculan. Bagaimanapun aku tidak bisa bebrohong jika aku muak terhadap kehidupanku yang ini, ditambah lagi teman sekelas yang terus membuliku seakan semuanya terasa berat dan menyakitkan. Aku kuper lah, aku tidak gaul, aku tidak punya pacar dan ocehan ocehan lain merekA yang selalu menimpaku setiap hari, dan perkataan mereka itu yang terus membebani fikiranku setiap malamnya.
Mengingat perlakuan mereka tadi di sekolah sangatlah membuatku kesal. Tapi mau bagaimana lagi aku tidak berani untuk melawan mereka yang punya segalanya. Apalah aku yang hanya orang desa di kota ini. Sambil membayangkan itu semua aku berbaring di kursi panjang teras belakang kos ku lalu memandang lampu lampu kendaraan yang memenuhi jalanan kota. Yah begitulah kuhabiskan setiap malamku dalam simetris kota ini. Sendiri membaca buku dan mendengarkan lelagu rasanya juga sangat membosankan jika dilakukan setiap hari, tapi mau bagaimana lagi begitulah adanya.
Tanpa aku sadari aku terlelap di kursi panjang itu lalu mendapatkan diriku tersadar berada ditengah tengah pasar. “Seragam sekolah” batinku dalam hati sambil melihat pakaian yang melekat di tubuhuhku. “Dan Tempat ini” sambil mengingat ingat lagi tempat yang menurutku sangat tidak asing. Oh “batinku” setelah tidak lama. seakan aku sadar ternyata ini adalah pagi hari dimana aku harus menuju sekolah seperti biasanya. Dan tempat itu benarlah pasar tradisioanal yang menjadi satu satunya rute perjalanan menuju sekolahku. Semua siswa juga akan melewati jalan itu setiap hari. Akhirnya aku kembali Menjalani rutinitas membosankan seperti biasanya. Dan untuk hari ini, aku sudah siap menerima bulian dari teman teman kelasku.
Sambil berjalan didalam kerumunan orang orang, mataku melihat daerah sekeliling dimana banyak siswa yang mengenakan seragam sekolah. Dan itu adalah para siswa siswi yang bersekolah ditempat yang sama denganku. Mereka terlihat bercengkrama satu sama lain melewati orang orang yang hedak memburu sayuran di pasar. Dan dari arah belakang sayup sayup terdengar suara yang bisa kukenal, setelah kuliirik sebentar ternyata sesuai dugaanku. suara itu adalah suara dari beberapa teman teman kelas yang sering membuliku di sekolah. Reza, adi, iyan dan tono.
Namun aku cuek saja dan terus berjalan berubut pijakan bersama orang orang yang memiliki keperluan di pasar itu. Kalian tau sendiri lah bagaimana suasana pasar yang sesak oleh manusia. Dan aku harus melewati itu setiap harinya. Masih Terdengar teman teman kelasku yang mengoceh tentang hari harinya yang sangat membahagiakan dari arah belakang, sesekali mereka juga membangga banggakan tentang pacarnya ke satu sama lain yang sudah bukan merupakan hal baru lagi di telingaku. Setiap hari mereka akan membahas itu entah di jalan, di sekolah, di kelas, atau dimanapun mereka berada. Mereka akan membahas itu.
Aku terus berjalan, menunduk sembari fokus melihat celah yang bisa aku pijak untuk melangkah. Karena memang hari itu suasana pasar lebih padat dari biasanya. Aku harus beradu cepat dengan ibu dan bapak bapak yang hendak berbelanja di pasar. Dan tiba tiba. “Adam, adam”, suara itu terdengar sangat keras memecah keramaian pasar, cukup membuat orang orang selain aku untuk berhenti dan menoleh ke arah sumber suara termasuk teman teman yang ada dibelakangku. Namun aku masih belum bisa melihat dari mana arah sumber suara itu karena terhalang oleh banyaknya orang yang ada di pasar. ‘Siapa yang memanggilku, ah mana mungkin aku. Pasti orang lain, mungkin aku salah dengar’ batinku dalam hati. “Adam”, lagi, suara itu terdengar keras ditengah kerumunan. Dan aku mengangkat kepalaku sedikit lebih tinggi kemudian lebih mempergesit gerakanku untuk keluar dari kerumunan dan mencari dari mana sumber suara itu. “Disini” katanya sambil melambaikan tanganya keatas dan kebawah sesaat setelah melihatku yang sedang bingung dengan arah sumber suara.
Aku menyipitkan mataku mencoba fokus melihat ke arah sumber suara yang kini sudah bisa kulihat dari sekelebat bayang bayang kerumunan orang. ‘Perempuan’ batinku. Aku berjalan mendekat dengan tidak percaya diri kearah wanita itu. ‘Ah, barangkali bukan aku yang wanita itu maksud. mungkin saja ada orang yang kebetulan memiliki nama yang sama denganku’, itulah satu satunya hal positif yang bisa aku coba fikirkan. Namun tatapan mata dan lambaian tangan wanita itu seolah meyakinkanku bahwa aku lah orang yang sedang ia maksud. aku merasa bahwa teman temanku juga merasakan hal yang sama, bahwa mereka yakin akulah orang yang sedang dipanggil oleh wanita itu.
“Adam” kata wanita itu tersenyum sumringah setelah aku berdiri tepat didepanya. Kemudian aku menoleh kebelakang kearah temanku, aku mendapat mereka disana sedang berdiri mematung dan berbisik satu sama lain. Mungkin mereka sedang bertanya tanya tentang siapa sosok wanita yang sedang bersamaku. “Siapa?” Tanyaku kepada wanita itu. Wanita itu tidak menjawab sepatah katapun dari pertanyaanku. Dan malah langsung menarik tanganku dengan penuh senyuman. Aku sangat terkejut dibuatnya yang langsung menarik tanganku tanpa banyak basa basi. Tidak ada yang bisa kulakukan selain berlari kecil mengikuti wanita itu melewati kerumunan orang orang pasar yang sudah cukup renggang. “Kamu siapa?” Aku kembali bertanya tentang siapa wanita itu. “Dini” jawabnya singkat sambil tersenyum. ‘Dini? Dini siapa’ batinku dalam hati. Sejenak kupandang wajah wanita yang sedang bersamaku itu dengan penuh penasaran dan pertanyaan. Barangkali aku pernah mengenalnya.
Namun yang terjadi adalah aku dibuat terpesona untuk pertama kalinya. Bisa kulihat bagaimana rambut panjang hitam terurai itu tertiup angin yang sesekali mengibas kulit putih bersih wajah perempuan itu. Alisnya yang tebal dan hitam terlihat seperti sudah ditata secantik mungkin walaupun aku tau tidak ada goresan make up sedikit pun yang menghiasi wajahnya. Wanita itu benar benar cantik alami. Ditambah senyuman yang terus terbentuk di bibirnya seakan menggambarkan tentang rasa bahagia atas pertemuan setelah penantian yang cukup panjang. Itulah yang bisa kulihat dari raut wajahnya.
Dini terus mengajaku berlari kecil entah sampai kapan ia akan berhenti. Aku sempat dibuat kewalahan mengimbangi langkahnya yang terlihat berlari dengan sangat leluasa ditengah banyaknya kerumunan orang. Sesekali aku membenahi letak tas selepangku yang terpontang panting ke segala arah akibat berlari kacil mengikuti dini. Dan seperti dugaan kalian sesekali aku menabrak orang orang yang tengah berlalu lalang disana. “Maaf buk, pak”. Kataku kepada orang orang yang tidak sengaja kutabrak saat berlari. Merekapun hanya tersenyum tulus merespon permohonan maafku sembari menenteng tas belanjaan mereka.
Hingga suatu ketika dini mengehentikan laju larinya didepan sebuah toko es krim. Aku menunduk terengah engah sambil mencoba mengatur nafasku yang tidak beraturan. “Capek?” tanya dini sembari tersenyum lebar yang kali ini menampakan giginya yang putih tertata dengan rapi. “Maaf ya”, lanjutnya sambil terus menggenggam tanganku. Akupun hanya mengangguk sebagai isyarat meng iya kan pertanyaanya saat itu. Namun anehnya dini tampak tidak terlihat lelah sama sekali setelah berlari. Ia masih tersenyum seperti biasanya sembari memesan dua buah eskrim rasa vanila.
Aku yang sudah mulai tenang mengatur nafas mulai melihat keadaan sekitar. Mataku sedikit terbelalak tak percaya setelah melihat Ternyata disana teman temaku sedari tadi sudah mengikuti aku dan dini sewaktu berlari. Mereka juga terlihat terengah engah sesaat setelah mengejar kami. Nampaknya mereka penasaran terhadap apa yang terjadi antara aku dan dini. Wajar saja, itu pertama kalinya bagi mereka melihat aku berjalan berduaan bersama wanita.
“Ini” kata dini sembari memberikanku sebuah eskrim, dengan masih memperlihatkan senyuman yang sama seperti tadi.
Aku masih bingung sekaligus heran terhadap sosok dini yang menurutku begitu sangat misterius. Bagaimana mungkin dia bisa seakrab itu terhadap pertemuan awal denganku. Seolah baginya aku ini bukanlah orang yang asing. Namun aku tidak mau ambil pusing soal itu. Toh dia menganggapku layaknya orang yang begitu dekat denganya. Jadi tidak ada salahnya jika ikut dalam suasana yang ia tawarkan, aku mencoba untuk menikmati hari luar biasa itu.
Cerpen Karangan: Ikwan Alhaki