Hai, namaku Lya, aku seorang siswa SMP di desa. Aku akan menceritakan kisah nyata dalam hidupku yang membuatku gelisah di sekolah. Dulu, ketika aku belajar di kelas 7, aku belum mengenal semua temanku. Saat ada pembagian struktur organisasi kelas, aku ditunjuk sebagai bendahara, yah memang sudah sejak SD dulu juga jadi bendahara. Jadi bendahara itu cukup sulit karena harus mencatat keuangan, dan menjaga uang agar tidak hilang. Sejak aku menjadi bendahara akupun mulai mengenal sesama teman baruku.
Sejak aku naik kelas 8 dan 9, aku sudah menyadari sesuatu yang harusnya tidak menjadi kebiasaan yaitu menyontek. Awalnya dulu ketika kelas 7, temanku belum selesai mengerjakan PR nya, lalu dia pun memintaku untuk menunjukan PR yang sudah kukerjakan. Lama kelamaan teman yang lainpun banyak yang belum selesai dalam mengerjakan PR nya, akhirnya mereka saling menyontek satu sama lain.
Mereka selalu saja ingin menyontek tugas kepadaku, dulu aku merasa senang karena dapat membantu mereka dan selalu memberikan contekan pada teman temanku. aku pernah berpikir ketika setiap aku juara 1, aku merasa tak sepintar apa yang teman temanku pikirkan sampai aku kelas 9 pun aku masih berpikir hal yang sama, tapi… Semakin lama kebiasaan menyontek itu bikin aku gelisah, padahal bersaing dalam satu kelas yang sama tetapi mereka tak perduli dengan hal itu karena ingin nilai yang bagus.
Dari kelas 7 sampai kelas 9 masih banyak yang menyontek entah itu tugas rumah, tugas sekolah bahkan UTS/PTS pun mereka selalu bertanya apakah aku sudah mengerjakan? Apakah jawaban soal ini, soal itu? Seakan mereka tak pernah berpikir bahwa susahanya aku yang selalu berusaha mencari jawaban di setiap soal yang mereka tanyakan dan yang mereka tulis, sesungguhnya aku selalu berusaha keras menemukan jawaban atas segala kesulitan yang mereka kerjakan.
Hingga akhirnya mereka pun mendapatkan nilai yang mereka inginkan tapi mereka selalu saja berkata seperti ini ketika nilai UTS/PTS ku itu nilainya lebih tinggi dari mereka, mereka berkata “bagi dong nilainya, tukar yah kertas nilainya” Padahal kan yah sudah dari tugas rumah dan tugas sekolahpun aku izinkan tuk menyontek dan dapat nilai bagus tapi masih saja berkata begitu sampai aku bosan mendengarnya.
Aku sering melihat peluang mereka juga banyak untuk mendapat nilai bagus atas usahanya sendiri yang jauh lebih baik daripada menyontek, tetapi teman temanku lengah akan hal itu dan seolah hal itu tak penting baginya. Aku mengatakan itu bukan karena sombong atau pun sesuatu yang dirasa menjatuhkan orang lain tapi aku hanya ingin mereka tau rasanya seperti apa, sulitnya seperti apa, gelisahnya seperti apa, senangnya dapat nilai bagus atas usaha sendiri seperti apa, kesalnya bagaimana ketika dicontek oleh teman yang hanya datang saat butuhnya saja.
Akupun pernah menyontek tapi itu hanya sesekali dan aku selalu berusaha untuk mencarinya entah dari buku maupun hp. Ketika aku kelas 9, hal itu jadi kebiasaan yang besar dan hampir seluruh dalam kelas menyontek kepadaku maupun teman yang lain
Ya aku sadar bahwa aku memang dimanfaatkan oleh temanku, tapi apa boleh buat jika hal itu sudah terlanjur, lagi pula aku sebenarnya tak peduli dengan nilai teman-temanku mau dapat dari nyontek atau usaha sendiri.
Rasa kesal sudah kupendam selama ini, tapi aku senang karena aku sudah mau berusaha jujur atas apa yang aku lakukan dan aku berharap teman-temanku bisa sadar bahwa dirinya sendiri bisa mendapatkan seperti apa yang orang lain dapatkan dengan jujur.
Cerpen Karangan: Widiya