Matahari bersinar dengan terang siang ini, menghangatkan seluruh makhluk bumi dengan sinarnya. Namun disini keadaan semakin memanas ditambah dengan sinar matahari. Dua insan yang sedang beradu mulut, terlihat sang perempuan mencoba untuk membujuk namun sang lelaki tidak menggubrisnya.
“Kamu kenapa? dari tadi diem aja padahal aku udah ngoceh banyak hal tapi kamu masih diem,” tanya sang perempuan yang bernama Cala. “Gapapa, lagi malas aja,” sang lelaki yang bernama Afgar menjawab dengan acuh. “Ya seenggaknya kamu ngomong lah kamu ini kenapa, aku bisa kasih solusi buat kamu,” Cala menjawab dengan sebal. “Diem, bisa gak?” Afgar menoleh kearah Cala dengan nada yang tidak biasa, tidak tinggi namun juga tidak rendah. Tetapi Cala cukup mengetahui jika Afgar sedang marah. “Oke, aku diem,” Cala memilih mengalah daripada melanjutkan perdebatan, lebih memilih menyelamatkan hatinya daripada mendapatkan bentakan dari Afgar yang membuatnya sakit hati. “Maaf kalau aku ganggu tapi aku sayang kamu,” setelah mengucapkan itu, Cala lebih memilih pergi agar Afgar mempunyai waktu untuk sendiri.
Afgar pun tidak menjawab perkataan Cala sebelum dia pergi, ia hanya berdiam diri. Entah apa yang ada didalam pikirannya sehingga mengabaikan Cala.
Cala berjalan dengan raut wajah kesal, masih memikirkan apa yang ada di pikiran Afgar hingga menyuruhnya diam. Perasaan hari ini mereka sedang tidak ada masalah.
Dengan kesal Cala menendang sebuah batu yang berada didekat kakinya. Ia menendang batu itu sampai mengenai tubuh orang lain.
“Aduhh, siapa yang ngelempar batu?!” ucap seseorang yang menjadi korban tendangan batu Cala.
Cala yang mendengar itupun menjadi panik, tidak ingin mencari masalah lebih baik Cala cepat cepat kabur sebelum sang korban mengetahui bahwa ia yang menendang batu tersebut.
“Ini semua gara gara Afgar! andai dia enggak diemin aku, pasti aku gak bakal nendang batu terus kena orang,” ucap Cala dengan jengkel. “Afgar kejam,”.
Tutt tuttt Handphonenya berdering.
Afgar; Kamu dimana?. Cala; Didekat sini. Afgar; Ya didekat sini itu dimana. Cala; Ya gak dimana mana, emang kenapa sih?. Afgar; Balik kesini, jangan jauh jauh dari aku.
Cala; Mager, kamu nyuruh aku diem padahal kamu tau aku enggak bisa diem. Afgar; Tadi aku lagi banyak pikiran, sekarang enggak lagi. Daripada nanti aku bentak kamu, mending kamu diem aja. Cala; Hiww gak mau, mager. Afgar; Yaudah serah. Cala; DIH. Cala; Afgar!
Cala melihat handphonenya ternyata Afgar telah mematikan telfon tersebut secara sepihak. Benar benar menyebalkan.
Esok paginya ia bertemu Afgar di sekolah. Cala hanya diam saja malas menyapa atau menemui Afgar dan sepertinya Afgar juga malas menyapa Cala, jadi mereka hanya sekedar bertemu saja lalu lanjut berjalan tanpa berbicara satu sama lain.
Cala menoleh kearah Afgar yang tidak menyapanya. Raut wajah Cala menjadi sebal kembali. “Dih sombong!” begitulah isi pikiran Cala sekarang, sibuk memaki Afgar.
Cala lanjut berjalan dengan menghentak hentakkan kakinya sebal. Afgar semakin lama semakin menjengkelkan! tetapi rasa itu kalah dengan rasa cintanya kepada Afgar.
Tutt tuttt Afgar; temui aku di taman sekolah sekarang. Cala; Mager, gak mau aku. Afgar; Serah kalau kamu gak mau, aku tunggu 2 menit buat sampe di taman. Cala; Enggak bisa gitulah! Cala; Afgar!
Lagi lagi Afgar memutuskan telefon secara sepihak. Benar benar menjengkelkan.
Cala pun menemui Afgar ditaman sekolah dan melihatnya sedang menyendiri di sebuah bangku yang disediakan sekolah untuk sekedar duduk.
“Ada apa?” tanya Cala. “Aku mau kita putus,” ucap Afgar dengan enteng. Cala terkejut, ada apa ini secara tiba tiba menginginkan putus.
“Apa sih! gak jelas tau gak,” ucap Cala. “Ya aku mau putus, ini serius bukan bercanda,” ucap Afgar. “Apa alasan kamu minta putus?” tanya Cala. “Aku udah pikirin ini berkali kali, aku capek berhubungan,” ucap Afgar. “Apa sih? capek ngapain, emangnya kamu kenapa” Cala masih bertanya tanya. “Ya aku capek aja, bosen,” ucap Afgar. “Afgar! bosen bosen, enteng banget bilangnya!” Cala membentak. “Kita sering ribut, kamu gak capek?” tanya Afgar. “Capek tapi aku gak mau kalau putus,” ucap Cala. “Jangan paksain, Cala” ucap Afgar.
Afgar memejamkan mata dan bersandar pada sandaran kursi yang sedang ia tempati. Afgar sudah tau jika ia akan kembali berdebat dengan Cala tetapi masih saja melelahkan, tidak ada yang bisa mengalahkan mulut perempuan.
“Apanya yang dipaksain Afgar!” Cala tetap tidak ingin jika hubungan mereka berpisah. “Jangan paksain genggaman kamu, kita udah sering ribut,” ucap Afgar. “Yang beda cuma aku bukan lagi punya kamu, kita masih bisa jadi teman baik,” ucap Afgar. “Gila kamu, gila!” ucap Cala menggebu gebu, kekesalannya bertambah. “Cuma karena bosen kamu putusin aku?!” ucap Cala. “Cala, hanya status yang menjadi perbedaan, bukan berarti kita akan jadi musuh dan kamu masih bisa jadi teman aku kayak dulu,” ucap Afgar dengan tersenyum.
Senyuman itu… akan menjadi senyuman terakhir dihubungan mereka.
“Afgar…,” ucap Cala dengan lirih. “Oke, kita putus,” akhirnya Cala pun mengalah.
Demi Afgar.
“Tapi kalau aku sampai denger kamu deket sama cewek lain, berarti kamu selingkuh!” setelah mengatakan itu Cala meninggalkan Afgar sendiri.
Mungkin untuk dekat dekat ini Cala akan merasa sedih. Ya wajar kan jika Cala sedih, dia baru saja putus hubungan dengan pacarnya.
Cerpen Karangan: Khoirunnisa ig; @janheavens