Pada zaman dahulu kala. Di sebuh daerah Jawa barat terdapat Kerajaan,yang bernama Kerajaan Galuh. Kerajaan Galuh di pimpin oleh seorang Raja yang bijaksana. Raja tersebut bernama Raden Barma Wijaya Kusuma. Sang Raja memiliki dua Permaisuri. Permaisuri pertama bernama Nyimas Dewi Naganingrum dan yang kedua Nyimas Dewi Pangrenyep. Dalam waktu bersamaan kedua Permaisuri tersebut dalam kedaan mengandung.
Suatu hari, Permaisuri Nyimas Dewi Pangrenyep melahirkan terlebih dahulu. Ia melahirkan seorang Bayi Laki-laki yang sangat lucu dan tampan. Pangeran tersebut di beri nama Hariangbanga. Tidak lama kemudian Permaisuri Dewi Naganingrum pun akan segera melahirkan. Dewi Pangrenyep bergegas untuk membantunya. Akhirnya, Dewi Naganingrum melahirkan seorang Bayi Laki-laki yang tidak kalah lucu dan tampan dari kakaknya Hariangbanga.
Di balik kesediaannya menolong persalinan Dewi Naganingrum. Ternyata Dewi Pangrenyep tidak menyukain Dewi Naganingrum menjadi pesaingnya. Karena ia ingin menguasai Kerajaan dan menjadikan Putranya sebagai Raja kelak. Ia pun merencanakan niat jahatnya yang sudah ia susun agar sesuai dengan harapannya.
Tanpa sepengetahuan siapapun. Bayi Laki-laki yang baru saja di lahirkan Dewi Naganingrum di tukar dengan seekor anak Anjing. Bayi yang sebenarnya di masukkan ke dalam sebuah keranjang. Dewi Pangrenyep pun meletakkan sebutir telur ayam. Ia pun segera menghayutkan bayi tersebut ke sebuah sungai.
Di Kerajaan terjadi sebuah kehebohan. Kabar yang sangat mengejutkan menggemparkan seluruh isi Istana dan rakyat. Mengetahui kenyataan ini menghancurkan harga dirinya sebagai Raja. Bagaimana tidak, Permaisuri yang selama ini ia cintai sudah melahirkan seekor anak Anjing.
Dalam keadaan marah. Akhirnya, Raja segera memanggil Penasehat Raja yang bernama Ki Lengser. Namun, memanggil Ki Lengser bukan untuk meminta sebuah nasihat. Tapi, memerintahkan Ki Lengser untuk segera membunuh Dewi Naganingrum dan mayatnya di buang jauh-jauh. Raja memerintahkan Ki Lengser segera melakukan tugasnya.
Dalam perjalanan, Ki Lengser berpikir untuk menyelamatkan Dewi Naganingrum tanpa sepengetahuan siapapun. Ki Lengser yakin kejadian yang menimpa Dewi Naganingrum adalah suatu kebohongan. Namun, ia tidak mempunyai bukti untuk membantu Dewi Naganingrum. Ki Lengser membawa Dewi Naganingrung masuk kedalam hutan belantara.
Ki Lengser membuatkan sebuah gubug untuk tempat tinggal Dewi Naganingrum. Setelah gubug itu selesai di buatnya, dengan terpaksa Ki Lengser meninggalkan Naganingrum seorang diri. Sebelum ia pergi, ia pun berjanji akan mengunjunginya.
Sementara, Naganingrum sangat berharap suatu hari nanti ia dapat bertemu dengan Putra kandungnya. Ia pun berharap dapat kembali ke Istana dan hidup bahagia bersama keluarganya. Ki Lengser pun segera kembali ke istana. Ia langsung mengahadap Raja dan melaporkan bahwa tugasnya untuk membunuh Dewi Naganingrum sudah di laksanakan dengan baik. Untuk membuktikan bahwa ia sudah melaksanakan tugasnya, ia membasahi senjatanya dengan darah binatang buruan yang ia temui di dalam hutan.
Sementara di suatu tempat. Hiduplah sepasang suami istri yang sudah sangat tua. Namun, mereka tidak memiliki anak. Suatu hari, mereka berdua pergi ke sebuah sungai untuk menangkap Ikan. Namun, mereka di kejutkan dengan sebuah keranjang besar berisi seorang bayi Laki-laki yang sangat lucu dan tampan. Mereka sangat bahagia dan mereka berpikir bahwa inilah sebuah jawaban dari doanya.
Sepasang suami istri sangat bersyukur. Satu butir Telur Ayam yang berada di samping Bayi Laki-laki tersebut. Di simpannya telur Ayam tersebut kepada seekor Naga yang bernama Nagawiru yang berada di Gunung Padang. Naga tersebut bukanlah Naga sembarangan. Namun, jelmaan seorang Dewa dan sudah menjadi tugasnya untuk mengerami satu butir Telur Ayam tersebut. Suatu saat nanti. Telur tersebut akan menetaskan seekor Ayam Jantan dan menjadi binatang kesayangan dari anak bayi yang di temukan sepasang suami istri tersebut.
Waktu tanpa terasa terus berjalan. Bayi Laki-laki, sekarang tumbuh menjadi remaja yang sangat tampan, cerdas, gagah dan pemberani. Anak tersebut di beri nama Ciung Wanara. Aki dan Nini memberikan nama Ciung Wanara karena mereka melihat seekor Monyet yang aneh, Monyet tersebut bernama Wanara. Kemudian mereka pun melihat seekor Burung yang bernama Ciung. Akhirnya, keduanya sepakat. Nama dari ke dua binatang tersebut. Akhirnya, di jadikan sebagai nama anaknya.
Ciung Wanara tumbuh menjadi seorang Pemuda yang sangat tampan. Suatu hari, ia ingin sekali pergi ke Galuh untuk mengembara. Awalnya, Aki dan Nini tidak menginjinkannya. Namun, karena anaknya terus memaksa. Sebelum ia berangkat ke Kerajaan Galuh, ia bertanya siapa Ayah dan Ibu kandungnya. Awalnya, Aki dan nini tidak mau menceritakan kebenarannya. Namun, Ciung Wanara terus bertanya. Aki menjelaskan bahwa Ayah kandungnya adalah seorang Raja dari Kerajaan Galuh. Dan Ibunya di asingkan di dalam hutan belantara. Mendengar penjelsan tersebut. Akhirnya, Ciung Wanara berangkat ke Kerajaan Galuh dengan membawa Ayam Jantan kesayangannya.
Setibanya di kerajaan Galuh. Ia bertemu dengan dua orang Patih yang bernama Purawesi dan Puragading. Kedua Patih tersebut tertarik dengan Ciung Wanara, karena ia membawa seekor Ayam Jantan. Kedua Patih tersebut menghampiri dan mengajaknya untuk adu Ayam. Ciung Wanara menerima tantangan dari kedua Patih tersebut. Pertandingan sambung Ayam di lakukan di tengah alun-alun Kota Galuh. Akhirnya, nasib baik selalu berpihak kepada Ciung Wanara. Ayam Jantang kesayangannya menang dalam pertandingan.
Kemenangan Ciung Wanara tersebut langsung tersebar ke Kerajaan. Kemenangan itu terdengar oleh Sag Raja, bahwa ada seorang Pemuda Tampan memiliki seekor Ayam Jantan yang sangat tangguh. Akhirnya, takdir mempertemukan Ayah dan anak yang sudah di pisahkan oleh perbuatan Dewi Pangrenyep.
Ciung Wanara datang ke Istana untuk bertemu dengan Raja. Ia pun membuat kekacauan di depan Istana. Akhirnya, Baginda segera memerintahkan para pengawal agar Ciung Wanara menghadap. Setelah berhadapan dengan Sang Raja, Ciung Wanara pun menyembah.
“Hai Anak Muda! Siapa namamu dan dari mana asalmu?”
“Nama hamba Ciung Wanara, putra dari Aki dan Nini Balangantrang dari desa Geger Sunten,” jawab Ciung Wanara dengan lantang.
“Apa maksud kedatanganmu kemari?”
“Begini, Tuanku. Hamba mempunyai seekor Ayams yang aneh. Induknya mengandung selama setahun. Sarangnya sebuah kandaga. Lebih aneh lagi, sebelum menetas, telur ini pernah hanyut di sungai,” kata Ciung Wanara.
Raja teringat pada Naganingrum yang mengandung selama setahun. Sedangkan Dewi Pangrenyep sudah mengira, bahwa yang sekarang berada di hadapannya adalah putra dari Naganingrum. Kedatangannya hendak membalas dendam.
“Kau berniat untuk menyambung Ayam dengan milikku? Apa taruhannya?” tanya Raja Galuh.
“Jika ayam hamba yang kalah, hamba bersedia menyerahkan nyawa hamba. Tapi sebaliknya, jika ayam baginda yang kalah, maka hamba mohon diberi separuh kerajaan Galih Pakuan,” kata Ciung Wanara.
Karena raja Galih Pakuan merasa yakin, bahwa ayam jagonya akan menang, taruhan Ciung Wanara disetujui. Baginda segera membawa ayamnya ke halaman dan diikuti oleh Ciung Wanara.
Pertandingan sabung Ayam pun berlangsung dengan seru. Awalnya, Ayam jantan milik Ciung Wanaralah yang menunjukkan kekalahan. Namun, tiba-tiba Ayam tersebut kembali segar dan kuat kembali. Akhirnya, dengan mudah Ayam milik sang Raja kalah terdesak. Ciung Wanara kembali memenangkan pertandingan sabung Ayam.
Sesuai dengan perjanjian yang telah disetujui, Ciung Wanara mendapat negara sebelah Barat. Sedangkan sebelah Timur oleh baginda diserahkan kepada Hariangbanga. Masing-masing bergelar Prabu.
Akhirnya, semua rahasia tentang Ciung Wanara terungkap dan segala kejahatan yang dilakukan Dewi Pangrenyep terbongkar dengan sendirinya. Ki Lengser pun menceritakan bahwa Ibu kandungnya masih hidup dan di asingkan di sebuah hutan. Ciung Wanara sangat bahagia dan segera menjemput ibunya, ia pun menjemput kedua angkatnya.
Sementara itu Dewi Pangrenyep mulai hatinya ketar ketir setelah tahu kalau Ciung Wanara adalah anak bayi yang dibuangnya dulu. Hingga akhirnya kegelisahan dan ke khawatirannya itu pun segera terjawab dan terwujud. Prabu Ciung Wanara setelah tahu apa yang telah dilakukan oleh Dewi Pangrenyep terhadap ibunda dan dirinya sendiri, maka segera membentuk pasukan khusus untuk menangkap Dewi Pangrenyep. Tanpa menemui kesulitan yang berarti Dewi pangrenyep segera tertangkap dan di jebloskan kedalam penjara istana untuk membayar segala kejahatan dan kekejiannya.
Sementara Raden Hariangbanga sangat kaget ketika mengetahui kalau ibundanya tercinta telah ditangkap oleh tentara prabu Ciung Wanara dan dijebloskan ke dalam penjara. Pertarungan antara dua orang adik kakak beda ibu itupun tak dapat terelakan lagi. Pertarungan sengit terus terjadi dan raden Hariangbanga harus berlaku satria dia kalah terdesak oleh adiknya Ciung Wanara.
Setelah pertarungan itu kerajaan Galuh benar benar terbagi menjadi dua. Kerajaan Galuh terbagi dua karena dalam pertarungan tubuh Hariangbanga di lempar oleh Ciung Wanara hingga menyebrangi sungai Cipamali. Dari sejak itulah Kerajaan Galuh terbagi dua.
Akhirnya, Ciung Wanara, Ibunya, dan orang tua angkatnya hidup berbahagia di dalam istananya yang kemudian bernama Pakuan Pajajaran.
Pesan moral dari Cerita Rakyat Sunda : Dongeng Ciung Wanara adalah perbuatan buruk akan mendapatkan balasan dari keburukannya dimasa yang akan datang. Selalu berlaku baik akan membuatmu sukses dan bahagia.