Alkisah pada masa penjajahan Belanda, di tanah Betawi hiduplah seorang kaya keturunan Tionghoa bernama Babah Yong. Pada suatu ketika, Babah Yong yang berdiam di daerah Kemayoran dirampok. Kejadian ini tentu saja mengagetkan warga Kemayoran. Sebagai orang yang dihormati, peristiwa nahas yang menimpa Babah Yong segera ditangani pihak keamanan.
Lurah Kemayoran bersama orang Belanda penguasa daerah itu yang bernama Tuan Ruys, segera mendatangi Babah Yong di rumahnya.
Tuan Ruys rupanya sudah memiliki tersangka di benaknya. Setelah mencermati jejak perampokan, ia berkata kepada sang Lurah.
“Tangkap Asni..”, ujarnya yakin. “Saya yakin sekali kalau ini perbuatan Asni..”, tambahnya dengan logat Belanda yang kental.
Walaupun tak yakin akan perkataan Tuan Ruys, sang Lurah tak dapat membantah. Ia hanya mengiyakan sambil menganggukan kepalanya.
“Baik, Tuan Ruys”, ujarnya singkat.
Asni adalah seorang pemuda yang terkenal gagah berani di Kemayoran. Sikapnya yang tegas seringkali dianggap sebagai pembangkangan oleh pihak Belanda.
Ia sama sekali tak mau menunjukkan rasa hormat kepada orang orang Belanda yang berkeliaran di kampungnya. Itulah sebabnya mengapa Tuan Ruys sebagai penguasa Kemayoran senantiasa mencari cari alasan untuk menangkapnya.
Pagi itu juga Asni yang sedang santai di rumahnya ditangkap.
“Apa salah saya ?”, katanya sambil mencoba melawan. Asni terkejut sekali ia dituduh merampok rumah Babah Yong. “Semalam saya di rumah..”, serunya marah.
“Banyak saksi yang melihat saya di rumah”, tambahnya dengan nada keras.
Penjelasan Asni sia sia. Opas kemayoran yang mendapat perintah dari Tuan Ruys segera memborgol tangan Asni dan membawanya pergi.
Di kantor Opas, Asni dihujani pertanyaan yang tak henti hentinya. Karena merasa dirinya sama sekali tak bersalah, Asni menjawab semua pertanyaan tanpa rasa takut sedikitpun.
“Berkali kali saya bilang saya di rumah semalam..”, katanya sambil memukul meja. Wajah Asni merah padam menahan amarah. Tetangga Asni yang menyusul ke kantor Opas kemayoran juga berteriak teriak di luar.
“Lepaskan Asni..!!, seru mereka. “Kita semua tahu persis dia ada di rumah semalam..”, tambah yang lain.
Mereka tak rela warganya diperlakukan semena mena.
Karena tak ada bukti, akhirnya Asni dilepaskan. Tuan Ruys yang merasa tak puas karena niatnya memenjarakan Asni gagal lagi, segera menghampiri Asni. “Kau boleh bebas sekarang, Asni..”, katanya sambil menatap Asni. “Tapi ingat, ada satu syarat yang harus kau penuhi..”, tambahnya lagi dengan suara berat. Meski tak menyukai Tuan Ruys, Asni mencoba menahan diri. “Syarat apa Tuan ?’, tanyanya ingin tahu. “Kau harus bisa menangkap perampok itu..”, kata Tuan Ruys. “Jika tidak, maka kau yang akan di penjara..”, tambahnya sambil menurunkan tongkat yang dikepit di ketiaknya. Meski tak setuju atas syarat itu, Asni mengiyakan saja. Ia juga ingin tahu siapa perampok yang berani mengusik ketenangan kampungnya. “Baik , Tuan Ruys”, ujarnya singkat sambil berlalu meninggalkan Tuan Ruys.
Keesokan harinya Asni pergi ke Marunda, sebuah daerah yang terletak tak jauh dari Kemayoran. Niatnya ingin mencari tahu sekiranya perampok yang beraksi di rumah Babah Yong berasal dari situ. Ketika melewati perbatasan antara Kemayoran dan Marunda, Asni dihadang oleh beberapa orang penjaga kampung.
“Hei anak muda, mau kemana kau ?”, tanya salah seorang penjaga mengagetkan Asni.
“Maaf bang, saya mau lewat…”, jawab Asni sopan.
Penjaga itu tersinggung pertanyaannya tak dijawab Asni. “saya tanya baik baik malah tidak dijawab”, katanya sambil berkacak pinggang.
Asni akhirnya berhenti melangkah.
“Saya mau ke Marunda, bang..”, jawab Asni singkat. Belum sempat Asni melangkah, salah seorang penjaga mendorong pundaknya agak keras sambil berkata.
“Mau apa kau kemari haaa… ? mau cari gara gara..?”, ujarnya seolah menantang Asni.
Semula Asni diam saja. Beberapa kali ia minta diijinkan lewat namun omongannya dianggap angin lalu. Para penjaga itu malah sibuk bertanya sambil bergantian mendorong Asni. Lama lama kesabaran Asni habis juga. Tak kala Asni terjatuh karena didorong terlalu keras, pemuda itu langsung berdiri dan balas mendorong.
Akhirnya perkelahian tak terelakkan lagi. Lima orang penjaga kampung itu menyerang Asni membabi buta. Namun demikian Asni yang mahir silat dapat mengalahkan mereka dengan mudah.
Lima orang penjaga kampung itupun lari tunggang langgang. Mereka segera menemui kang Bodong, seorang pendekar tersohor di Marunda. Kang Bodong yang merasa tersinggung karena warganya dikalahkan Asni, segera menemui Asni yang masih berada di sekitar pos jaga. Tanpa banyak tanya, kang Bodong langsung menyerang Asni.
Asni hanya menangkis saja jika diserang kang Bodong. Akibatnya kang Bodong menyerang Asni terus terusan hingga ia merasa lelah. Usianya yang tak muda lagi membuat tenaganya gampang terkuras. Kang Bodongpun menyerah kalah.
“Maksud saya kemari bukan mau mencari keributan”, kata Asni kepada kang Bodong. “Saya hanya mau mencari informasi soal perampok di rumah Babah Yong”, tambahnya lagi.
Asni yakin kang Bodong tahu siapa Babah Yong. Babah Yong memang terkenal sampai ke daerah daerah lain diluar Kemayoran.
Belum sempat kang Bodong menjawab, tiba tiba datang seorang gadis menyerang Asni. Sang gadis cukup lincah dengan gerakan gerakan silatnya yang menipu. Namun sayang, ketangkasan gadis itu masih terlalu mudah untuk dikalahkan Asni. Tak memakan waktu lama, Asni dapat melumpuhkan sang gadis.
Gadis itu malu sekali takkala bajunya tersangkut di cabang sebuah pohon pada saat ia melompat hendak menyerang lagi. Dengan sigap, Asni menebas batang pohon itu dengan pedangnya hingga sang gadis terjatuh. Tubuhnya segera ditangkap Asni.
Asni tersenyum menatap sang gadis yang kini berada dalam gendongannya.
“Lumayan cantik juga..”, bisik Asni dalam hati.
Sang Gadis yang masih marah karena kalah bertarung malah semakin tersinggung melihat senyuman Asni. Dengan nada tinggi ia berkata “Ada apa senyum senyum ? cepat lepaskan saya..”, ujarnya sambil meronta melepaskan diri dari gendongan Asni.
“Mirah….Mirah….hahahahaha…. “, ujar kang Bodong sambil tertawa lepas. Rupanya gadis yang bernama Mirah itu adalah putrinya. “Kau berhak menikahi anak gadisku, Asni…”, kata kang Bodong sungguh sungguh sambil menatapnya.
“Aku sudah berjanji akan menikahi Mirah dengan pendekar yang mampu mengalahkannya..”, katanya lagi.
Asni terdiam sejenak. Ia tak menyangka tujuannya ke Marunda untuk mencari perampok malah membawanya menemukan jodoh. Asni melirik Mirah yang menunduk malu disamping ayahnya. Wajahnya yang cantik jadi terlihat tambah menarik.
“Bagaimana ? setuju ?”, tanya kang Bodong mengagetkannya.
“Kalau Mirah mau saya setuju saja..”, jawabnya sambil tersenyum lebar.
Orang orang yang sedari tadi melihat pertarungan itu segera bersorak sorak. Mereka senang karena Mirah, pendekar dari Marunda menemukan jodoh seorang pendekar dari Kemayoran. Kang Bodong segera mengajak Asni ke rumahnya. Ia minta diceritakan apa maksud kedatangan Asni ke Marunda. Setelah mendengar cerita Asni, kang Bodong dan Mirah yakin kalau pelakunya adalah Tirta, seorang pemuda berandal di Marunda. Mereka tahu pasti kalau Tirta telah lama berniat merampok Babah Yong.
Pesta pernikahan Asni dan Mirah berlangsung meriah. Banyak tamu berdatangan dari Marunda dan Kemayoran. Lurah Kemayoran, Tuan Ruys, dan Babah Yong termasuk tamu yang menghadiri pesta itu. Tak dinyana, Tirta si perampok juga datang.
Ia datang bukan sebagai orang yang hendak memberi selamat kepada pengantin. Tirta datang untuk membunuh Asni. Ia sudah mendengar kabar kalau menantu kang Bodong itu berniat menyerahkannya pada opas Kemayoran.
Untunglah kang Bodong yang melihat kehadiran Tirta sudah siap siaga atas kemungkinan buruk yang terjadi. Kang Bodong berhasil menahan tangan Tirta yang hendak mengambil pistol dan menembak Asni. Tarik menarikpun terjadi antara kang Bodong dan Tirta. Tanpa sengaja pistol itu meledak di kantong Tirta. Peluru yang keluar bersarang di perutnya.
Suara tembakan mengagetkan seluruh undangan yang datang. Para wanita dan anak anak menjerit ketakutan. Beberapa orang yang berada disitu segera membawa Tirta yang bersimbah darah ke rumah sakit. Karena kehabisan darah, Tirta tak tertolong lagi. Ia meninggal di perjalanan.
Seminggu setelah pesta pernikahannya, Asni membawa Mirah ke Kemayoran. Kini warga Kemayoran merasa jauh lebih aman setelah kematian Tirta. Lagipula Kemayoran kini mempunyai dua orang pendekar yang merupakan pasangan suami istri Asni dan Mirah.