Pada zaman dahulu di negeri Simeulue, hiduplah seorang raja. Ia memiliki seorang anak laki-laki yang bernama Rohib. Namun, mereka terlalu memanjakannya, sehingga Rohib tumbuh menjadi anak yang manja. Setelah remaja, raja mengirimnya untuk belajar di kota. Tetapi sifat manjanya terbawa ke tempatnya belajar. Suatu hari, Rohib pulang sebelum masa belajar berakhir. Tentu saja, ayahnya sangat marah.
“Hai, Rohib! Mana hasilnya kamu belajar di sana? Sungguh anak tak tahu diuntung! Pengawal, gantung anak ini sampai mati!” perintah Sang Raja.
“Jangan, Kanda! Bagaimana kalau kita suruh ia keluar dari istana saja? Tetapi dengan memberinya uang sebagai modal untuk berdagang,” usul Sang Permaisuri.
“Hmm, baiklah, Dinda.” jawab Sang Raja.
“Bagaimana pendapatmu,Anakku?” tanya Permaisuri kepada Rohib.”Baiklah! Terima kasih, Bunda.” jawab Rohib.
Rohib pun berpamitan kepada orang tuanya. Ia pergi dari satu kampung ke kampung lainnya. Di perjalanan, ia bertemu anak-anak yang sedang menembak burung dengan ketapel.
“Wahai, saudaraku! Kalian jangan menganiaya burung itu!” tegur Si Rohib. “Hei, kamu siapa? Berani-beraninya melarang kami,” hardik seorang anak. “Jika kalian berhenti menembaki burung itu, aku akan memberi kalian uang,” tawar Rohib.
Tawaran Rohib pun diterima anak-anak. Rohib melanjutkan perjalanan dan ia selalu memberi uang kepada orang-orang yang menganiaya binatang. Tanpa disadari, uang untuk modalnya sudah habis. Karena perjalanan sangat melelahkan, Rohib lantas beristirahat di bawah pohon. Tiba-tiba seekor ular besar mendekatinya. Rohib sangat ketakutan.
“Jangan takut, anak muda! Aku adalah Raja Ular di hutan ini,” kata Ular itu. “Kamu sendiri siapa? Kenapa kamu bersedih?” tanya Ular itu.
“Namaku Rohib,” jawab Rohib. Lalu ia menceritakan semua pengalamannya. “Kamu adalah anak yang baik. Kamu pantas mendapatkan hadiah dariku,” tambah ular itu sambil mengeluarkan sesuatu dari mulutnya.
“Benda apa itu?” tanya Si Rohib. “Ini namanya Mentiko Betuah. Apa pun yang kau minta, pasti akan dikabulkan,” jelas Ular itu, lalu pergi meninggalkan Si Rohib.
“Wah, benda ini bisa menolongku dari kemurkaan ayah,” gumam Rohib. Rohib pun kembali ke istana. Sebelumnya, ia memohon kepada Mentiko Betuah agar memberinya uang banyak. Tiba di istana, ayahnya senang karena Rohib membawa uang yang banyak.
Singkat cerita, Rohib membawa Mentiko Betuah kepada tukang emas untuk dijadikan cincin. Namun, tukang emas itu justru membawa kabur benda tersebut. Rohib pun meminta bantuan kepada sahabatnya, yaitu tikus, kucing, dan anjing. Anjing berhasil menemukan jejak Si Tukang Emas. Ketika Si Tukang Emas tengah tertidur, Si Kucing memasukkan ekornya ke lubang hidungnya. Akibatnya tukang emas bersin, sehingga Mentiko Betuah terlempar dari mulutnya. Tikus segera mengambil benda itu. Namun, tikus menipu kedua temannya bahwa Mentiko Betuah terjatuh ke dalam sungai. Kedua temannya pun panik dan segera mencarinya ke dasar sungai, sedangkan Si Tikus segera memberikan Mentiko Betuah kepada Rohib.
Ketika Si Kucing dan Si Anjing menghadap Rohib, mereka sangat terkejut bahwa Mentiko Betuah itu sudah kembali ke tangan Rohib. Rupanya perilaku licik tikus segera tercium oleh kucing dan anjing. Keduanya marah besar terhadap perbuatan curang tikus. Sejak itulah anjing dan kucing membenci tikus sampai saat ini.