Di sebuah rumah orang kaya, tinggallah kucing yang yang gemuk karena selalu dipelihara tuannya dengan baik. Kucing itu disayangi seperti anggota keluarga sendiri. Ia tidak pernah telat makan karena tidak perlu mencari-cari makan seperti kucing liar. Seandainya ia dilepaskan di alam bebas mungkin juga tak akan bertahan. Ia tidak punya kemampuan berburu mangsanya untuk survival.
Ketika kucing sedang bermalas-malasan di keranjang tempat tidurnya, datang seekor anak tikus mendekatinya. “Hai Kucing, bolehkah aku minta sedikit susu di tempat minummu itu?” “Hmm, memangnya kamu tidak disusui ibumu?” “Ibuku sedang sakit. Ia cuma tidur saja tiga hari ini?” “Baiklah. Minumlah sesukamu. Tapi jangan dihabiskan.” “Terima kasih. Kau kucing yang baik.”
Tak lama kemudian Juragan kucing terdengar keluar dari kamar tidurnya. “Sst… sembunyilah.” “Ada apa?” “Juraganku bangun. Cepat pergi!”
Tikus kecil itu segera masuk ke sarangnya dan menemui ibunya yang sedang sakit. Ia menceritakan yang baru saja dialaminya. “Apa ibu mau aku mintakan makanan ke kucing itu?” “Itu berbahaya untukmu, Nak.” “Kucingnya baik Bu.” “Mungkin ia berpura-pura baik.” Anak tikus terdiam mendengar nasihat ibunya. Tapi dalam hati ia yakin bahwa kucing itu baik.
Karena kasihan melihat ibunya, anak tikus tanpa sepengetahuan dan izin ibunya menemui kucing lagi untuk meminta makanan. “Hai kucing, bolehkah aku minta makananmu sedikit saja untuk ibuku yang sedang sakit?” “Oh, kamu lagi. Apa tadi, siapa yang sakit?” “Ibuku.” “Ya. Ambillah sesukamu tapi sisakan sedikit untukku.” “Terima kasih. Kau kucing yang baik sekali.” “Ya. Sudah cepat berikan makanannya kepada ibumu.” “Ya. Terima kasih.”
Pada suatu malam juragan kucing ditamui oleh teman lamanya yang suka bertaruh. Apa saja bisa dibuat taruhan olehnya. “Hai Toto, rupanya kau punya kucing peliharaan.” “Ya, untuk menemaniku.” “Apakah ia pintar dan bisa berburu tikus?” “Semua kucing pasti bisa berburu Tomy.” “Aku gak percaya sama kucing ini bisa menangkap tikus. Ayo bertaruh,” katanya sambil membanting segepok uang di atas meja. “Tapi bagaimana caranya?” “Ya, bagaimana ya?” Mereka bingung mencari tikusnya sehingga sepakat menunda taruhan hingga besok. Kucing pura-pura tidur tapi menguping percakapan kedua orang tersebut. Ia pun punya akal licik supaya juragannya memenangi taruhan itu.
“Hai kucing.” “Hai Tikus, sini. Aku ada perlu sama kamu.” “Perlu apa kucing?” “Sini mendekatlah. Aku tak akan menyakitimu.” “Sungguh?” “Ya. Percayalah.”
“Begini tikus, tadi juraganku, yang punya rumah ini, bertaruh dengan tamunya bahwa aku tak mampu berburu menangkap tikus.” “Terus?” “Ayo berpura-pura agar juraganku menang. Kalau menang juraganku tentu memberiku makanan dan susu yang lezat. Kamu akan mendapatkannya pula dariku.” “Caranya bagaimana?” “Besok orangnya ke sini lagi. Saat itu keluarlah dan aku akan mengejar dan menangkapmu. Aku akan pura-pura mengigitmu dan kau pura-puralah mati.” “Oh, begitu. Baiklah. Aku mau. Tapi jangan lupa dan jangan mengingkari janjimu.” “Tentu tikus. Cuma kamu sebenarnya kawanku di rumah ini.”
Besoknya kawan juragan kucing benar-benar datang lagi dengan membawa seekor tikus dalam sebuah toples kaca yang bening. Mereka berbincang-bincang di ruang tamu. Pada saat ia duduk di kursi tiba tikus melompat ke pangkuannya sehingga ia kaget bukan main. Ia menjerit. Ternyata ia takut dengan tikus. Tikus yang dibawanya terjatuh dan tutup toplesnya terbuka sehingga tikusnya dapat kabur. Sementara kucing segera mengejar tikus temannya dengan garangnya.
Tak lama kemudian tikus itu ditangkapnya dan digigitnya di mulutnya. Kemudian tikus berpura-pura mati. Kucing pura-pura mencengkeram tikus itu. “Hayo. Kalah kau. Ini uangku. Ternyata kucingku pandai berburu tikus,” kata juragan dengan bangganya kemudian menggendong kucingnya.
Di saat semua tidak memperhatikannya tikus menyelinap masuk ke sarangnya. Ternyata tikus yang dibawa tamu juga berlindung di sana. Dia menceritakan kejadian yang dialami anak tikus. “Syukurlah Nak, kamu selamat,” kata ibu tikus. “Itu tadi cuma sandiwara kok Bu,” Jawab anak tikus. “Maksudmu?” tanya tikus satunya. “Aku dan kucing sebenarnya berteman baik.” “Apa?” “Dia kucing yang baik. Aku sering minta makanan dan susu kepadanya.” “Dan dia memberimu?” “Ya. Kalau tidak percaya besok kita buktikan. Besok dia dapat makanan enak dari juragannya. Ayo kita minta.” “Enggaklah. Aku takut.”
Sejak itu ketiga tikus itu tinggal di rumah itu dan berkawan dengan si kucing. Mereka telah menghapus cerita bahwa kucing dan tikus selalu bermusuhan dan tidak bisa hidup berdampingan.