Pada zaman dahulu kala di negeri fauna hiduplah seekor kuda poni yang sombong. Ia membanggakan sekali tubuhnya yang ramping dan berbulu indah serta mata yang lentik serta wajah yang cantik. Namanya Pony.
“Hai Belang, lihatlah dirimu yang gembrot dan tak cantik?” “Apa? Kau merasa cantik?” “Aduuh. Kamu itu bukan punya tubuh yang ideal tetapi sesungguhnya kamu itu kerdil. Tubuhmu itu mengalami kelainan. Tahukah kamu?” “Hei, jangan bacot. Kamu itu iri kepadaku!” “Terserahlah apa katamu, Pony? Coba tanyakan kepada yang lain.” “Huuh.” “Menurutku sebaiknya kita membanggakan kelebihan kita, bukan kekurangan. Begitu kan?” “Aku bangga dengan diriku sendiri.” “Bolehlah. Tapi jangan terlalu membangga-banggakan diri sebab itu terlihat naif bagi yang lain.”
Bukannya mengintropeksi diri, Pony sejak itu semakin sombong memamerkan kecantikan dirinya kepada semua warga negeri kuda bahkan negeri fauna yang lain. Setiap hewan penghuni negeri fauna itu ia pameri kecantikan dirinya.
“Hello Cheleng,” “Hai Pony.” “Sedang apa kau Cheleng? Kenapa mandi di lumpur? Lihatlah wajahmu buruk sekali.” “Aduh, bulumu bau sekali.” “Biarin. Pergi sana jangan mengganggu dan menghinaku,” jawab Cheleng. Pony melenggang meninggalkan Cheleng.
Akhirnya Pony bertemu dengan Kancil, hewan yang terkenal cerdik dan pandai di negeri fauna. “Cil, apakah aku cantik?” “Tentu Pony. Kaulah makhluk tercantik di negeri fauna ini. Siapa yang meragukannya? Siapa yang bilang kamu jelek?” “Kuda belang.” “Oh… begitu. Mungkin ia hanya iri kepadamu.” “Dia seperti tempat penyeberangan pejalan kaki di jalan raya.” “Di mana itu?”. “Di dunia manusia. Walaupun tidak cantik kuda belang menginspirasi manusia untuk keselamatan penyeberang jalan. Namanya Zebra Cross.” “Kalo aku menginspirasi apa?” “Kamu? Setahuku kamu menginspirasi keglamoran manusia, utamanya selebriti, pada pesta-pesta. “Wouw… benar begitu, Cil?” “Ya. Makanya, besok adakan pesta-pesta. Undang kami semua. Dan jangan lupa sediakan hidangan yang mewah. Semua akan semakin memuji kecantikanmu.” “Baiklah, Cil. Aku akan buat pesta besar.” “Tapi namanya pesta apa?” “Ulang tahunmu, Pony?” “Oh, iya. Terima kasih Kancil.” Kancil tersenyum dalam hati telah mengerjai Pony. Setidaknya akan ada pesta dan makan gratis besok.
Malam itu rumah Pony sudah dihias aneka bunga dan daun-daun yang indah untuk pesta ulang tahunnya. Pony berdandan secantik-cantiknya. Kodok dan burung-burung yang pandai bernyanyi sudah bersiap untuk menyemarakkan acara ulang tahun Pony. Mereka akan berkolaborasi menciptakan orkestra alami yang mengagumkan. Seribu kunang-kunang berkumpul membentuk neon alami yang luar biasa. Warna kuning cerah kehijau-hijauan berkelip-kelip. Tak ada rumah seindah rumah Pony malam itu.
“Selamat malam Pony. Kau cantik sekali malam ini,” sapa Kancil. “Selamat malam Kancil. Terima kasih. Mari masuk.” “Mana yang lain? Kok belum datang?” “Sebentar lagi. Mereka masih di perjalanan.” “Baiklah kita tunggu.”
Sebentar kemudian rombongan semua negeri fauna datang. Orkestra telah bernyanyi merdu. Semua langsung dijamu makan-makan oleh Pony. Tak lupa mereka bersama-sama menyanyikan lagu “Happy Birthday to You” dan “Panjang Umurnya.” Malam yang disinari purnama penuh itu benar-benar meriah dan semarak. Semua bergembira, utamanya Pony.
“Met ultah Pony, semoga panjang umur dan tetap cantik?” ucap Kuching. “Terima kasih. Ayo nikmati hidangannya. Jangan sungkan-sungkan,” kata Pony. Malam terus merangkak namun pesta belum juga akan berakhir.
Di tengah kemeriahan pesta tiba-tiba terdengar letupan senjata api dari seorang pemburu. “Dor.” “Dor.” “Dor.” “Ada pemburu… lari…” kata monyet. Semua berlari menyelamatkan diri masing-masing. Semua ketakutan sekali.
“Tangkap kuda kecil itu” terdengar pemburu memerintah temannya. “Tolong… tolong…” teriak Pony dengan sekencang-kencangnya. Tapi semua temannya sudah pergi entah ke mana. Pemburu menangkapnya dan memasukkannya ke dalam kurungan yang kuat terbuat dari kayu. Ia meronta-ronta berusaha menyelematkan diri. Tapi kurungan itu terlalu kuat.
Di saat yang paling genting, datanglah Cheleng. Dengan kekuatan penuh ia menubruk kurungan itu sehingga berantakan dan Pony bisa keluar meloloskan diri. “Terima kasih Cheleng. Kau telah menyelamatkan hidupku. Maafkan aku tempo hari telah menghinamu. “Ya, Pony. Sekarang kamu tahu kan kecantikanmu tak bisa menyelamatkan dirimu. Dan tahukah kamu bahwa sebenarnya Kancil hanya memperdayaimu. Mereka hanya kawan dikala suka saja. Dikala susah mereka meninggalkanmu. Maka jangan sombong. Setiap makhluk punya kelebihan masing-masing.”
Sejak itu Pony menjadi tidak sombong lagi dan selalu berkata-kata baik kepada seluruh penghuni negeri fauna dan tidak lagi menyombongkan kecantikannya.