Pagi ini, aku sangat bersemangat. Karena sepupuku, Nadia akan datang dan menginap di rumahku kurang lebih seminggu. Oya, aku Ellen, orang-orang biasa memanggilku seperti itu. Tapi, kalau di keluarga, aku biasa dipanggil Ell.
“Ell! Ayo, ke bandara! Kita jemput Nadia dan keluarganya!” seru kakakku, Kak Amy. “Oke, siap, Kak!”
Aku segera masuk ke mobil dan berangkat menuju bandara London Heathrow Airport karena aku memang tinggal di London. Karena sekarang sedang musim salju, selama di perjalanan, aku melihat banyak anak-anak yang sedang bermain lempar-lemparan salju, dan membuat boneka salju. Memang, hari ini anak-anak sedang libur.
Setelah dua puluh lima menit perjalanan, kami akhirnya sampai juga di bandara, kulihat pesawat yang ditumpangi Nadia tidak ada lagi jadwalnya.. Wah, kenapa, ya? Apa kita salah hari? batinku di dalam hati.
“Duar! Hello, Ell. Baru sampai? Kita sudah nunggu kalian satu jam, niatnya, sih, mau pesan taksi, tapi kalian sudah datang duluan,” kejut seseorang. Sepertinya aku mengenali wajah orang ini, dia itu adalah … “NADIA! Udah lama nggak ketemu, makin chubby aja,” ledekku. “Ah, dari dulu kamu begitu terus, Ell. Oia, di sini enak, ya, ada musim salju,” balasnya. Aku mengangguk.
Kami pun saling bersalaman dan langsung masuk ke mobil, sementara bapak-bapaknya memindahkan barang ke bagasi mobil. Lalu kita pun langsung menuju ke rumah dan beristirahat sejenak, sorenya, kita jalan-jalan untuk melihat indahnya London Eye. Sebelum pulang, kita makan malam di sebuah restoran kecil bernama Little Pigeon. Karena aku mempunyai kasur tingkat, dan sebuah springbed di laci kasur bawah, jadilah aku tidur di bagian paling atas, Nadia tidur di bagian bawah, dan Kak Amy di springbed.
Bip, bip, bip, bip! Alarmku berbunyi, it’s time for sholat Subuh! Aku dan Nadia membangunkan Kak Amy yang masih ngiler dengan jam wekerku yang kusetting agar hari Sabtu dan Minggu tidak malas bangun.
“Kak Amy, bangun, Kak! Subuhan dulu! Pagi nanti, kan, mau main ice skating!” seru Nadia sangat bersemangat. “Oke, oke, habis sholat subuh kakak tidur lagi, ya? Entar kakak nyusul, deh,” kata Kak Amy yang matanya masih tertutup dan melanjutkan tidurnya. “YAAAHHH!!!” keluhku dan Nadia.
Setelah sarapan, aku, Nadia, dan adik-adik kita yaitu Merryl dan Nahda segera pergi ke halaman rumahku untuk bermain salju sambil menunggu ayahku memanaskan mobil, karena kami akan pergi ke satu tempat dengan empat permainan, yaitu seluncur salju, ski, ice skating, snowland (tanah kosong yang ditutupi salju), dan icy snow playground untuk anak-anak yang umurnya kurang dari tujuh tahun.
“Eh! Ayo! Mobilnya sudah siap! Kita pergi sekarang, yuk!” ajak Kak Amy. “AYO!!!” seru kami.
Sebelum masuk, kita harus membeli tiket, yaitu gelang berlogo manusia salju atau yang biasanya disebut snowman. Setelah itu, kita mencoba untuk bermain ice skating, kami diberi sepatu yang bentuknya seperti sepatu roda, namun, di bagian solnya memakai besi atau logam yang berbentuk lurus. Gunanya adalah supaya kita dapat meluncur di es, kalau pakai sepatu biasa, kepleset, dong?
“Ell, capek, nih. Kita main di snowland aja, yuk? Ternyata main ice skating susah juga, ya. Capek, pula,” kata Nadia. “Eh, kenapa bengong? Laper?” Aku mengangguk. “Eh, beli permen kapas, yuk sama minuman!” “Ell! Bayarnya gimana? Aku nggak punya uang poundsterling …,” ucap Nadia. “Udah, aku bayarin aja, aku bawa uangnya, kok.” “Oke, Ell. Thanks banyak, yah!”
Kami membeli permen kapas, kentang goreng, dan bubblegum ice. Karena kekenyangan dan kelelahan, kami pun tak sengaja tertidur di kursi istirahat, akibatnya, banyak orang yang memperhatikan kami. Saat terbangun, aku sudah ada di mobil karena dipindahkan ayahku. Kata ayahku, kami sudah dicari sampai ke wahana ski yang letaknya paling jauh. Jadinya kami tidak bermain di snowland karena ketiduran. Hehehe …
Sesampainya di rumah, aku mendengar kabar yang tidak enak, yaitu Nadia harus pulang seminggu lagi. Jadi seminggu sebelum kepulangan Nadia ke Indonesia, kita manfaatkan untuk jalan-jalan, dan menjelajahi kota London. Banyak sekali cerita seruku bersama Nadia di kota London ini.
Waktu sudah berganti, genap satu bulan setelah kepulangan ke Indonesia, saat aku pulang sekolah mamaku memberitahu jika dua minggu lagi aku juga akan liburan ke Indonesia. Wah, pasti seru, nih. Indonesia, I’m coming!
Dua minggu kemudian … Hari ini, aku bangun lebih awal dari sebelumnya, yaitu jam 03.30, atau lebih tepatnya jam setengah empat pagi, karena aku juga harus prepare untuk ke Indonesia. Karena masih banyak waktu yang tersisa, jadi, aku dan keluargaku sholat Subuh di Fazl Mosque, salah satu masjid yang terkenal di London. Ruangannya luas dan sejuk, pokoknya kalau disuruh tinggal di sini tanpa gadget aku betah, deh!
Sepulangnya dari masjid, aku dan Kak Amy berbelanja beberapa snack untuk ngemil di pesawat. Walaupun tokonya agak jauh dari rumahku, tapi kita tetap jalan kaki. Biar sehat! Aku dan kakak hanya membeli dua susu kotak ukuran kecil, dua buah permen karet, dua roti gandum, dan biskuit. Untuk yang lainnya, semuanya ada di rumah.
“Ayo, kita berangkat!” ajak ayah saat kita sampai di rumah. Kami pun segera mengambil tas dan memasukkan snack yang kita ke dalamnya. Lalu setelah itu aku dan keluargaku langsung masuk ke dalam mobil dan menuju ke bandara …
Singkat cerita, kami sudah ada di dalam pesawat, dan akan menuju ke Padang, tempat tinggal Nadia. Jarak dari London ke Padang menggunakan pesawat lamanya delapan belas jam tiga puluh menit, itupun termasuk transit. Jadinya, kita ambil waktu berangkat jam enam tiga puluh pagi. Udah nggak sabar! Indonesia, I’m coming for the first time, batinku.
Kami sampai di Padang saat dini hari, dijemput oleh ayahnya Nadia. Selama di perjalanan, aku hanya melihat keluar jendela. Dari bandara ke rumah Nadia, hanya memakan waktu sekitar dua puluh menit saja. Sampai di rumah Nadia, aku langsung tertidur nyenyak … Zzz … zzz …
Paginya, kami pergi ke pasar untuk membeli daging sapi dan bubuk pala. Tebak, kami mau memasak apa …? Yup! Kita bakalan memasak rendang sapi yang enak dan empuk ala Tante Aisyah (ibunya Nadia). Dan ini kedua kalinya aku makan rendang sapi, aku pertama kali makan rendang sapi saat aku masih berumur lima tahun, dan itupun rendangnya masih coba-coba karena mamaku dikirimi resep membuat rendang oleh salah satu temannya yang berada di Indonesia. Karena bahan-bahan rendang sangat mahal di London, akhirnya mamaku hanya membuatnya dari santan dan kecap saja. Tapi, itu bukan rendang, ya? Hihihi …
Aku dan Nadia membantu untuk memotong-motong daging sapi. Oia, kata tante Aisyah, daging sapinya dipotong tipis-tipis agar mudah matang, bisa juga biar dagingnya empuk, dibaluri dengan nanas muda yang sudah diblender. Karena nanas muda memiliki enzim bromelin yang ampuh untuk menguraikan serat daging sapi.
“Sejak kapan kamu bikin rendang kayak gini?” tanyaku kepada Nadia. “Dari kelas satu SD. Waktu itu lebaran, dan aku pengen ikut-ikutan nyoba bikin rendang, Ternyata gampang banget, jadinya setiap lebaran, aku bantuin bundaku masak rendang,” jawabnya. “Emang kamu bantu apa?” “Bantu motong-motong daging sama bantu makan.” “Yaelah … kalau motong daging sama bantu makan aja aku bisa, hahaha.” Kami pun tertawa bersama.
Proses memasak rendang sapi ini membutuhkan waktu yang cukup lama dan cara memasaknya pun cukup rumit. Kata tante Aisyah, dia bikin rendang sapi ini karena ada VIP guest atau tamu istimewa.
Saat aku sedang bermain-main bersama Nadia di halaman belakang rumah, tercium bau harum yang sangat enak, dan asalnya dari arah dapur! Sepertinya, rendangnya sudah selesai dimasak, nih. Aku dan Nahda berlomba-lomba untuk mendapatkan rendang dan es timun yang super duper enak itu. Selain makan rendang yang khas ala Padang, aku dan keluargaku menikmati keindahan Indonesia khusunya kota Padang. Kita berkunjung ke Jam Gadang, Museum Adityawarman, Jembatan Siti Nurbaya, dan Monumen Merpati Perdamaian. Sampai akhirnya aku harus pulang kembali ke London. Semuanya sangat berkesan, terutama rendang bikinan tante Aisyah yang sangat enak itu.
Setiap negara pasti mempunyai kuliner tersendiri, dan cerita tersendiri. Ayo, cintai negara kalian masing-masing!