Kakek Ahmad adalah seorang dalang dalam seni pagelaran wayang kulit. Di desa Bagas, hanya dia satu-satunya yang masih hidup dan masih menekuni profesinya dibalik pekerjaannya sebagai petani dan pedagang sayuran. Bagas dan teman-temannya suka sekali bermain ke rumah Kakek Ahmad sambil mendengar ceritanya tentang para tokoh pewayangan.
Suatu hari di sekolah, mereka akan berpartisipasi mengikuti festival seni budaya bersama sekolah lainnya, sehingga kegiatan belajar diganti dengan latihan persiapan untuk mengikuti festival seni budaya. Banyak sekali anak-anak dari kelas lain di sekolah Bagas yang sibuk untuk latihan dengan banyak pertunjukkan yang akan mereka bawa, kelas Bagas mendapat bagian untuk memberikan pertunjukan seni wayang kulit. Maka sepulang sekolah, Bagas dan teman-temannya segera pergi ke rumah Kakek Ahmad lalu menceritakannya kepada pria tua tersebut. Setelah mendengar cerita mereka, Kakek Ahmad merasa senang bisa mengajarkan seni wayang kulit kepada mereka dan menyuruh mereka untuk datang besok.
Keesokan harinya sepulang sekolah, mereka segera mulai latihan di rumah Kakek Ahmad, disana Bagas dan teman-teman berusaha untuk mempelajari apa yang Kakek Ahmad ajar guna mempersiapkan untuk tampil di festival seni budaya nanti. Bagas mendapat bagian menjadi dalangnya dalam pertunjukan wayang kulit.
Selama seminggu mereka latihan di rumah Kakek Ahmas, bahkan teman bagas yang perempuan ikut hadir dan akan menjadi sindennya. Akan tetapi menjelang festival, mereka mendapat kabar kalau Kakek Ahmad masuk rumah sakit akibat tertabrak mobil saat pulang dari pasar dan mengalami patah tulang di lengan dan kaki kirinya.
“Bagas, bagaimana ini? Kita nggak bisa latihan kalau Kakek Ahmad tidak ada?” Tanya Danu. Semua yang berkumpul di rumah Kakek Ahmad juga punya pertanyaan yang sama.
Bagas diam sejenak sambil memikirkan sebuah solusi sampai akhirnya dia berseru. “Aku punya ide! Bagaimana kalau kita tetap latihan seperti biasanya, anggap saja Kakek Ahmad ada disini. Kalian masih ingat kan dengan ilmu yang sudah Kakek Ahmad ajar kepada kita!”.
Teman-temannya mengangguk setuju, lantas mereka segera mengeluarkan peralatan musik tradisional dan kotak besar berisi wayang kulit. Begitu juga dengan teman perempuan mereka yang segera mengambil posisi masing-masing sebagai sinden dan kemudian mereka segera mulai latihan seperti biasanya.
Dua minggu kemudian festival seni budaya telah tiba. Banyak sekali peserta dari sekolah lain yang tampil hingga giliran Bagas dan teman-temannya untuk tampil diatas panggung. Suara alat musik tradisional segera terdengar yang diiringi nyanyian sinden, semua penonton yang hadir tampak terkesima melihat pertunjukan wayang kulit tersebut, terlebih Bagas yang menghayati perannya sebagai seorang dalang cilik. Setelah pertunjukan wayang kulit berakhir, mereka mendapat banyak tepuk tangan dan sorakan dari para penonton.
Berkat usaha latihan mereka bersama Kakek Ahmad, mereka berhasil mendapat juara. Setelah festival berakhir mereka segera pergi ke rumah sakit untuk menjenguk Kakek Ahmad yang masih dirawat disana. Sesampainya disana, Kakek Ahmad terlihat senang melihat kedatangan Bagas dan teman-temannya, mereka segera menceritakan pengalaman saat tampil di panggung kepada pria itu.
“Syukurlah… kakek senang mendengarnya! Kakek sangat berharap kalian bisa menjaga kelestrian wayang kulit sebagai budaya kita!” Ucap Kakek Ahmad senang. “Tapi..! Kami tidak bisa sehebat yang Kakek lakukan. Apakah kami bisa?” Tanya Dadang. “Tidak apa-apa, jika kalian sering latihan maka kalian pasti bisa seperti Kakek!” Sahut Kakek Ahmad memberi semangat.
Setelah mendengar kata Kakek Ahmad, mereka terlihat sangat senang dan bersemangat untuk terus latihan bermain wayang kulit. Dua minggu kemudian Kakek Ahmad sudah pulang dari rumah sakit untuk melihat Bagas dan teman-temannya latihan. Dan tanpa mereka sadari, banyak anak-anak yang kebetulan lewat atau hanya penasaran untuk mendekat dan menonton sehingga banyak anak-anak yang datang ke rumah Kakek Ahmad untuk melihat pagelaran wayang kulit berisi anak-anak dan Bagas sebagai dalangnya.
Tamat