Cloudy adalah gadis kecil yang nyaris tidak mempunyai teman. Kemiskinan dan kesenjangan sosial membuat gadis kecil itu sulit diterima. Cloudy tinggal bersama neneknya yang sudah tua, nek Ima. Tidak ada keceriaan di wajah Cloudy, namun juga tidak ada kesedihan. Wajahnya datar, tanpa ekspresi. Cloudy bahkan lupa kapan terakhir ia tertawa lepas. Ditinggal orangtua membuatnya keras pada diri sendiri. Namun Cloudy tetap bersyukur masih dirawat oleh nek Ima.
Suatu hari Cloudy disuruh nek Ima pergi ke pasar untuk membeli beberapa keperluan dapur. Letak pasar yang cukup jauh mengharuskan Cloudy berangkat menggunakan sepedanya. Di perjalanan, Cloudy melihat seekor kucing yang kakinya terluka parah. Kucing tersebut bewarna putih, matanya biru dan bulunya panjang. Kucing tersebut masih kecil dan tidak bisa bergerak. Melihat itu, Cloudy segera turun dari sepedanya dan menolong kucing tersebut. “Kasihan sekali kamu,” ujar Cloudy. Cloudy mengelus kucing tersebut dan merobek pinggiran bajunya untuk membalut kaki kucing yang terluka itu. Cloudy ingin segera membawa kucing tersebut ke rumah, akan tetapi ia harus berbelanja terlebih dahulu. Tidak kehilangan akal, Cloudy memasukkan kucing itu ke dalam keranjangnya. Lalu Cloudy melanjutkan perjalanan.
Sesampainya di pasar, Cloudy segera berbelanja ikan dan sayur-sayuran lalu memasukkannya ke dalam kantong plastik. Cloudy tetap tenang, walaupun kucing yang ada di keranjangnya masih kesakitan. Selesai berbelanja, Cloudy segera pulang ke rumah. Nek Ima sedang menjemur biji cokelat yang biasanya akan dijual pada hari minggu. Nek Ima beberapa kali memegang punggungnya yang sudah bungkuk. Lelah. Usia senja telah menguras energi nek Ima. Kalaupun ada rezeki, nek Ima gunakan untuk kebutuhan sekolah Cloudy, bukan untuk mengobati punggungnya.
“Ody sudah pulang toh,” ucap nenek menghampiri Cloudy yang memarkir sepedanya. “Sudah nek, duhh Cloudy kan udah bilang nenek jangan capek-capek,” ujar Cloudy gusar. Namun nek Ima hanya tersenyum. Nek Ima memang senang mengerjakan sesuatu, kalau tidak ada kegiatan, maka nek Ima akan sakit. Cloudy dan nek Ima lalu masuk ke dalam rumah. Cloudy lalu mengeluarkan kucing yang ia tolong.
“Loh kucing siapa ini? Kasihannya…,” ujar nenek dan membawakan kucing tersebut ikan asin dan air. “Tadi Cloudy nemu di jalan nek, tidak tahu punya siapa, kasihan sekali,” ujar Cloudy mengelus kucing tersebut. Cloudy senang bahwa nek Ima juga menyayangi kucing. Cloudy memberikan nama kucing tersebut dengan nama si Putih. Cloudy tahu jika kucing tersebut bukan miliknya, akan tetapi kehadiran si Putih membuat hati Cloudy sedikit bewarna. Si Putih dengan tingkahnya yang menggemaskan membuat hari-hari Cloudy tidak terlalu kesepian.
Tiga hari kemudian, selepas pulang sekolah Cloudy menemukan pamflet yang ditempel pada dinding. Biasanya orang-orang menggunakannya untuk mencari orang hilang, namun yang dilihat Cloudy adalah gambar seekor kucing. Diperhatikan benar oleh Cloudy, gambar kucing tersebut tampak tidak asing, mirip si Putih. Cloudy segera mencatat nomor telepon yang tertera pada pamflet pencarian tersebut. Kemudian Cloudy mengayuh sepedanya cepat menuju rumah.
Dalam perjalanan menuju rumah, Cloudy menangis. Firasatnya mengatakan bahwa sebentar lagi ia akan berpisah dengan si Putih. Tersadar akan satu hal, Cloudy segera menghapus air matanya ketika sampai di rumah. Nek Ima tidak boleh tahu kalau ia menangis.
“Nek, neneek!” panggil Cloudy ketika ia sampai di rumah. Nek Ima keluar tergesa-gesa, dia pikir Cloudy kenapa-kenapa. “Kenapa Ody?” tanya nenek. Dengan nafas yang masih ngos-ngosan, Cloudy melihat ke sekeliling. “Si Putih mana nek?” tanya Cloudy. “Ada, lagi tidur di dalam, udah nenek kasih makan,” jawab nek Ima.
“Jadi begini nek, tadi Cloudy lihat pamflet pencarian kucing yang hilang, kucing itu sangat mirip dengan si Putih. Ini nomor telepon pemiliknya,” ujar Cloudy sembari memberikan selembar kertas yang berisi nomor telepon. Cloudy sebenarnya tidak rela jika si Putih memang benar-benar kucing yang dicari dalam pamflet tersebut, pasalnya si Putih telah mengubah hari-hari Cloudy yang murung menjadi ceria.
“Coba Ody telpon nomor itu, kalau si Putih memang milik orang itu ya ikhlaskan saja,” tutur nenek lembut.
Cloudy lalu mengambil handphonenya, walau dengan berat hati, Cloudy segera menekan nomor-nomor yang sesuai dengan yang ia catat. Cloudy menghembuskan nafas berat, satu kali klik, maka Cloudy akan terhubung dengan orang yang mencari kucing itu.
“Sudah, telpon saja…, kasihan mereka kehilangan,” imbuh nek Ima. Sejak kecil Cloudy memang diarkan nek Ima tentang keikhlasan. “Baik nek,” ujar Cloudy sembari mengelus si Putih dengan sayang. Cloudy ikhlas jika si Putih tidak bersamanya lagi. Lalu Cloudy segera menelepon nomor tersebut.
Keesokan harinya, sebuah mobil bewarna putih datang ke rumah Cloudy. “Mungkin itu pemilik kucing ini,” ucap Nek Ima. Cloudy hanya mengangguk pasrah. Tak lama kemudian turun seorang anak perempuan yang sebaya dengannya. Lalu diikuti Ibu dan Ayah anak tersebut. Anak itu mendekati Cloudy, tepatnya segera mengambil si Putih dari tangan Cloudy. “akhirnya, kamu ketemu juga Lili…,” ujar anak tersebut sambil menatap Cloudy haru.
Tanpa Cloudy sadari, gemerisik angin membawakan kabar baik bahwa anak perempuan tersebut menjadi sahabat terbaik Cloudy di masa depan.