Adalah seorang siswa perempuan bernama Suci, yang lahir dari keluarga miskin. Ayahnya sudah tiada dan ibunya sebagai tulang punggung keluarga mencari nafkah dengan berjualan kue di pasar. Suci beruntung bisa tetap bersekolah dengan beasiswa karena Suci anak yang pintar. Sekolah membebaskan Suci dari uang sekolah, buku dan seragam. Setiap harinya Suci bangun pukul tiga dini hari untuk membantu ibunya membuat kue untuk dijual di pasar. Suci tidak pernah mengeluh dan selalu gembira saat membantu ibunya.
Sambil membuat kue, Suci selalu berdoa semoga kue buatannya hari ini bisa terjual semua. “Bu, aku berdoa semoga kue buatan kita hari ini terjual semua ya, Bu.”, ujar Suci. Ibu pun menjawab, “Jangan lupa nanti kamu sholat subuh yang anakku, semoga hari ini keluarga kita diberikan kemudahan, dan Suci pun bisa mengerjakan ulangan hari ini dengan baik.”
Keluarga Suci sangat taat beribadah, mereka selalu mengawali hari dengan sholat subuh dan berharap agar mereka bisa melalui hari demi hari dengan baik. Ibu selalu mengajarkan nilai-nilai agama yang baik kepada Suci. Walaupun keluarga mereka miskin, namun mereka pantang untuk meminta apalagi dikasihani. Suci pun terdidik menjadi anak pekerja keras yang pantang menyerah. Suci selalu mendapatkan beasiswa dari sekolah selain karena berasal dari keluarga miskin namun juga karena nilainya yang baik. Suci selalu juara kelas setiap tahunnya.
Setelah membantu Ibu dan sembari menunggu kue-kue buatannya matang, Suci bergegas mandi, melaksanakan sholat subuh dan mengenakan seragam sekolahnya. Ibu pun masih mengerjakan kue-kue dan juga bekal makan siang untuk Suci. Kemudian, Suci kembali membantu Ibu untuk mengemas kue-kue ke dalam wadah untuk berjualan. Ibu dan Suci berangkat bersama menuju pasar tempat Ibu berjualan lalu kemudian baru berjalan menuju sekolah. Tak lupa Suci mengemas kue untuk bekalnya sarapan dan juga bekal makan siangnya agar tidak perlu jajan di sekolah. Suci selalu ingat bahwa hemat itu pangkal kaya. Lagipula, membawa bekal sendiri dari rumah lebih sehat dibandingkan jajan di sekolah.
“Ibu, aku izin berangkat ke sekolah dulu ya bu”, Suci mengucap salam sambil mencium punggung tangan Ibunya. “Hati-hati ya, nak. Jangan lupa bekalnya dibawa”, sahut Ibu.
Di ujung pasar, Suci bertemu dengan Dania, anak pemilik kios ayam potong. Dania dan Suci sama-sama bersekolah di sekolah yang sama, di SMP Negeri 05. Dania dan Suci berteman baik. Dania yang berasal keluarga yang cukup mampu selalu berbagi dengan Suci. Namun, Dania tidak sepintar Suci. Terkadang Suci menawarkan bantuan untuk berbagi ilmu dengan Dania. Mereka bisa berteman baik karena klop dan bisa saling melengkapi satu sama lain. “Suci, kamu sudah belajar untuk ulangan hari ini? Aku kok masih kurang paham ya, padahal aku udah berulang kali belajar”, ujar Dania. “Nanti ulang lagi yuk sama aku jadi mungkin kamu bisa lebih paham”, sahut Suci. “Asyik, terimakasih Suci. Kamu memang teman terbaik”, peluk Dania.
Sesampainya mereka di sekolah, Suci dan Dani langsung menuju bangku tempat mereka duduk. Kebetulan minggu ini giliran mereka duduk bersebelahan. Dania dengan sigap membuka buku, dan Suci pun membuka bekal kue sarapan yang disiapkan Ibu. Suci membaginya dengan Dania, dan beberapa menit kemudian mereka sibuk membahas soal sembari sarapan.
Tiba-tiba Bu Guru menghampiri mereka. “Wah, rajin sekali kalian, pagi-pagi sudah belajar”, ujar Bu Guru. “Iya bu, kami sedang mengulang pelajaran untuk ulangan siang nanti. Saya membawa kue buatan Ibu saya untuk sarapan. Silahkan dicoba Bu Guru, rasanya enak lho, Bu”, sahut Suci. Kemudian Bu Guru mencoba kue nagasari buatan Ibu Suci. Rasanya ternyata enak sekali. “Wah Suci, ini seperti kue yang dijual di toko. Enak sekali. Boleh kapan-kapan Ibu pesan?”, tanya Bu Guru.
Bermula dari pesanan Bu Guru, lama-kelamaan pesanan kue Ibu Suci menjadi laris dari mulut ke mulut. Suci dan Ibunya mengerjakan semua pesanan kue dengan gembira karena ini adalah pemasukan ekstra untuk keluarga mereka. Sebentar lagi Suci masuk SMA dan pasti membutuhkan biaya yang banyak. Ibu selalu mengucap syukur karena kue buatan mereka sudah cukup dikenal dan pesanan pun tidak pernah berhenti. Terkadang Suci harus bangun lebih pagi lagi, agar pesanan bisa diambil tepat waktu.
Karena kelelahan Ibu Suci pun jatuh sakit. Dokter mengatakan bahwa kondisi jantung Ibu lemah. Ibupun sempat beberapa hari dirawat di rumah sakit. Dan selama itupun, Ibu tidak dapat membuat kue. Suci pun izin dari sekolah untuk merawat Ibunya. Namun, setelah Ibu diperbolehkan pulang ke rumah, dengan tekadnya yang bulat untuk mencari uang, tidak menyurutkan semangatnya walaupun sedang sakit. “Nak, kamu fokus belajar saja. Ibu masih bisa kok membuat kue biarpun Ibu sedang sakit, tidak usah khawatir”, ujar Ibu lirih karena ia sedih melihat Suci bekerja lebih keras dari biasanya untuk menyelesaikan pesanan.
Sepulang sekolah Suci langsung mengerjakan pesanan kue. Ia belajar pada sore hari dan terkadang makan malam sambil belajar. Ia rela tidur lebih malam dan bangun lebih pagi agar Ibunya bisa beristirahat lebih lama. Dokter mengatakan bahwa Ibu Suci tidak boleh terlalu lelah, karena kondisi jantungnya yang lemah. Suci hanya berharap, dirinya tetap diberikan kemampuan dan kesehatan oleh Tuhan. Suci bersyukur bahwa pesanan kue tetap ada dan dia mampu untuk menyelesaikan pesanan dengan tepat waktu. Suci tetap rajin belajar dan juga semakin keras bekerja untuk menyelesaikan pesanan-pesanan kue di saat Ibunya sedang terbaring di tempat tidur.
Suci membutuhkan uang untuk pengobatan jantung Ibunya dan juga biaya untuk masuk ke SMA. Suci tidak tahu apakah dirinya akan beruntung untuk mendapatkan bantuan lagi dari sekolah atau tidak, maka dia menyakinkan dirinya sendiri bahwa dia harus bekerja lebih keras lagi.
Hari kelulusan SMP pun tiba. Suci membulatkan tekad untuk masuk ke SMK, karena setelah lulus Suci dapat langsung bekerja. Dia pun memilih kejuruan Tata Boga, yang sesuai dengan hobi yaitu membuat kue. Tekadnya sudah bulat, ia ingin membuka toko kuenya sendiri.
“Selamat ya Nak, atas kelulusanmu”, ujar Ibu lirih. “Suci bisa lulus dengan nilai memuaskan, diterima masuk ke SMK, dan terlebih lagi, Suci dapat mencari uang menggantikan Ibu. Terimakasih ya Nak, Ibu bangga sekali dengan Suci”, isak Ibu sambil berlinang air mata. Suci tidak dapat berkata apapun selain menitikkan air mata. Hasil jerih payah dan kerja kerasnya terbayarkan di hari ini. Belajar sambil berdoa, dan diiringi dengan keras keras, itulah semboyan hidup Suci. Suci bertekad bahwa dirinya harus lebih baik, belajar dan bekerja lebih giat lagi, agar cita-citanya untuk membuka toko kuenya sendiri bisa terwujud.