Seorang manusia berkepala burung sedang berjalan dengan angkuhnya di antara orang-orang yang sedang mengangkat batu. Manusia burung itu dikawal beberapa prajurit gagah bersenjata api berteknologi tinggi, dia terus berjalan ke arah piramida yang belum selesai dibangun seraya melihat-lihat para budaknya yang kerja keras membangun salah satu keajaiban dunia itu.
Seseorang berpakaian rapi tiba-tiba muncul di hadapannya, seketika itu para prajuritnya bersiap untuk menembak. Namun, manusia burung itu mengangkat tangan kanannya memberi isyarat untuk jangan menembak.
“Woy, Uus! Udah sukses aja lo ya. Gimana kabar lo? Denger-denger lo bikin proyek baru.” Seorang pria berjas itu terlihat sok akrab pada mahkluk di hadapannya itu. “Lancang sekali kamu! Panggil dia Dewa Horus yang agung!” bentak salah seorang prajurit pada pria berjas itu. “Sudah, tak apa.” Pria burung itu berkata pada prajuritnya.
“Ada keperluan apa kamu jauh-jauh ke sini?” tanya manusia burung pada pria rapi di hadapannya. “Jadi gini, gue mau ngasih lo penawaran. Gue akan beri lo robot serta peralatan canggih untuk membantu pembuatan piramid lo itu, dengan satu syarat.” Pria berjas itu perlahan mendekati Horus. “Menarik, apa syaratnya?” tanya Horus seraya mengelus dagunya. “Gue kekurangan bahan bakar plutonium. Boleh kali gue bikin pertambangan plutonium di daerah sini. Gimana?” tanya pria rapi pada Horus dengan senyuman liciknya.
“Plutonium? Di mana kau akan membuatnya?” tanya Horus yang mulai heran. Pria itu menunjuk ke arah sungai nil. “Di sana.” katanya. Horus nampak terkejut dan sedikit marah. “Kau akan mencemari sungai itu, apa tidak ada tempat lain?” tanya Horus yang menahan amarahnya. “Ada sih. Tapi di bulan, males ah jauh-jauh ke bulan. Apalagi harus berurusan dengan kelinci bulan yang menyebalkan. Gue cuma pengennya di sungai kecil itu, noda-noda dikit hasil pengeboran tak masalah, lah. Palingan cuma minyak bumi doang. Gimana, mau, kan?” pria itu mulai bertingkah tengil. “Maaf, tidak bisa. sungai Nil adalah sumber penghidupan rakyatku. Penawaranmu saya tolak,” ucap Horus dengan tegasnya. “Ah, gak asik lo! sungai doang pelit amat” pria itu berkata dengan menunjukkan wajah malas. “Kalo gitu gue akan ambil secara paksa,” lanjutnya seraya menjentikkan jarinya.
Tiba-tiba muncul segerombolan robot tempur setinggi 2 meter entah dari mana dan bersiap untuk menyerang. Mereka mengeluarkan senapan dari lengannya, senapan yang memiliki teknologi futuristik berbahan bakar Helium three modifikasi (He³). Prajurit Dewa Horus pun dengan sigap segera ambil ancang-ancang untuk menyerang. Saat itu juga pria rapi di hadapan Horus menodongkan senjata apinya ke kepala manusia burung itu.
*Doarrr… Peluru berhenti tepat di dahi Horus, prajurit, robot, dan para budak juga berhenti. Bahkan semua benda berhenti bergerak kecuali pria berpakaian rapi itu. Dia berjalan perlahan seraya memakai kacamata hitam yang ia ambil dari saku bajunya.
—
“Hei nak, kau yang bernama Adolf Hitler?” tanya pria berpakaian rapi itu seraya membungkuk pada anak kecil berkebangsaan reich jerman tersebut. Anak berusia 6 tahun itu hanya mengangguk dengan tampang polosnya menatap pria yang lebih tinggi darinya. Kemudian pria berjas itu menembak Adolf Hitler kecil dengan pistol yang sedari tadi ia bawa hingga tewas. Anak kecil itu pun tewas mengenaskan dengan kepala yang hancur berlubang-lubang di atas ranjangnya, serta pistol yang tergeletak di samping kepalanya.
Pria itu seketika menghilang dengan meninggalkan sedikit letupan tepat di area dia menghilang. Kemudian dia tiba di tahun 2082. Di tengah ramainya kota, dia berjalan santai menuju cafe. Namun, ia dihadang oleh pria berjaket biru yang tiba-tiba muncul dari dalam poster iklan di tiang listrik. “Emi! Kau telah banyak melanggar hukum, sampai kapan kau terus membuat percabangan realitas!?” kata pria berjaket biru itu. “Kapan bukanlah kata yang tepat buat gue, karena waktu ada di tangan gue,” Emi mengepalkan tangannya dan seketika itu juga waktu melambat dan semua benda bergerak slow motion. Kemudian Emi melesat ke arah pria berjaket itu dan hendak meninju wajahnya namun, pria itu dapat menghindarinya. Emi terkejut karena dia tak terpengaruh oleh distorsi waktunya.
Emi melancarkan jurus pukulan bertubi-tubi dan lawannya dapat menghindari dengan gesit. Saat pukulan Emi hendak mengenai wajahnya, pria berjaket itu menangkap tangan Emi dan segera jungkir balik seraya menendang wajah Emi hingga ia terpental menghujam mobil dan membuat mobil itu penyok.
Tiba-tiba muncul 2 Emi lain keluar dari ledakan cahaya di tengah jalan, salah satunya berjalan mundur dan satu lainnya berjalan normal, mereka bergerak saling menjauh. Emi yang bergerak normal berjalan ke arah pria berjas yang baru saja menghantam mobil, Emi kedua membantu berdiri Emi pertama yang wajah dan punggungnya masih terasa sakit. Kemudian mereka berdua berlari ke arah pria berjaket dan hendak kembali menyerang.
Sementara itu Emi yang berjalan mundur (kita sebut saja Emi inverse) membaringkan dirinya seraya meraba dadanya dan terlihat ia sedang kesakitan. Kembali ke pria berjaket, mereka bertiga kini bertarung dengan sengit. Emi pertama menjegal kaki lawannya namun pria berjaket itu melompat menghindari serangan Emi sekaligus menendang Emi kedua yang hendak meninjunya. Dan itu membuat Emi kedua sedikit terdorong ke belakang. Pada saat itu juga Emi pertama segera melompat kemudian mendengkul dada pria berjaket itu hingga membuat lawannya itu tersungkur ke tanah. Emi pertama menindihnya dan terus meninju wajah lawannya.
Emi inverse yang terbaring tiba-tiba terseret dan tubuhnya terlontar dari tanah menuju pria berjaket itu. Pria berjaket itu mengepalkan tangannya dan mengarahkan kepalan tangannya ke Emi inverse hingga dada Emi inverse mendarat di kepalan tangan pria berjaket. Lalu pria berjaket mendorong Emi pertama kemudian menerjang perut Emi dengan kakinya, Emi kedua dengan cepat menghampiri pria berjaket. Sementara itu Emi inverse mencekik lawannya dan menariknya hingga pria berjaket itu berdiri. Kemudian Emi inverse berjalan mundur mendekati jendela kaca.
Emi kedua segera menendang dada lawannya dan membuat pria berjaket itu terpental menabrak jendela kaca sebuah cafe hingga pecah. Dengan cepat Emi inverse seolah menarik pria berjaket dengan tangan yang mengepal sehingga membuat kaca cafe itu kembali utuh. Emi pertama dan kedua mendekati pria berjaket, kemudian Emi inverse memegang erat tangan kanan lawannya sementara tangan sebelah kiri dipegang erat oleh Emi kedua, Emi pertama pun segera memukuli pria berjaket berkali-kali.
Saat Emi pertama sedikit lengah, pria berjaket itu menerjang tubuh lawan di hadapannya dengan kedua kakinya, sehingga membuat Emi sedikit terpental. Lalu Emi kedua yang sedang memegangi tangan kiri lawannya, mendengkul perut pria berjaket itu berkali-kali. Di sisi kanan, Emi inverse tiba-tiba terjatuh dan punggungnya menghujam ke daratan, tangannya masih memegang erat pergelangan tangan pria berjaket itu. Terlihat tangan kanan pria itu mengepal lalu menempelkannya ke dada Emi inverse yang terbaring.
Di saat yang bersamaan, Emi kedua menerima tendangan keras tepat di lehernya sehingga membuat ia tumbang dan tak berdaya. Pria berjaket menarik dada Emi inverse hingga berdiri dan kemudian Emi melepaskan genggamannya seraya memasang wajah terkejut, “sugilakes utkaw sirag aud id adareb asib aguj uka, imE” bisik pria berjaket itu ke telinga Emi inverse.
Emi pertama kembali bangkit seraya memegang dadanya yang masih terasa sakit, kemudian dia berlari hendak meninju lawannya. Sedangkan Emi inverse terlihat sedang menangkis serta memukul pria berjaket tersebut seraya berjalan mundur, diikuti dengan pria berjaket yang berjalan maju. Emi pertama menghampiri mereka berdua, kemudian meninju wajah pria berjaket hingga terpelanting ke tanah.
Tak berapa lama kemudian, tubuh pria berjaket yang terbaring itu melesat seperti besi ditarik magnet dan disambut oleh kaki Emi inverse. Pria berjaket itu pun kembali berdiri namun tak lama, Emi pertama segera menyapu kaki lawannya dan membuatnya terjatuh kembali.
Terlihat pria berjaket itu sudah kehabisan energi dan terbaring lemas, sementara Emi pertama meninggalkannya dan diikuti dengan Emi inverse berjalan mundur menjauh dari pria yang terbaring itu. “Gue mau hajar lo lagi di garis waktu yang berbeda,” ucap Emi dengan senyum sinis mengembang di bibirnya. Kemudian Emi inverse melompat bersamaan dengan Emi pertama yang juga melompat. Mereka berdua membentur dan menciptakan cahaya yang terang “REVERSE!” teriak Emi pertama, secara bersamaan Emi inverse juga berteriak “SREVIR!” mereka berdua menyatu dan menghilang tertelan cahaya.
(Sekarang kita lihat sudut pandang Emi pertama dan Emi inverse yang baru saja menghilang)
“REVERSE!” . “SREVIR!” teriak Emi dan kemudian waktu pun berjalan mundur. Emi mendarat dari lompatannya diikuti dengan Emi yang lain. Kini semuanya berjalan mundur kecuali Emi seorang, dalam sudut pandang orang lain Emi akan terlihat berjalan mundur. Dan, yah. Dengan kata lain sekarang Emi inverse dan Emi pertama bertukar posisi.
Kita sebut saja Emi yang berada di garis waktu mundur ini Emi inverse, sementara Emi yang lain kita sebut Emi pertama. Emi inverse berjalan mendekati tubuh pria berjaket yang terbaring lemas, diikuti dengan Emi pertama yang berjalan mundur menyusul Emi inverse. Kemudian Emi pertama menarik pria itu dengan kakinya hingga berdiri lagi, layaknya magnet yang menarik besi. Emi inverse segera menendang dengan keras pria berjaket itu hingga terpental dan jatuh tersungkur di tanah. tak selang berapa lama, pria berjaket itu terlontar dari tanah dan wajahnya disambut oleh kepalan tangan Emi pertama. Setelah itu Emi pertama berjalan mundur menjauh, sementara Emi inverse Mulai memukuli pria berjaket itu.
Dengan gesitnya pria berjaket itu menangkis setiap serangan yang ditujukan kepadanya, sementara itu Emi pertama memegangi dadanya dan membaringkan tubuhnya ke tanah. Kemudian pria berjaket itu menangkap tangan Emi inverse dan berbisik ke telinganya “Emi, aku juga bisa berada di dua garis waktu sekaligus,” Emi pun begitu terkejut mendengarnya. Dengan cepat pria itu meninju dada Emi inverse hingga menghujam ke daratan.
Emi inverse yang terdesak segera menggenggam tangan lawannya dengan erat, sementara Emi kedua yang terbaring, terlontar kearah kaki pria berjaket yang terangkat. Segera setelah Emi kedua berdiri, pria berjaket menurunkan kakinya dengan cepat. Emi inverse segera melompat bangkit dengan menarik tangan kanan pria berjaket itu. Sementara itu Emi kedua mulai mendengkul perut lawannya berkali-kali.
Emi kedua kemudian memegang erat tangan lawannya, sementara itu Emi pertama yang terbaring kemudian terlontar seperti magnet ke arah kaki pria berjaket yang menjulur ke depan. Segera setelah Emi pertama berdiri dengan tegak, pria berjaket itu menurutkan kakinya diikuti dengan Emi pertama yang mulai memukuli lawannya bertubi-tubi.
Kemudian Emi kedua melepaskan genggamannya diikuti dengan Emi pertama yang berhenti memukul dan berjalan mundur menjauh. Emi inverse pun segera meninju lawannya sehingga menghantam kaca cafe sampai pecah, tak berselang lama pria berjaket biru itu terpental kembali diikuti dengan kaca cafe yang kembali utuh.
Ia terpental menuju kaki Emi kedua yang terlihat seperti usai menendang, dada pria berjaket itu mendarat di kaki Emi kedua yang sedang menjulur. Emi inverse berjalan mendekati mereka dan segera mencekik leher lawannya seraya membantingnya ke tanah. Emi kedua berjalan mundur sementara itu Emi pertama seolah tertarik layaknya magnet dan mendarat di kedua telapak kaki pria berjaket itu. kemudian Emi inverse ditinju bagian dadanya hingga terpental jauh. Sementara itu Emi pertama mulai memukuli pria berjaket itu berkali-kali.
Dalam posisi ditindih, tiba-tiba pria berjaket itu berdiri tegak dan Emi pertama melompat kebelakang. Sementara itu Emi inverse kembali bangkit dan berjalan perlahan menjauh, diikuti dengan Emi kedua yang berjalan mundur mendekat ke arah Emi inverse.
Emi inverse dan Emi pertama bersamaan melompat kemudian menyatu, sehingga menciptakan kilatan cahaya. Sekarang Emi inverse berubah menjadi Emi kedua dan kemudian membantu Emi pertama yang tengah terhantam ke badan mobil.
—
Pria berjaket biru yang terkapar lemas itu perlahan bangkit dan mendekati Emi yang juga baru sadar dari pingsannya, “Eleven, lo gak bisa ngalahin gue. Gue pengendali waktu, kau tau itu,” ucap lirih Emi pada pria berjaket yang itu. “Kau telah menyalahgunakan kekuasaanmu, Emi. di setiap realitas yang kau lewati selalu saja ada penderitaan yang kau ciptakan,” kata Eleven seraya mengepalkan tangannya.
“Gue akan buat lo lenyap, El!” gertak Emi dengan tampang serius, kemudian ia segera bangkit dan berlari kearah Eleven. Begitu juga Eleven berlari dan berteriak ke arah pria berjas itu.
Eleven hendak meninju Emi namun cepat di tangkap oleh lawannya, Eleven pun mendorong Emi mundur. Tiba-tiba tempat mereka berada berubah-ubah dengan cepat, sebentar di puncak gunung, sebentar di dalam goa, pantai, padang pasir, gurun sahara, daerah kutub, room chat mantan, bawah laut, ruang angkasa, dan terus berubah-ubah seiring dengan terdorongnya Emi. Sementara itu tangan Emi yang menjerat kepalan tangan Eleven, mengeluarkan cahaya berwarna biru keunguan. Cahaya itu membuat Eleven semakin muda dan terus menyusut menuju masa kanak-kanak, dengan cepat Eleven segera menepis tangan Emi seraya menendang kepalanya.
Emi terpental menghantam pohon besar, sementara Eleven terjatuh dengan tubuhnya yang sudah berubah menjadi anak-anak berusia 5 tahun. “Ah, nyaris saja aku menjadi bayi. Aku tidak yakin akan mendapatkan ASI, jika harus menjadi bayi lagi,” ucap Eleven seraya kembali bangkit. Kemudian Emi mendekati Eleven seraya mengepalkan tangannya yang bercahaya biru keunguan, Eleven menggerakkan tangannya seolah menantang Emi, Emi pun geram dan segera berlari ke arah anak kecil itu.
Dengan cepat, Eleven melepaskan jaketnya dan melilitkannya ke tangan Emi seraya melompati Emi, kemudian ia segera menarik jaketnya sehingga membuat Emi sulit bergerak. Dalam posisi Emi terikat, Eleven segera mendorong Emi dan tempat pun berubah menjadi ruangan luas berwarna putih.
Ruangan tersebut memiliki luas tidak terbatas, dengan langit-langit yang tidak terbatas pula tingginya. Ruangan tersebut biasa dijuluki sebagai Null void versi putih.
Kemudian Eleven segera meninju dengan keras wajah Emi *bugh. “Itu untuk percabangan realitas,” *bugh Eleven memukul lagi “itu untuk mengacak-acak sejarah” *BUGH. “itu untuk Fanna.”
Eleven pun menghilang dari Null void dan meninggalkan Emi sendirian yang terikat dengan jaket biru. “Lo gak bisa ninggalin gue di sini, woy!. Sini lo!, Woy! Janc*****k!” teriak Emi, namun sia-sia. Tidak ada yang bisa mendengarnya disana, dia sendirian dan terjebak disana untuk waktu yang sangat lama.
Tamat
Cerpen Karangan: Bara Api Facebook: facebook.com/bara.api.79677471