Malam ini, angin berhembus cukup kencang membuat pohon pohon bergoyang, menerbangkan jauh dedaunan yang jatuh menerpa tanah, membuat siapapun takkan mau keluar di malam yang begitu dingin ini. Dinginnya angin malam menembus kulit hingga tulang
“Ayah, kok malam malam begini ada yang nangis sih?” Suara ibu rere memecah keheningan malam, membangunkan ayahnya rere. Karena rasa khawatirnya, mereka menghampiri pintu kamar rere, terdengar jelas suara langkah mereka hingga rere tersadar dan buru buru menghentikan tangisnya, lalu ia pura pura tertidur.
Tok… tok… tok… “Rere, sayang buka pintunya” ujar ibu rere Lama tak mendapat jawaban dari rere, mereka pun membuka pintu kamar rere, dilihatnya oleh mereka rere sedang terlelap (padahal pura pura) “Lho bu, rere tidur kok, siapa yang nangis? Ah halusinasi ibu aja mungkin” ujar ayah. “Gak mungkin lah ayah, apa jangan jangan yang nangis tadi itu suara hantu?” Ujar ibu ketakutan “Hush ibu, ayo kita balik ke kamar aja, jangan ribut di sini, kasian rere” ajak ayah sambil berlalu dan menutup pintu kamar rere.
Karena mereka sudah pergi, rere menyingkapkan selimut tebalnya itu, ia duduk di ranjangnya dengan melihat beberapa foto. Raganya berada di situ tapi entah mengapa pikirannya melayang jauh menembus angkasa, dibawa terbang oleh rasa sakit yang dihadapinya. Tidak terasa, air mata menetes dengan mudahnya, dia sudah sangat tidak kuat menahan rasa sakit ini. “Rendra, lu bener bener tega sama gua! Salah gua apa?” Ujar rere sambil menyobekkan beberapa lembar foto yang ada di tangannya.
Segera ia membawa ponselnya, mencoba menghubungi sahabatnya, Rasti dengan aplikasi sosial medianya. “Damn Rastiii please dong bales” ujarnya geram. Kesal tidak mendapat jawaban dari Rasti, rere pun meneleponnya ‘Tengah malam buta’ “Hallo rereee ada apaaaa?” Seketika hati rere tenang mendengar suara sahabatnya ini. “Rasti, hiks… hiks” rere terisak lagi. “Loh loh loh re? Rere? Lo kenapaaa? Please jangan bikin gua menderita karena khawatir sama elu dong re” “Gu..gua.. p..putus..s..sama. Ren..dra” ujar rere dengan suara yang putus putus karena terisak. “Oh ya?” Tanya Rasti dengan nada datar, tidak seperti biasanya. “Gua nelpon malem malem dan lo cuma bales ‘oh ya’ aja? Tega lu” “Ehm g..gimana ya re.. mungkin ajaa… emmm..emmm mungkin aja itu udah takdir tuhan” jawab Rasti dengan terbata bata. “Seberat inikah takdir gua?” Tanya rere putus asa. “Re, udah dulu ya udah malem niih tidur gih biar mata lo nggak sembab, semangat laaah besok hari minggu” rasti menyemangati rere. Rere merasa sangat sangat baik saat ia sudah mencurahkan semua pada sahabatnya, rasti. Akhirnya dengan makin dinginnya udara di luar rere pun terlelap.
Hari kemarin berlalu begitu saja, menyisakan kenangan buruk yang tak bisa dilupakan. Hari ini, subuh subuh begini rere sudah bangun, setelah melaksanakan shalat subuh, rere diam di jendela kamarnya yang menghadap ke jalanan kompleks, tiba tiba terlihat oleh rere, rendra sedang berjalan, mungkin ia habis melaksanakan sholat subuh. Tak terduga, rendra melihat ke arah rere “Oh my god, harus gimana ini? Senyum? Ah ntar dikira gua cewek apaan lagi, cuek? Ntar disangka sok jual mahal, oh tuhaaan bantu akuu” gumam rere. Rendra melambaikan tangan ke arah rere, mengisyaratkan pada rere agar turun ke bawah dan menemuinya. Entah iblis apa yang merasuki rere, tiba tiba ia menuruti mau rendra, ia pun mengajak rendra untuk ngobrol di gazebo rumah rere.
“Re?” Tanya rendra pelan, memecah keheningan dan rasa canggung yang ada. “Ya” balas rere singkat. Ia tak mau memperpanjang urusannya lagi dengan rendra. “Aku tau aku salah, aku.. aku gak tau.. rasa gila ini muncul begitu saja re” ujar rendra putus asa. “Maksudnya apa?” “Aku mutusin kamu bukan karena sosial media kamu yang difollow lebih dari 3000 orang, tapi karena aku… aku udah nggak cinta lagi sama kamu re” Deg. Sulit dan sangat sakit memang. “Itu karena aku, aku mencintai orang lain, dan orang itu sahabat kamu sendiri re, rasti. Maafkan aku..” Ya tuhan, hantaman apa yang mengenai jantung dan ulu hati rere? Semua ini sulit dicerna oleh akal sehat, orang yang ia cintai dengan sangat malah mencintai sahabatmu sendiri. “Bagus deh, kamu udah berhasil nyari yang lebih dari aku, langgeng ya” ujar rere sambil tersenyum getir “Aku masuk ya, dingin mau tidur lagi, aku cape” ujar rere sambil berlalu “Ya tuhan apa ini semua? Ini sangat menyakitkan bagiku, ini.. sulit sekali” rere terisak kembali
Segera ia membawa ponselnya dan menghubungi rasti “Pantes kemarin kamu slow respon pas aku curhat tentang rendra, pantes kamu nggak kayak biasanya, ternyata, kamu … busuk ras, makasih semuanya terutama lukanya” “Re? Apa? Enggak kok enggak?” “Enggak apa? Enggak ngaku?”
Selang sepuluh menit status rasti berubah menjadi ‘Rendra Akbar?’ “Ya tuhaaan cobaan apalagi ini” rere memukul kaca kamarnya hingga pecah, darah mengalir dari tangannya. Perih? Ya tapi tak seperih luka yang mereka buat untuk rere.
Hari ke hari, rere mulai bisa melupakan rendra dan rasti walau hanya 2 % dari 100 %. Tapi tak apa, itu awal yang bagus. Hari itu, rere hendak membeli es krim yang terkenal di daerahnya, di daerah taman cinta. Mungkin jomblo seperti rere salah memasuki taman, di taman cinta orang orang berpacaran sana sini, tapi masih batas wajar. “Sial, salah masuk taman, harusnya ke taman jomblo nih gua” gumam rere sambil menyantap es krimnya. Tiba tiba rere melihat rasti dengan rendra di sana. “Rere?” Tanya rasti Rere mencoba menghindar dari mereka, bukan menghindar dari permasalahan, tapi menghindar dari rasa sakit.
“Re, maafin gue, ini soal hati ini soal rasa” ujar rasti “Selow udah gua maafin kok, btw gua harus pergi” Rere berlari meninggalkan mereka hingga ia bertabrakan dengan seseorang, rere terjatuh dan es krimnya mengenai baju pria itu, aduuuh kejadian yang, argh you know laah. Saat rere memberanikan menatap pria tersebut, rere seperti sedang mengingat ngingat sesuatu, ia seperti tak asing dengan pria yang sedang tersenyum simpul ke arahnya itu. “Rere kan?” Tanya pria tersebut “I..iya” jawab rere “Anaknya tante yeni sama ayah yadi kan?” Pia tersebut kembali bertanya. Rere hanya mengangguk bingung, sebuah titik terang akhirnya menerangi suramnya otak rere. “Mungkin dia? Azka? Tapi gak mungkin lah dia kan di solo” gumamnya dalam hati “Hello, ngelamun bu? Lupa lagi sama temen lo yang ganteng ini? Yang sering maen soap bubbles sama lo, yang sering maen bubble gum” “Ya tuhan, az… azka?” Tanya rere Dia hanya tertawa sambil membantu rere berdiri. “Azka kan? Azka aditia pratama?” “Iyaa rere adilla” “Bukan…nya dii… s..solo ya” “Udah pindah, kita tetanggaan reee” “Serius? Kapan pindah dan di mana?” “Kemarin, di ujung komplek. Lo gak tau?” Rere hanya menggeleng senang, sahabatnya akhirnya kembali, teman masa kecil yang dipisahkan oleh jarak.
Hari ke hari mereka semakin dekat, azka menghapus perlahan luka luka yang tertanam di dalam diri rere, mengubah rere ke rere yang dulu. Hingga suatu hari saat azka sedang berada di gazebo rumah rere, datang rasti dan rendra, rere uanh semula tertawa mendadak bermuram durja kembali. Azka menoleh ke arah di mana rasti dan rendra berada. Azka mengepal tangannya, rahangnya mengeras, sadar akan azka, rere buru buru menahan azka, memandang lembut pria tampan itu dan berkata “everything will be oke”
Rasti dan rendra menghampiri mereka “Re, sorry gua emang sahabat yang gak tau diuntung.. so..ry” rasti terisak. Ia hendak sujud di kaki rere tapi dengan sigap rere memeluk rasti erat. “Gua udah maafin kalian kok” Ada pancaran rasa bangga yang terpatri di hati azka, rere yang ia kenal memang sudah banyak berubah, ia semakin memantapkan pilihan hatinya pada gadis cantik ini. Mereka tersenyum, senang memang bisa berbaikan dengan sahabat sendiri. “Ciyeee yang punya pacar baruu” goda rasti. “Paan sih ras, sahabatan kok, ya kan ka?” Ujar rere “Tapi gua gak mau cuma jadi sahabat elu re” ujar azka “So? Jadi sodara? Atau abang?” “Gua mau jadi someone yang spesial di hati elu. Jadi orang yang selalu elu sayang, selalu lo fikirin. Gua sayang elu re, gua tau ini kecepetan tapi please jangan pernah lo nyama nyamain gua sama cowok lain, gua beda re, gua bener bener sayang sama lo, dan gua janji gak kan pernah bikin lo sedih apalagi sampe bikin air mata lo keluar buat yang kesekian kalinya.” “Ka? Lo nggak lagi becanda kan?” “Gua serius rereee” “ya udah terima aja ree dibuang sayang” goda rasti. “Iya” “Apa re? Gua gak denger?” Tanya azka “Iya azka aditia pratama, gua mau jadi pacar elu” “Oh baby.. i think i wanna marry you” goda azka. “Sekolah dulu yang bener bego” ujar rere. Mereka tertawa, rere sudah sangat memaafkan rasti dan rendra.
“Rendra?” Tanya rere “Ya?” “Gua gak mau kita jadi musuh, ya walau jujur gua sakit karena kalian, tapi gua pengen terus sahabatan sama kalian” Rendra tersenyum simpul Rere pun kembali pada azka, kembali duduk berdua, azka berkata dengan tiba tiba “Menjadikan sahabat jadi pacar itu adalah ketulusaan, tapi menjadikan mantan jadi sahabat itu kedewasaan. Belum tentu lho orang di luar sama kayak kamu re, aku sayang kamu, sangat” “Aku juga sayang kamu ka, lebih dari sangat”
The end
Cerpen Karangan: Rindu Azzahraaa Facebook: rinduaz Nama penulis: Rindu Nur Rahmania Azzahra Ig: _rndazzhr18 Path: rindu_az