Tok… Tok… Tok… Terdengar suara ketukan pintu dari luar rumah. Aku bertanya-tanya dalam hati. Siapa yang bertamu pagi-pagi buta seperti ini? Dengan mata sembab karena masih mengantuk, kugerakan kaki ini menuju sumber suara yang mengganggu pagiku hari ini.
Oh iya… Sebelumnya perkenalkan, namaku Tania. Aku adalah mahasiswi semester satu di salah satu perguruan tinggi di Jakarta. Keluargaku tinggal di kota hujan, Bogor. Karena aku mendapat beasiswa di kampus ini, aku harus tinggal sendiri di Jakarta. Menyewa satu kamar kos untuk tempat berlindungku. Ayah dan Ibu tidak bisa ikut pindah kesini, karena Ayah masih harus bertugas di Bogor sebagai anggota TNI.
Dengan lesu aku membuka pintu. Mencari tahu siapa yang datang. Membuyarkan mimpi indahku dalam tidur tadi. Kotak warna putih terlihat jelas, dibawa oleh seorang laki-laki yang tak kukenal. Aku sengaja diam karena masih mengantuk. Menunggu laki-laki tersebut berbicara.
“Maaf mengganggu pagi-pagi. Ini ada paket nyasar ke tempat kos pria. Kata ibu kos, ini tertera namamu,” laki-laki tersebut memulai percakapan.
Aku mengambil paket tersebut. Kubaca setiap tulisan di paket tersebut satu persatu. Benar saja, lagi-lagi Ayah salah menulis nomor kamarnya. Dasar Ayah, gerutuku dalam hati. Langsung saja aku tersenyum kepada laki-laki tersebut, seraya mengucapkan terima kasih.
“Aku Indra,” tiba-tiba Ia mengulurkan tangan. “Tania. Terima kasih ya. Ayahku memang suka salah menulis nomor kamar hehe,” jawabku sambil menjabat tangannya. “Enggak apa-apa. Lain kali bisa ketemu lagi kan?” tanya Indra. Aku hanya membalas pertanyaannya dengan senyuman. Sambil menutup pintu ketika si pengantar paket sudah tidak terlihat lagi. Hari-hari pun berlalu, aku menjalani aktifitas seperti biasanya. Hanya kini, ada yang menemani.
Ya. Sudah satu minggu Ia menemaniku kemana pun aku pergi. Si Pengantar Paket, Indra. Sejak pertemuan itu, Ia jadi lebih sering menemuiku. Dari alasan minta ditemani kesana kemari, makan bersama. Dan, tak terasa aku menikmatinya, mulai merasa nyaman dengannya.
Aku jatuh hati padanya. Ia begitu baik, perhatian denganku, dan mewarnai hari-hariku. Entah dengannya, aku tidak tahu apakah Ia mempunyai perasaan yang sama denganku atau tidak. Yang kutahu, setiap sorot matanya, memandangku dengan kasih sayang.
Hari ini adalah hari ulang tahunku, aku mengajak Indra untuk makan siang di restoran favoritku. Aku sudah berdandan dengan sangat cantik. Aku ingin tampil sempurna di matanya. Walaupun entah kapan, keinginanku untuk menjadi kekasihnya akan terwujud. Karena aku malu untuk mengutarakan perasaanku duluan kepadanya. Namun biarlah seperti ini dahulu, aku sudah cukup bahagia ada dia di sisiku.
Waktu tepat menunjukkan pukul dua belas siang. Yang ditunggu-tunggu pun datang. Indraku, yang bertubuh tinggi, berwajah tampan, bibirnya yang mungil, dan tubuh yang wangi, sempurna. Semakin hari, di mataku Ia semakin tampan.
“Selamat ulang tahun Tania,” Ia memberiku setangkai mawar putih. “Terima kasih Indra,” mataku berbinar-binar.
Kami pun makan siang bersama. Diselingi candaan seperti biasa, yang menghiasi hari-hari kami berdua. Dan yang tak disangka pun terjadi, Indra menyuapi makanan ke mulutku. Aku membuka mulutku dengan malu-malu. Entah mengapa rasanya makanan tersebut seratus kali lebih nikmat hehe.
Makan siang berjalan dengan lancar. Kami pun pulang bersama ke kos. Di sepanjang perjalanan kami banyak bercerita tentang apapun. Sesekali Indra memuji penampilanku yang katanya cantik hehe. Aku tersipu malu. Sambil berdoa dalam hati, agar Tuhan menyatukan kami berdua. Pria yang sudah mengambil hatiku dan tak mau mengembalikannya.
Setelah makan siang kami berdua, semakin hari hatiku dipenuhi oleh dirinya. Dadaku sesak dan bergemuruh setiap kali ingat senyum-senyumnya. Hingga suatu hari, terpikir olehku untuk memberinya sebuah hadiah untuk dikenang selama kami bersama.
Aku mencetak sebuah foto kami berdua yang ada dalam kameraku. Kubingkai dengan rapi dan kubungkus dalam kotak hadiah yang terlihat manis. Aku berjalan dengan riang menuju kos Indra. Sengaja tak kuberi tahu jika aku akan datang berkunjung. Biar menjadi kejutan pikirku dalam hati, sambil sesekali bibirku tersenyum riang.
Sesampainya di kos Indra, aku langsung mengetuk pintu. Sambil merapikan rambut, aku mengumpulkan kepercayaan diri yang saat itu tengah goyah karena bercampur malu. Namun apa yang kulihat saat ini, seketika menyurutkan seluruh gairah yang membuncah dalam diri.
Seorang wanita yang tak asing bagiku, muncul dari dalam kos Indra. Dia adalah Acha, teman satu kelasku di kampus. Aku dan dia bertatapan cukup lama. Seolah kami bingung harus melakukan apa. Secepatnya aku tersadar, aku tersenyum tipis padanya dan berlalu pergi tanpa mengucapkan satu kata pun.
“Tadi ada yang cari kamu,” kata Acha pada Indra. “Siapa?” jawab Indra sambil menikmati makanan yang ada di depannya. “Tania,” balas Acha singkat. “Kamu kenal?” Indra mulai antusias. “Ya. Dia teman satu kelasku di kampus. Kamu sama dia ada apa? Kok dia bisa tau kos-an kamu?” Acha mulai interogasi. “Oh. Enggak ada apa-apa kok. Aku sama dia cuma satu wilayah kos saja,” Indra menanggapi dengan santai.
Setelah Acha dan Indra meluruskan kesalahpahaman yang terjadi, Acha pun pamit untuk pulang. Namun ternyata, Ia menghampiri Tania yang sedang melamun di kamar kos-nya. Acha mengetuk pintu dengan sopan. Memanggil-manggil nama Tania agar segera keluar.
Tania pun terlonjak kaget. Mengenal suara yang datang, segera Ia berlari membuka pintu. Ia sangat terkejut melihat Acha yang berdiri di pintu kos-nya. Walaupun Acha tersenyum padanya, tapi firasatnya kurang baik saat ini. Benar saja, Acha langsung bicara maksud tujuannya datang menemui Tania.
“Dia kekasihku,” ucap Acha dengan nada serius. “Maaf aku enggak tau. Aku dan Indra cuma teman biasa kok,” kata Tania terkejut.
Setelah mengatakan jika Indra adalah kekasihnya, Acha berlalu pergi. Hubungan kami sebelumnya baik-baik saja. Selalu bertegur sapa saat bertemu di kampus. Tapi kini berbeda, Acha seolah membangun tembok yang tinggi untukku. Mungkin saja Ia sadar jika aku mencintai kekasihnya. Walaupun saat bertemu dengannya terakhir kali, aku berbohong karena mengaku tidak mencintai Indra. Maaf Acha, sejujurnya aku terlanjur mencintai kekasihmu.
Aku berjalan seorang diri di sekitar halaman kos. Di sini cukup luas dan asri. Banyak pohon-pohon yang rindang, dan bangku taman untuk sekedar duduk melepas lelah setelah seharian beraktifitas. Pikiran Tania berkecamuk karena kejadian kemarin terus mengganggu.
Kini, Ia harus menerima kenyataan jika Ia dan Indra tidak bisa bersatu. Indra yang sudah dimiliki Acha. Namun biarlah begini, pikirnya dalam hati. Mencintai seseorang tidak harus memilikinya. Cukup melihatnya bahagia. Bisa terus berhubungan baik dengannya.
Walaupun kini harus ada jarak yang sedikit memisahkan kita. Tak bisa seperti dulu lagi. Disaat aku tau kau masih sendiri. Aku sudah terlanjur mencintaimu. Hingga rasanya terlalu sulit jika harus tak mengenalmu lagi. Biarlah seperti ini. Dirimu yang tak akan tahu dalamnya perasaanku untukmu.
Cerpen Karangan: Yulia Blog / Facebook: Yulia Sulaeman Yulia, 26’th.