Ketika seseorang jatuh cinta apa yang dia akan lakukan untuk menuangkannya? Ada berbagai macam manusia di dunia, berbagai sifat juga perasaan. Tapi aku ‘diam’ ketika aku jatuh cinta. Tak peduli jika orang yang aku cintai itu sebenarnya merasakan hawa cinta yang terkuar atau pura-pura tuli dan buta hanya untuk menyadarinya. Berdo’a ‘agar tidak dibenci’ olehnya adalah suatu rutinitas yang aku lakukan. Tak sefrontal ‘aku ingin dia juga mencintaiku’. Aku mencintainya bukan ingin menuntutnya untuk mencintaiku juga.
Mungkin di sela gurauanku dengannya terbersit kata ‘suka’ yang ia ladeni sebagai gurau semata. Seperti ketika ia berkata ‘Kamu Iri? tidak suka sekali sih, denganku?’ dengan tulusnya aku balas candaannya kala itu ‘Kalau aku mengatakan suka sungguhan, bukankah itu akan lebih menakutkan?’ ingin sekali berkata ‘Ya aku suka!’ tapi suka dalam hal lainnya yang tak mungkin kuutarakan saat itu padanya. Ya sudahlah, aku tidak peduli juga. Toh, aku juga sama sekali tidak berharap ia tahu kalau aku menyukainya. Itu hal yang menakutkan seperti yang kukatakan padanya.
Insecure? buang jauh-jauh pikiran itu. Aku pernah berkata sekali dengan dia. Ketika aku berpura-pura untuk membencinya. Padahal hal yang terjadi sebenarnya adalah aku mati-matian hilangkan perasaanku padanya sedangkan ia dengan bodoh entah dengan polosnya berkata ‘Sebenarnya ada apa denganmu? Jika aku punya salah tolong langsung katakan padaku saja! Aku lebih suka segala hal menjadi terang benderang daripada terus kau sembunyikan?! Aku sudah tahu sejak dulu kalau kau membenciku! Bukan begitu?’ Aku menunduk lantas kemudian tertawa ‘Hahaha… Kau lucu sekali! Kau tidak pernah salah apapun terhadapku! Tenang saja daripada membencimu, sebenarnya aku menyukaimu!’ wajahnya marah kala itu, mungkin ia kesal karena rasa marahnya kutanggapi dengan gurauan. Setelahnya dia beranjak meninggalkanku begitu saja tanpa tahu sebenarnya apa yang sedang terjadi saat itu.
Tidak, kamu memang benar-benar tidak punya kesalahan apapun terhadapku! Sungguh! Yang salah adalah rasa itu yang kian membengkak dalam hatiku. Sedangkan kata mungkin pun sama sekali tak akan terealisasi dalam rencana jika saja ada sekuel ‘aku mengungkapkan perasaan itu dengan serius padamu!’ Karena aku bertekad tak akan pernah akan ada alur seekstrem itu dalam hidupku! Aku tak akan pernah mengungkapkan apapun padanya tentang perasaanku. Sudah kukatakan aku tidak peduli! Saat ini yang aku pikirkan adalah bagaimana solusi menghilangkan ‘rasa suka’ itu, sebelum ia benar-benar menyadari bahwa selama ini omong kosongku bukan omong kosong belaka dan ia pergi menjauh karena akan menganggapku ‘Gila’ misalnya.
Aku tahu diri! Aku tahu dengan jelas kalau ada orang yang berhasil merebut hatinya jauh sebelum aku mengenal dirinya. Masih dalam lingkaran yang sama. Aku menyadarinya dengan sendirinya. Karena dia sering menceritakan tentangnya disela-sela obrolan. Membanggakan segala kelebihannya. Membela dengan tegas ketika aku nyinyir tentang gosip miring tentang dirinya. Atau ketika ia tanpa sengaja bersemu merah karena gurauan atau hanya dengan kehadiran orang yang ia sayangi itu secara tiba-tiba. Itu terlalu jelas dan aku bukanlah orang buta yang benar-benar tidak bisa melihat tindak-tanduknya itu yang begitu kontrasnya. Ya sudahlah aku juga tidak pernah bermaksud untuk mengutarakannya. Aku tidak akan merasa cemburu atau yang lainnya. Karena kabar baiknya, sepertinya orang yang ia sayangi juga memiliki rasa yang sama terhadapnya. Dan aku bisa bernafas lega karena ternyata aku diberi peluang besar untuk melupakannya.
Akhirnya aku yang menjauh. Rasanya akan canggung sekali jika saja diriku tetap berurusan dengannya. Lagipula apalah arti seorang ‘diriku’ didekatnya? Tidak ada. Karena kita kebetulan berada di lingkaran yang sama, bukan dekat secara pribadi. Dekat tapi jauh, walau hanya aku disini yang merasa sangat dekat dengannya. Biarlah ini berjalan seperti seharusnya. Tidak akan ada pengungkapan rasa atau hal lainnya. Aku masih kuat berdiri sebagai orang yang akan ada di dalam jajaran orang yang dibutuhkannya walau aku lebih tahu kalau dia sama sekali tidak akan tergerak untuk membutuhkanku. Karena aku sadar kalau aku tidak berguna banyak untuknya. “Lebih baik aku terus seperti ini daripada ada kemajuan yang berarti kau akan mulai membenciku.”
Tapi ternyata itu menjadi masalah baru bagiku, daripada kehilangan perasaan itu padanya aku justru semakin rindu dengan kehadirannya. Melihatnya tertawa, melucu, atau apapun sebagainya hanya bisa lewat cara menguping. Ternyata aku salah! Menjauh bukan solusi terbaik untuk melenyapkan keabnormalan itu. Daripada menjauh akan lebih masuk akal kalau sekalian saja aku pergi. Dan celakanya sampai kapanpun hal itu tak bisa terealisasi.
Aku rasa perasaan yang dipendam hanya akan membuatku terbebani kedepannya. Dengan modal nekat dan sedikit keberanianku. Aku memutuskan untuk berkata tanpa benar-benar ingin tahu bagaimana jawabannya yang sebenarnya. “Hei jika saja ada orang menyukaimu? bagaimana tanggapanmu?”. “Bahkan kucing pun tak akan tertarik padaku kecuali jika aku membawakannya ikan.” “Lalu bagaimana jika sebenarnya aku yang menyukaimu?” “Kau menghinaku ya? atau kau memang benar-benar gila?” “Hahaha, aku kira sejak awal kau sudah menganggapku gila. Kalau begitu bagaimana reaksimu jika apa yang aku katakan itu nyata? Apa kau akan membenciku?” “Aku tidak akan percaya, lagipula dari awal aku tahu tabi’atmu yang suka omong kosong itu. Jadi, mana bisa aku percaya?”.
Huft syukurlah. Aku bisa merasa lega sekarang. Seperti beban-beban yang aku tanggung rontok seketika itu juga. Aku bisa meluapkan segalanya, walau seperti alur yang sudah bisa ditebak lagi-lagi ia menganggap apa yang aku katakan padanya hanyalah gurauan semata. Tanpa pernah tahu aku menangisinya diam-diam setelahnya dan memulai perjuangan baru untuk berusaha semakin keras dalam melepaskannya. Melepas rasa milikku itu yang telah lama jatuh untuknya.
Cerpen Karangan: Bunga Trotoar Blog / Facebook: Titania Camelia
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 20 Juli 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com