Sudah beberapa hari ini Rindi sedih dan merenung akan kegagalannya, dia gagal untuk menjadi juara olimpiade sains tingkat provinsi. Jujur sebenarnya ia sangat lelah jika dia harus baik-baik saja perihal kegagalannya. Jika kedua orangtuanya tau bahwa ia gagal pada olimpiade ini, sudah jelas kedua orangtua Rindi akan marah pada dirinya, karena ia tidak berhasil pulang membawa kemenangan.
Rindi sekarang duduk di bangku kelas 11 SMA jurusan IPA, orangtuanya semenjak kecil menuntut Rindi untuk selalu sempurna dan menang. Bagi kedua orangtua Rindi, kemenangan adalah satu cara untuk dihargai dan dihormati orang lain. Dan Rindi menyadari semenjak masuk SMA ia menjadi tidak ada semangat untuk berprestasi. Entah menguap kemana semangat berkompetisi yang dulu SMP ia rasakan, sekarang ketika SMA ia hanyalah Rindi yang tak memiliki gairah hidup.
Kedua orangtuanya juga selalu menyiksa Rindi kala ia tidak bisa memenuhi ekspetasinya. Sekarang ia merasa bahwa berada di titik akhir sebuah kehidupan. Dan merasa bahwa sebentar lagi dunianya runtuh, pasti orangtuanya merasa rugi dan sia-sia untuk membiayai les olimpiade sains ini.
Ketika malam tiba Rindi berharap bahwa ia bisa kembali ke sedia kala. Ketika waktu SMP yang memiliki semangat belajar, ia rindu masa masa itu. Bukan pada masa SMA yang sekarang, walau sudah berusaha begitu keras entah mengapa usahanya tidak membuahkan hasil. Selalu ada cacian dan makian yang dilontarkan kedua orangtuanya ketika ia kembali gagal.
“Hey apabila kau merasa dunia tidak adil, lihatlah ke arahku maka permohonanmu akan kuwujudkan” suara yang berasal dari sudut kamar Rindi mulai menggema. Kemudian keluar sosok iblis yang menyeramkan tengah berdiri di hadapan Rindi. Nampaknya iblis ini tidak bermaksud jahat kepada Rindi, buktinya ia mengajak Rindi berbicara.
Umumnya iblis hanyalah salah satu makhluk menyeramkan yang patut dihindari. “Mau apa kamu?” takut-takut Rindi bertanya dengan nada gemetar. Nampaknya iblis tersebut ingin membantu kesulitannya, buktinya ia ingin menawarkan sesuatu yang menarik padanya. “Aku ingin menawarkan sesuatu padamu, kamu merasa duniamu hancur kan? Tenang saja aku akan membantumu, tapi dengan syarat jika keinginanmu terpenuhi nyawamu sebagai bayarannya” iblis tersebut dengan mata merah menyala menantang Rindi.
Rindi berpikir sejenak tentang tawaran iblis tersebut, sebenarnya cukup menarik tawarannya, dan juga Rindi berpikir bahwa iblis tersebut akan bercanda. Bahwa nyawanya nanti yang akan menjadi bayarannya. “Baik aku setuju, aku ingin kehidupan SMA ku indah, aku punya banyak prestasi hingga orang-orang iri padaku, serta aku ingin kedua orangtuaku tidak meremehkan aku” ucap Rindi dengan lantang.
Semenjak perjanjian dengan iblis tersebut, kehidupan SMA Rina yang semula kacau kembali sempurna, masa depan yang cerah seakan terbentang dengan luasnya, kedua orangtuanya juga tidak lagi meremehkan dirinya. Kalau dengan perjanjian ini ia bisa meraih apapun, seharusnya ia sudah dari dulu membuat perjanjian ini.
“Hey Rin, selamat ya kamu menang lomba kompetisi debat yang diadakan oleh pihak negara Singapura, gak nyangka loh Rin kamu bisa tembus jadi juara”. Begitulah perkataan Hani temen sekelasnya yang memujinya.
Tapi, kebahagiaan yang Rindi kira berjalan selamanya ternyata hanya berlangsung sebentar. Setelah ia diterima di Universitas Indonesia jurusan Kedokteran nampaknya perlahan dunianya pudar. Mungkin ini akibat dari perjanjian iblis yang ia sepakati tahun lalu. “Sekarang tiba waktunya kamu membayar apa yang sudah kau beli” iblis berkata dengan nada marah.
Rindi takut dengan perkataan iblis tersebut, jujur saja ia belum siap untuk membayarnya. Membayar harga keberhasilannya dengan nyawa nampaknya itu hal yang menyeramkan. Selain itu, ia sekarang berada di puncak kemenangan. Dan nampaknya akan nampak menyedihkan jika ia mati sekarang. Ia masih belum menjadi dokter yang sukses, tetapi akan sangat konyol jika nyawanya melayang begitu saja.
“Jika kau ingkar maka nyawa kedua orangtuamu menjadi bayarannya” iblis tersebut mengancam. Dan Rindi sebenarnya takut jika nyawa kedua orangtuanya yang menjadi upahnya. Tapi kalau ia pikir matang-matang, lebih baik ambil saja nyawa kedua orangtuanya sebagai bayarannya. Toh jujur ia tidak menginginkan hadirnya mereka berdua, menurutnya kedua orangtuanya merepotkan.
Bayangkan saja ketika ia dulu menjadi siswa bodoh dan diremehkan, kedua orangtuanya justru bukan membela malah mengejek. Salah satu hal yang mereka pedulikan adalah memberikan les, tapi tanpa ia tahu bahwa dengan memberikan les justru membuatnya menjadi orang tolol. Akhirnya tanpa pikir panjang bayaran untuk hasil keberhasilannya selama ini adalah kedua orang tuanya.
“Aku tidak peduli, ambil saja nyawa mereka berdua, toh mereka tidak aku butuhkan”. Tanpa pikir panjang Rindi mengatakan tersebut, dan iblis menyetujuinya. Kemudian esok harinya ia menemukan tubuh kedua orangtuanya dipotong-potong menjadi beberapa bagian. Cukup sadis menurut Rindi bayarannya, tapi ia cukup puas melihatnya.
Cerpen Karangan: Kuni Auliya Rahmah Blog / Facebook: Fitriyah Salsabila Hai jika kamu mau berteman dengan aku langsung kontak aku ya. Instagram : @kuniauliyaarr_
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 21 September 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com