Rumah Sakit Dimitrios, Distrik 4. Sabtu, 26 November pukul 05.30 WIB.
Salah satu hal yang paling kubenci adalah terbaring lemah di atas kasur rumah sakit. Entah karena kalah dalam pertarungan atau karena hal yang baru saja kualami kemarin. Di tengah penyanderaan komandan kepolisian, aku ditembak oleh seseorang di badan. Seketika, aku langsung terjatuh dan kehilangan kesadaran. Sasagi sialan! pikirku pada saat itu.
Bagi yang belum mengenal Sasagi, biar kujelaskan sedikit tentangnya. Dia adalah suruhan setia STAR yang memiliki keahlian sebagai penembak jitu. Dia menembak semua musuh yang ada di hadapannya dengan sniper sialannya. Aku pernah berurusan dengannya lama sekali. Selain keahliannya sebagai penembak jitu, dia juga mempunyai barang-barang yang dia rakit sendiri, seperti alat pembatas dan drone pelemah.
Aku dibawa ke rumah sakit ini lalu dirawat dengan penjagaan ketat. Bagaikan mendapat mimpi buruk, aku tersentak dari “tidur”-ku. Aku terbangun di sebuah kamar VIP. Aku melihat sekelilingku dan melihat seorang cewek di sebelahku.
“Ngerepotin aja, gua mau tidur sampe siang malah harus ngurusin orang ini,” ucap cewek itu tak acuh. Aku menoleh ke kanan dan melihat bahwa infusnya sudah berubah warna dari putih menjadi merah. Rupanya dia memasukkan darahnya ke dalam cairan infus. “Ngapain lu disini? Lu ngga ketahuan dua penjaga di depan?” “Tenang aja, man, lu ngga perlu tahu. Sekarang, ambil jaket lu. Kita pergi dari rumah sakit ini.”
Aku beranjak dari kasur dan mencabut infus di tanganku. Setelah itu, aku mengambil jaketku di sisi kasur lalu memakainya. Sebelum keluar, cewek itu berkata, “Tunggu disini, gua mau ngurusin dua penjaga itu.” Setelah berkata demikian, dia membuka pintu lalu menusuk kedua penjaga itu dengan alat suntik yang sudah diisi obat tidur. Aku bisa melihatnya kesusahan menyeret kedua penjaga itu masuk ke kamar. Jadi, aku membantunya dengan menyeret salah satu penjaga itu.
“Rusakin walkie talkie-nya!” perintahnya sambil menginjak walkie talkie salah satu penjaga itu. Aku pun melakukan hal yang serupa. “Ya deh, Bu, sewot amat.” “Berisik, lu udah ngambil jatah tidur gua.” “Mending daripada marah-marah gak jelas, kita keluar aja sekarang biar lu bisa langsung tidur lagi.” “Lewat sini.” Dia membimbingku ke jalan keluar.
Setelah berjalan cukup lama dan menghindari beberapa CCTV, akhirnya kami sampai di depan pintu tangga darurat. Kami pun memasuki pintu tersebut lalu menuruni tangga darurat hingga ke lantai dasar. Begitu aku membuka pintu lantai dasar, udara pagi mulai masuk dan menusuk kulit kami. Tadinya aku hendak pulang ke rumahku sebelum cewek itu memegang lenganku dan berkata, “Tunggu dulu, kita ada tugas baru.” Aku pun menggerutu. “Lah, bukannya tadi pengen tidur lagi?” Dia pun menjawab, “Tadinya mau gitu, cuma tiba-tiba ada tugas ini.” “Jadi, kita ngga hunting artefak dulu?” “Yep, nanti dijelasin lagi sama bos. Sekarang, dia sama Pietro lagi nyelametin si Virly.” “Kenapa si Virly?” “Dia ditangkap pas mau ngambil artefak Cancer.” Aku tidak bisa menahan kekagumanku. “Gila, Astrologist Cancer udah makin kuat aja.” “Udah ah, kita pergi dari sini. Bos nyuruh kita tunggu di rumahnya.” “Ok, kita ke sana.” Aku celingak-celinguk. “Lu ke sini naik apa?” “Jalan,” ucapnya polos. “Yang bener aja! Jadi, kita ke sana jalan gitu? Gua sangka lu bawa motor gitu minimal.” “Ya elah, ngga usah manja. Just, take me there.”
Akhirnya aku pun mengalah dan mulai berjalan menuju rumah bosku. Tunggu, aku tidak mengenal daerah ini. Untungnya, cewek ini tahu jalan. Jadi, kami tidak butuh waktu yang lama untuk keluar dari kota ini. Kami melanjutkan perjalanan kami hingga kami sampai di depan gerbang komplek perumahan bosku.
Satpam yang menjaga portal langsung mengenali kami dan membukakan portal untuk kami. Kami menyusuri jalan dan melewati beberapa rumah hingga sampailah kami di depan rumah bosku. Aku membuka pintu gerbang lalu masuk ke halaman rumahnya yang luas. Tidak banyak tumbuhan yang tumbuh di halaman rumahnya. Hanya saja, ada sebuah gazebo bergaya Jepang di salah satu sudut halaman tersebut. Aku sampai di depan pintu rumah lalu kubukakan pintu untuk cewek itu.
Ngga dikunci, pikirku. Seperti biasa, bosku selalu meninggalkan rumahnya dalam keadaan tidak terkunci. Pernah sekali waktu, rumah ini dimasuki oleh sekelompok perampok yang mencoba untuk mencuri barang-barang berharga di rumah ini. Untungnya, bosku datang tepat waktu dan menghabisi para perampok, tanpa ampun. Setelah itu, banyak penjahat yang takut dengannya, bahkan membicarakannya saja sudah membuat bulu kuduk berdiri.
“Akhirnya sampe juga,” ucap cewek itu sambil menghela napas. “Gua mau minum dulu,” kataku sambil berjalan menuju dapur. “Hayu duel!” tantang cewek itu. “Udah lama ngga duel lagi. Lumayan, sambil nunggu bos sama yang lain.” “Masih ngga terima kalah, hmm?” “Ya, gua ngga terima. Gua udah latihan selama beberapa tahun buat ngalahin lu.” “Ok, tunjukin hasil latihan lu nanti.” “Gua tunggu lu di dojo,” kata cewek itu sambil berjalan menuju dojo.
Aku pun pergi ke dapur dan menegak tiga gelas air. Setelah mengambil napas sebentar, aku meletakkan gelas tersebut di atas meja dan berjalan menuju dojo. Setelah menaiki beberapa anak tangga dan melewati beberapa ruangan, akhirnya aku sampai di depan pintu dojo. Aku masuk ke dalam dojo tersebut dan kulihat cewek itu sedang membetulkan alat pisaunya yang berada di lengannya.
“Woi, bukannya ngga boleh pake artefak?” protesku padanya. Dia malah tersenyum. “Kenapa? Takut?” “Gua ngga punya senjata, woi, cuma ada tangan kosong,” ucapku membela diri. Mendengar hal itu, dia langsung menerjangku dengan kedua pisau kecilnya yang berada di bawah lengannya. Dengan cepat, aku langsung menangkap kedua lengannya dan mendorongnya agar jarak kami menjauh.
“Tah kan, lu sebenernya ngga masalah kalau gua pake senjata.” “Itu refleks, bego. Main nyerang aja. Gua belum siap.” “Kalau lu udah siap, come and fight me.”
Aku langsung menggulung kedua lengan jaketku dan meretakkan buku-buku jariku. Begitu aku mengambil kuda-kuda, tiba-tiba HP-ku berdering. Aku mengangkat HP-ku. “Apaan sih, gua lagi mau duel nih.” Lalu terdengar suara anak buahku dari HP-ku. “Maaf Bos, kita lagi ada masalah. Cewek yang kita bawa kemaren kabur. Bukan cuma itu, teman-teman kita banyak yang ditangkap polisi dalam kondisi babak belur gara-gara digebukin sama tuh cewek.” “Kampret,” umpatku. “Nanti gua urus masalah ini. Gua lagi ada tugas sekarang.” “Ok, Bos. Gua tunggu kabar dari lu.” Aku langsung menutup telepon darinya.
“Ada masalah apa lagi?” tanya cewek itu. “Masalah dalam geng, biasa lah. Hayu, kita mulai duel-nya.” Aku mengambil kuda-kuda. Dia juga mengambil kuda-kuda. “Jangan ngambek ya kalau kalah.” “Ngga salah ngomong, Ka? Harusnya gua yang ngomong gitu.” Setelah itu, kami langsung menyerang satu sama lain dan kalian tahu siapa pemenangnya? Aku.
Cerpen Karangan: A. Raymond S. Facebook: facebook.com/andreas.soewito
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 24 Oktober 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com