Matahari terbit dari ufuk timur. Burung-burung berkicauan dan ayam jantan berkokok. Suasana pagi hari masih sepi, terkadang ada beberapa orang yang berlalu lalang di depan rumah. Aku terbangun dari tidurku lalu keluar dari kamarku sambil mengucek-ngucek mataku. Aku pergi ke dapur lalu duduk di kursi makan. Di dapur, ibuku dan adikku sedang menyiapkan sarapan untuk kami semua.
“Itu tangan udah ngga apa-apa?” ujar adikku sambil meletakkan beberapa makanan ke atas meja. Aku memperhatikan lenganku yang masih dibalut sambil menggerakkannya. “Udah lumayan sih. Setidaknya udah bisa digerakkin sekarang.” “Syukurlah kalau begitu,” ucap ibuku. “Oh ya, jangan lupa antarkan pesanan Pak Candra ya nanti!” “Baik, Bu” Ibuku menoleh kepada adikku. “Kamu nanti bantuin Ibu di pasar ya!” “Ok, Bu.”
Sedikit informasi, ibuku bekerja sebagai pedagang buah dan sayur di sebuah pasar tak jauh dari rumah. Beliau juga membuka jasa pengiriman barang dagangannya kepada orang-orang di sekitar komplek perumahan kami. Aku dan adikku sering membantu ibuku mengirimkan barang dagangnya, tapi kebanyakan aku yang melakukan pekerjaan itu. Setelah banyak makanan sudah tersaji di atas meja, akhirnya kami pun sarapan.
Sehabis sarapan, aku bertanya kepada ibuku, “Di mana pesanannya Pak Candra?” “Oh itu, ada di dekat kursi pas di depan dapur,” ujar ibuku.
Aku langsung mengambil barang pesanan Pak Candra lalu pamit kepada ibuku dan adikku. Aku berjalan melewati beberapa rumah sebelum sampai di depan rumah Pak Candra. Aku mengetuk pintu rumahnya. Tak lama setelah itu, pintu pun dibukakan oleh Pak Candra.
“Selamat pagi, Pak Candra.” Setelah itu, aku memberikan barang pesanannya. “Ini pesanan Bapak.” “Makasih ya, Dek. Ngomong-ngomong, itu uangnya sudah saya bayar ke ibu kamu.” “Oke, Pak. Saya permisi dulu.” “Iya. Hati-hati di jalan ya.” Sesudah itu, Pak Candra menutup pintu rumahnya.
Aku berencana untuk membantu ibu di pasar. Namun, di tengah jalan, aku merasa kalau aku sedang diikuti oleh seseorang. Aku lalu menggiringnya ke sebuah lapangan yang berada tak jauh dari rumah Pak Candra. Sesampainya di sana, betapa terkejutnya aku melihat bahwa aku diikuti bukan hanya seorang tapi segerombolan orang.
“Siapa kalian? Kenapa kalian mengikutiku?” tanyaku kepada mereka. “Kami mau artefakmu,” ucap salah seorang dari gerombolan itu. Aku pun menghela napas. “Saya tidak mempunyai barang atau artefak apapun.” “Kalau begitu, kami harus mengambilnya secara paksa.” “Saya sudah capek dengan ini semua.” Aku pun mulai memasang sikap kuda-kuda. “Kita selesaikan ini secepat mungkin. Saya masih ada urusan.”
Aku berhasil melumpuhkan beberapa orang dari gerombolan itu. Sekarang, tinggal tersisa dua orang dari gerombolan itu. Nampaknya mereka mulai serius untuk melawanku, soalnya mereka mulai mengeluarkan semacam kekuatan magis dari tangan mereka. Aku harus kabur sekarang, pikirku.
Aku langsung berlari melewati orang-orang yang kulumpuhkan barusan lalu masuk ke dalam sebuah gang. Di tengah pelarianku, tangan kiriku tiba-tiba ditarik oleh seseorang. Aku pun terlempar ke dalam sebuah gang yang lebih sempit dari yang kulewati barusan. Orang yang menarikku barusan memberikan isyarat kepadaku supaya aku tetap diam. Aku pun menurutinya lalu aku bisa melihat kedua orang yang mengejarku berlari melewati kami.
Setelah dirasa aman, akhirnya kami pun keluar dari tempat persembunyian kami. Setelah dilihat lebih seksama lagi, ternyata aku mengenal orang yang baru saja menyelamatkanku ini. Beliau adalah Inspektur Linda. Beliau tidak memakai “pakaian resmi”-nya, seperti yang biasa diperlihatkan di TV, tetapi beliau sekarang memakai kaos santai, celana panjang, serta topi biru yang bertengger di kepalanya.
Aku tidak bisa menahan rasa kagumku. “Anda Inspektur Linda kan?” Beliau hanya terdiam mengamati lenganku yang diperban. “Lenganmu baik-baik saja?” “Sekarang sudah bisa digerakkan sih. Hanya saja, saya masih kesulitan ketika memegang barang.” Beliau melihat jam tangannya. “Kita sudah tidak punya banyak waktu lagi. Ikutlah saya sekarang. Kami membutuhkan bantuanmu.” “Kita mau kemana?” “Ke kantor STAR.”
Inspektur Linda berjalan mendahuluiku. Aku pun mengikutinya. Setelah berjalan cukup lama, akhirnya kami sampai di kantor STAR. Aku mengikuti inspektur masuk ke dalam kantor STAR. Di dalam kantor, inspektur pergi ke sebuah counter yang dibatasi besi lalu mengeluarkan pistolnya. Aku pun terkesan melihat bagaimana inspektur dapat menyembunyikan pistolnya dengan sangat baik dibalik pakaiannya yang kasual. Selagi pistolnya Inspektur diperiksa, badanku diperiksa oleh seorang penjaga gedung.
Penjaga gedung itu terkejut ketika mengintip ke dalam perban yang mengelilingi lengan kiriku. “Astaga, kenapa tanganmu?” tanyanya. “Oh, ini hanya kecelakaan kecil,” ucapku sambil merapatkan kembali gulungan perbanku. “Sudah selesai pemeriksaannya?” tanya inspektur kepada penjaga gedung. “Selesai, Inspektur. Silakan berjalan melewati mesin pemindai tubuh.”
Kami pun berjalan melewati mesin pemindai tubuh lalu naik lift ke lantai 6. Setelah sampai di lantai 6, inspektur memimpin jalan menuju ke ruang rapat. Sebelum memasuki ruang rapat, tiba-tiba aku mendapatkan penglihatan bahwa di dalam ruang rapat ini akan ada teman-temanku dan beberapa orang yang kukenal. Di dalam ruang rapat ini, kita akan membicarakan tentang dua anak pejabat yang dijadikan target oleh Nova.
Inspektur Linda masuk ke dalam ruang rapat lalu disusul olehku kemudian. Semua kepala menoleh melihat kedatangan kami. Aku mengenali semua orang yang ada di ruangan ini. Aku pun mengambil tempat duduk di sebelah inspektur. Baru saja aku duduk, tiba-tiba pintu ruangan terbuka lalu masuklah seorang pria. Pria kekar ini berambut hitam, berkumis, dan matanya coklat. Beliau mengambil tempat duduk di depan kita semua.
“Selamat pagi, semuanya,” ucap pria itu. “Perkenalkan, nama saya Taufik Rusyadi, pemimpin dari STAR divisi Jawa Barat. Sebelum saya mulai, mungkin kalian bertanya-tanya mengapa kalian–” “Maaf, Komandan. Saya menyela Anda sebentar,” ucap inspektur sambil menekan tombol suatu alat yang menyerupai sebuah radio di tengah-tengah meja rapat. “Perhatian, untuk seluruh pasukan penjaga gedung. Telah terjadi aksi penyusupan di gedung ini. Penyusup berjumlah dua orang dan saat ini sedang berada di gudang penyimpanan. Mohon untuk ditindaklanjuti.” Setelah berbicara demikian, inspektur kembali duduk di kursinya. “Seperti biasa, Linda. Penglihatanmu suka muncul tiba-tiba,” kata Pak Taufik. “Oh, itu bukan saya, Komandan. Johan yang mendapat penglihatan itu,” ujar inspektur sambil menunjuk ke arahku.
Seketika, orang-orang di dalam ruangan rapat langsung menoleh kepadaku dengan rasa takjub sekaligus heran. Aku malah menoleh kepada inspektur, Bagaimana dia bisa tahu? pikirku. Inspektur hanya melirik ke arahku sambil tersenyum kecil. Aku adalah seorang Astrologist sama sepertimu. Suara inspektur bisa kudengar di dalam pikiranku.
Sambil menunggu kedatangan dua penyusup yang diberitahukan oleh Inspektur Linda, aku mencoba untuk membaca pikiran inspektur. Siapa tahu aku juga bisa melakukannya, pikirku. Awalnya aku tidak bisa membaca pikirannya, lalu aku mencoba mengikuti apa yang dilakukan inspektur barusan. Sedikit demi sedikit terdengar. Hingga akhirnya, aku mendengar sebuah kalimat dari pikirannya yang berkata, Rupanya The Chosen Star sudah bangkit.
Cerpen Karangan: A. Raymond S. Facebook: facebook.com/andreas.soewito
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 1 November 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com