7 days before… Seorang perempuan sedang berjalan sambil mengotak-ngatik handphonenya untuk menelepon, dia tersesat saat ingin pergi ke minimarket untuk membeli beberapa jajanan, sudah 30 menit dan masih belum menemukan jalan pulang. Kawasan tempat dia berasa sekarang bukan kawasan rumahnya, bahkan dia tak pernah lewat disini.
Dia benar-benar lelah sekarang, sekarang sudah hampir sore, dia harus pulang dan mengerjakan tugas kuliahnya yang menumpuk itu. Coba saja dia tidak ketinggalan bus setelah ke minimarket, dia pasti sudah ada di rumahnya sekarang, belum lagi bus berikutnya akan datang 3 jam, itu lama sekali.
Berjalan sana-sini layaknya orang kebingungan, dia menemukan suatu lorong kecil, mungkin ini jalan keluar lainnya dari kawasan ini, mungkin.
Saat ia melewati jalan itu, ia tidak keluar dari kawasan yang asing ini, justru mengarahkannya ke sebuah taman yang indah dengan danau yang sangat luas, bisa-bisanya dia menemukan tempat tersembunyi yang sebagus ini.
Tapi sekarang bukan taman yang ia inginkan, hanya ingin jalan keluar dari kawasan asing ini, baru saja dia berbalik badan dan menggerakkan kakinya.
“Kenapa pergi?” Suara lelaki terdengar bersama deruan angin mengiringinya. “Aku ingin pulang, tapi tersesat.” “Aku tau, bus selanjutnya masih lama kan? Tunggu saja di taman ini sebentar, Chiya-chan.” “Kau tau namaku?!” “Kau tak ingat siapa aku?”
Chiya berpikir sebentar sambil mengingat muka lelaki itu, dan sebuah memori kecil terputar setelah sekian lama itu terjadi. “Kishi-kun?!” “Wah kamu masih ingat aku ya?” Tanya Kishi dengan senyumannya.
Chiya, Kishi, mereka berteman sejak SMA dan hubungan mereka benar-benar sangat dekat, banyak orang-orang mengira mereka berpacaran. Mereka masih saling bersama hingga di hari kelulusan menjadi awal mengukir hidup mereka masing-masing, dan setelah tiga tahun, sekarang ini mereka kembali bertatap muka dan mengetahui kabar masing-masing.
“Ya ampun kamu benar-benar tak banyak berubah yah Kishi, kamu sangat mirip saat masih SMA.” “Kamu terlihat semakin dewasa, Chiya.” “Bagaimana kabarmu? Kamu masuk di universitas mana? Jurusan apa?” Chiya sangat terlampau senang hingga memberikan pertanyaan beruntun.
“Aku baik, dan aku tidak kuliah.” “Eh? Kenapa?” “Aku… Memilih untuk bekerja, di suatu… tempat, mungkin.” “Ah begitu ya.”
“Dan kamu tau Chiya? Bukankah janji ini yang membuatmu berharap selama tiga tahun agar ini ditepati kan?” Tebak Kishi dengan senyuman yang hangat namun terasa tipis.
Yah janji ini, bertemu selama 7 hari di suatu tempat sebelum menjalani kehidupan masing-masing, yang mereka janjikan saat sesudah perpisahan, dan rupanya baru terwujud saat sudah tiga tahun setelah mereka berpisah dengan kehidupan barunya.
Mereka sangat menikmati obrolan yang kembali terbentuk pasca tiga tahun menjalani hari tanpa kabar dari masing-masing mereka. Dan janji hari pertama sudah ditepati.
6 days before… Chiya kembali ke taman tersembunyi tempat ia berjumpa dengan teman masa SMAnya, yang secara resmi dari mereka berdua menamai taman tersembunyi ini dengan “Yakusoku”, karna disinilah janji tiga tahun yang lalu akan mereka tepati.
Suasana taman masih sepi sunyi, masih belum ada keberadaan Kishi di sini, dia lebih memilih duduk di bawah pohon dekat danau, terasa seperti menyatu dengan alaminya alam yang ia nikmati ini, dia memejamkan matanya sebentar dan saat membukanya…
“Hai, Chiya-chan.” Dia sudah ada di depan matanya. Chiya terlonjak kaget saat Kishi tiba-tiba ada di hadapannya sambil membawa sebuah kertas.
“Sejak kapan kamu di depanku?” Tanya Chiya yang masih terkejut. “Barusan tadi.” “Dan apa yang kamu bawa itu?” “Ini?” Kishi menunjukkan kertas yang ia bawa. “Kamu lupa dulu kita pernah membuat lagu untuk kita berdua? Aku masih ada kertasnya lho.” Lagi dan lagi Chiya dibuat terkejut dengan Kishi.
“Beneran? Aku ga tau kau simpan ini.” “Tentu kusimpan, karna ini berharga Chiya-chan.” Chiya melihat lirik lagu pendek yang ia buat bersama Kishi saat masih SMA itu.
~ Saat malam tanpa bintang ~ ~ Ku gores dengan bunga api ~ ~ Biarkan dia mengindahkan langit ~ ~ Walau lekas lenyap dan tak meriah lagi ~ ~ Nyatanya hidup memang seperti ini ~ ~ Yang cepat berakhir dan tak terduga ~ ~ Apakah rasa juga ‘kan seperti itu? ~ ~ Apa rasa suka selalu abadi? ~ ~ Karna itu, kita bergandengan tangan ~ ~ Dan mungkin suatu saat itu akan mekar dan terlihat ~ ~ Berharap genggaman kita tak seperti kembang api ~
“Aku tak pernah paham dengan alasanmu yang ingin membuat lagu yang romantis seperti ini.” “Tapi ini sangat bagus kan? Bisa dinyanyikan kalau kita sudah punya pacar.”
Chiya hanya tertawa dengan alasan-alasan dari Kishi yang selalu aneh tapi lucu itu, saat melihat lirik lagu yang mereka buat waktu itu, terasa sangat nostalgia. Dan janji hari kedua sudah ditepati.
5 days before… “Chiya-chan, aku bawa ini!” “Kishi-kun! Jangan mengagetkanku!”
Chiya benar-benar resah dengan kejutan Kishi yang selalu tiba-tiba, dan selalu sukses membuatnya terkaget, dia terlalu pandai jahil dengan muncul tiba-tiba bahkan keberadaannya terlalu tipis untuk dirasanya.
“Apa yang kamu bawa itu?” “Kamu tak tau? Kita dulu sering memainkan ini lho.” Chiya beranjak dari duduknya dan mengamati barang yang Kishi bawakan itu. “Hanetsuki?”
Hanetsuki adalah permainan tradisional Jepang berupa saling berbalasan memukul kok tanpa jaring. Permainan mirip bulu tangkis ini dimainkan dengan raket yang disebut hagoita (yang keliatannya terbuat dari kayu). Kok dibuat dari biji buah mukuroji yang dicucuk dengan bulu unggas berwarna-warni.
“Yuk main, yang kalah sampe 10 kali bakal ditakutin.” Kalimat yang Kishi keluarkan itu terasa seperti saat dulu, dimana mereka masih sering memainkan permainan ini bersama dengan hukuman kalah yang sama. “Yuk, siapa takut.”
Mereka memulai bermain untuk mengulang nostalgia, menikmati setiap suara pukulan antara kok dan hagoita itu benar-benar membuatnya kembali di masa dimana mereka masih bisa bersama setiap waktu.
Dan permainan ini dimenangkan oleh Kishi, selalu dia yang menang. “Aku menang lho, Chiya-chan.” “Huft, oke hal apa yang akan menakutiku.” Chiya berkata seperti itu dengan entengnya karna lupa apa yang biasanya Kishi perlihatkan padanya yang membuat ia takut.
“Sebentar ya, Chiya tutup mata dulu.” Ia menutup matanya menunggu aba-aba dari Kishi.
“Udah nih, buka matanya.” Setelah dia membuka matanya… “AAHHH KODOK!!” Chiya berlari menjauhi Kishi yang mengejarnya, dia lupa apa yang biasa Kishi berikan padanya kalau dia kalah dalam permainan, rupanya hewan phobianya yaitu katak. Mereka saling kejar-kejaran mengelilingi danau yang menjadi saksi mata keakraban mereka yang belum pudar
Dan janji hari ketiga sudah ditepati.
Cerpen Karangan: Nazahra
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 19 Desember 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com