Aku menemukannya di pinggir jalan dengan tangan dan kakinya terikat serta mulut tersumbat, saat itu aku ingin meninggalkannya karena terlalu takut. Aku sudah sering mendengar dari para tetangga tentang mayat-mayat yang ditemukan tanpa identitas sebab akhir-akhir ini kampungku menjadi tempat pembuangan mayat.
“Eemh!” Aku bergeming sekaligus terkejut di tempat, menoleh kesana kemari berharap suara itu bukan berasal darinya. Aku menelan rasa takutku untuk menoleh ke arahnya dari dekat, benar suara itu adalah miliknya, suara lemah dan putus asa.
Segera aku membantunya, karena ia masih hidup tentu aku tidak akan takut. Aku mencoba membuka tali yang mengikatnya. Cukup sulit dan lama namun akhirnya aku berhasil melepaskan tubuhnya dari tali-tali itu.
“Hhh~ terimakasih mba.” ucapnya setelah kubuang sumpalan yang ada di mulutnya. “I-iya. Adek gapapa?” Tanyaku memastikannya tidak terluka serius. “Gapapa mba. Saya cuma sakit di tangan dan kaki. Mba namanya siapa?” “Nama saya Rafa. Ngomong-ngomong kamu harus diobati, di sekitar sini ada puskesmas terdekat, ayoo.”
Aku mengantar dek Andi ke puskesmas yang dapat ditempuh dua puluh menit dengan berjalan kaki. Setelah dua puluh menit kami sampai di puskesmas dan menunggu antrian, setelah ia menulis namanya. Kami duduk di bangku tunggu, banyak orang yang menunggu, karena puskesmas selalu penuh setiap waktu.
Aku mulai duduk dengan gelisah, sudah hampir satu jam aku menemani dek Andi, tapi namanya belum juga dipanggil-panggil, dek Andi hanya menggeleng tidak tau saat aku bertanya kenapa lama sekali. Aku menggaruk belakang kepalaku dan kuputuskan untuk bertanya.
“Mba, yang namanya Andi udah satu jam disini, dari tadi kok belom dipanggil-panggil?” “Tunggu dulu ya ibu, saya lihat dulu catatannya.” Perempuan itu melihat buku yang ada di hadapannya.
“Maaf ya ibu, gak ada yang namanya Andi. Adanya Aldi?” “Andi mba, bukan Aldi, pasti mbanya kecepetan bacanya.” ucapku memintanya untuk memastikan sekali lagi. “Gak ada ibu. Mungkin dia belum nulis namanya.” “Udah nulis, saya liat sendiri kok dia nulis namanya.” kataku bersikukuh. “Coba tanya langsung ke orangnya, orangnya yang mana?” Aku langsung menunjuk bangku yang sedang diduduki oleh Andi. “Tuh orangnya mba!”
“Ibu, gak ada siapa-siapa di bangku itu. Ibu yakin?” “Aduh mba liatnya yang bener dong” aku menoleh sekali lagi ke arah bangku itu namun tidak menemukan Andi disana. “Tadi ada disini!” Aku mengedarkan pandangan mencoba menemukan dek Andi, tidak kunjung menemukan dek Andi. Aku mulai bingung. “Serius! tadi dek Andi ada disini, dia korban perampok, saya juga yang nganterin kesini.” “Ibu, dari tadi saya lihat duduknya sendirian aja, gak ada orang lain.” Selanjutnya perempuan di hadapanku ini berkata “Ibu periksa ya, takutnya ibu ada skizofernia.”
Cerpen Karangan: Sojin