Hal aneh yang Mary temukan lainnya terjadi beberapa hari setelah hari itu. Suatu keadaan memaksa Mary untuk turun ke ruang bawah tanah hari itu. Alangkah terkejutnya Mary saat melihat ruang bawah tanah seolah telah berubah menjadi semacam toko pakaian. Terdapat baju-baju basah yang tergantung di beberapa tali jemuran. Terdapat begitu banyak baju basah. Dan anehnya, Mary tidak pernah melihat salah satu anggota di rumah itu yang memakai pakaian seperti yang tergantung di tempat itu. Pakaian wanita, yang terlihat mulai kumal karena temakan usia. Jelas-jelas bukan milik Ny. Cavendish. Dan tentu juga bukan milik Ny. Summer. Lalu untuk siapa? Apakah pakaian dari seseorang yang tinggal di lantai tiga?
“Aku tidak akan mengadukanmu, Nn. Walter.” Ucap sebuah suara di belakang Mary yang membuat Mary langsung melonjak di tempat. Ia putar tubuhnya, dan mendapati si tua Smith berdiri di anak tangga terbawah, memaku pandangan padanya. “Rasa ingin tahu bukanlah sebuah tindakan kriminal.” Lanjut pria tua itu. “Tapi seseorang yang melanggar peraturan, memiliki hukuman tersendiri. Kau seharusnya tidak berada disini, Nn. Walter. Dan jika boleh aku tahu, apa alasanmu turun ke tempat ini?” “Maafkan aku, Tn. Smith!” ucap Mary cepat. “Aku hanya mencari ember bekas, untuk pot tanaman. Kupikir ada di tempat ini jadi…” “Aku akan mencarikannya.” Ucap Smith. “Jika kau berjanji kau tidak akan kembali ke tempat ini.” Mary hanya dapat mengangguk. Namun rasa penasarannya kini sudah begitu besar, yang terasa menyesakkan dadanya. Ia ingin sekali berlari menaiki tangga lantai tiga, dan melihat sendiri apa yang sebenarnya tinggal di lantai misterius itu. Jeritan apa yang sebenarnya ia dengar?
Minggu-minggu berganti. Rasa penasaran Mary masih sama besarnya, dan sepertinya belum akan terpuaskan jika ia belum mendapatkan jawaban. Namun ia juga takut kehilangan pekerjaannya. Karena itulah ia mencoba untuk bungkam dan tidak banyak bertanya.
Di suatu hari, Tn. Dan Ny. Cavendish menyewa seorang tukang ledeng yang ditugaskan untuk memperbaiki aliran air di rumah itu. Segalanya berjalan dengan normal, hingga akhirnya Mary melihat pria itu turun dari lantai tiga dengan wajah tegang dan pucat. Mary mencoba menghentikan pria itu, mencoba untuk menjelaskan bahwa lantai tiga adalah lantai terlarang. Tapi…
“Bisa-bisanya kau tinggal di tempat ini?” ucap pria itu dengan wajah tegang dan pucat. Otot-otot di lehernya terlihat menegang. “Makhluk seperti itu…, aku tidak percaya…” “Tuan, dengarkan aku!” “Aku akan pergi.” Ucap pria itu sambil berusaha melepaskan diri dari hadangan Mary. “Aku tidak peduli lagi dengan ledeng rumah ini.”
Kejadian kecil itu sempat membuat gempar tempat dimana Mary tinggal itu. Ia mendengar Tn. Dan Ny. Cavendish memarahi Tn. Smith dan Ny. Summer karena telah membiarkan orang luar masuk ke lantai tiga yang terlarang itu. Sebenarnya, tidak ada yang tahu bagaimana orang itu bisa naik ke lantai tiga. Dan bukan salah siapapun. Namun Mary jujur juga merasa bersalah. Mendengar Tn. Smith dan Ny. Summer dibentak-bentak membuatnya semakin merasa takut dengan apa yang akan terjadi seandainya ia sampai berani masuk ke lantai tiga. Namun dengan kejadian kecil itu, kini Mary yakin bahwa apapun, atau siapapun yang tinggal di lantai tiga, merupakan aib bagi keluarga Cavendish.
Atmosfer di dalam rumah besar itu berubah seketika dalam hari-hari selanjutnya. Setiap orang terlihat begitu tegang, kaku, dan tidak ada yang banyak berbicara. Tn. Dan Ny. Cavendish lebih sering menghabiskan waktu mereka di ruang baca sambil menikmati kopi atau teh. Sementara Tn. Smith dan Ny. Summer melakukan kegiatan mereka seperti biasanya, meski mereka kini jarang bercengkeraman.
Mary semakin merasa tidak enak dengan keadaan di dalam rumah itu. Setiap malam, ia selalu mendengar suara bergedebuk dan jeritan itu dari lantai tiga. Siapa yang bisa tahan dengan keadaan mengerikan seperti itu? Mary merasa ia bisa benar-benar gila jika ia tidak segera keluar dari rumah itu. Tapi bagaimana dengan pekerjaannya? Pekerjaan ini adalah pekerjaan terbaik yang bisa ia dapatkan. Tapi resikonya, ia mungkin bisa kehilangan akal sehatnya.
Mary juga menyadari bahwa kini Tn. Smith dan Ny. Summer sering bercengkerama secara rahasia di dapur. Mereka berbicara dengan suara rendah, membicarakan sesuatu yang berkaitan dengan lantai tiga. Hal ini semakin menguatkan kepercayaan Mary bahwa apapun yang ada di atas sana, adalah hal yang buruk, yang tidak boleh diketahui oleh orang lain. Mary membutuhkan jawaban. Namun sepertinya ia tidak mungkin bisa naik ke lantai terlarang itu tanpa terlihat oleh Tn. Smith atau Ny. Summer, mengingat mereka kini sering berjaga di sekitar tangga setelah insiden kecil tukang ledeng itu.
Sebuah kesempatan besar pun pada akhirnya tiba. Suatu hari, Tn. Dan Ny. Cavendish memutuskan untuk pergi ke kota bersama dengan kedua pelayannya. Itu berarti Mary memiliki kesempatan untuk sedikitnya mengintip apa yang ada di lantai tiga. Ia pun membulatkan tekadnya untuk masuk ke dalam lantai terlarang.
Saat itu jarum jam menunjukkan pukul dua belas siang, dan Tom sudah tertidur tenang di kamarnya. Mary memiliki sebuah kesempatan yang tidak boleh ia sia-siakan. Ia tahu bahwa pintu di ujung tangga itu terkunci. Dan kuncinya, mungkin dibawa oleh Tn. Smith atau Ny. Summer. Bagaimana caranya ia bisa masuk?
Mary memberanikan diri untuk menyelinap masuk ke dalam kamar salah satu pelayan itu. Ia mencari-cari di gantungan baju, dan ia merasa beruntung lagi saat satu gebung kunci rumah ternyata ditinggal di balik sebuah jaket usang. Mary, tanpa membuang waktu, segera mengarah ke tangga yang mengarah pada lantai tiga itu. Sesaat sebelum ia menaiki anak tangga, ia mengamati sekelilingnya. Memastikan semuanya aman. Ya. Hanya ada dirinya di dalam rumah besar itu. Mary sebenarnya emrasa sedikit ragu untuk naik ke lantai tiga. Ada perasaan takut di hatinya, yang kadang membuat kakinya bergetar. Namun rasa penasarannya lebih besar. Ia harus menemukan jawaban dari misteri lantai tiga itu.
Perlahan, Mary mulai menaiki tangga. Irama jantungnya berjana bersamaan dengan langkah kakinya. Semakin lama, jantungnya berdetak semakin kencang. Apa yang mungkin ia temukan di balik pintu itu? Bagaimana jika… Sampai.
Mary berdiri terpaku di depan pintu hitam itu. Ia mencoba menempelkan telinganya pada daun pintu, mencoba untuk mendengar suara di dalam. Namun tidak ada yang terdengar. Mary mencoba untuk mengintip dari luabng kunci, namun keadaan di dalam begitu gelap dan tidak jelas.
Setelah mencoba beberapa kunci, Mary akhirnya menemukan kunci yang tepat. Sebuah bunyi ‘klik’ terdengar, saat kunci berhasil ia buka. Perlahan ia buka daun pintu itu, sesenti demi sesenti, hingga akhirnya pintu itu terbuka. Apa yang ia lihat?
Koridor kosong. Di depan matanya yang ada hanyalah sebuah koridor kosong yang gelap, karena setiap jendela yang ada di lorong itu telah dipaku. Tapi misteri yang sesungguhnya masih berada di lantai tiga itu. Mary bergerak masuk, menyusuri koridor, dan ia melihat ada sebuah ruangan di ujung koridor yang memancarkan sebuah cahaya jingga, yang terpantul di lantai. Kamar itu. Pasti kamar itu adalah kamar yang bermasalah.
Mary, sambil menguatkan hatinya, bergerak perlahan menyusuri koridor hingga ia tiba di depan pintu ruangan yang bercahaya itu. Jantung Mary nyaris copot saat ia mendengar sebuah senandung dari dalam ruangan itu. Seseorang bersenandung lirih. Tapi, siapa?
Pintu ruangan itu memiliki sebuah jendela kecil di bagian atasnya. Dari sana, Mary pada akhirnya memutuskan untuk mengintip ke bagian dalam. Yang terlihat, adalah sebuah kaamr kecil dengan berbagai perabotan di dalam. Di ujung ruangan terdapat meja dengan satu lentera yang menyala. Namun, hal yang membuat Mary menyesal dengan keputusannya masuk ke dalam lantai tiga itu berada di sudut ruangan.
Mata Mary membelalak, dan mulutnya terbuka saat ia melihat horor yang sesungguhnya, yang mungkin sudah lama terkurung di dalam ruangan yang gelap itu.
Sesosok makhluk menyerupai manusia duduk di sudut ruangan. Tubuhnya terlihat begitu kurus, dengan lengan dan kaki yang besarnya mungkin hanya sebesar gagang sapu. Dan anehnya, tangan dan kaki itu tidak memiliki jemari, dan lengan dan kaki itu berada di posisi yang sangat aneh, yang seolah terpelintir di beberapa tempat. Yang lebih mengejutkan lagi adalah wajah dari makhluk itu. Sebuah wajah yang tak beraturan, yang hanya memiliki satu mata berwarna kemerahan. Rambut makhluk itu hitam panjang, dan terlihat begitu kumal.
Makhluk apa itu?
Mary terpaku di tempatnya berdiri, dan tidak dapat bergerak sedikitpun. Hingga akhirnya, wajah itu menoleh ke arahnya, memberikan sebuah tatapan tajam yang seolah menusuk langsung ke dalam kepala Mary. Seperti kerasukan setan, Mary pun langsung berlari kembali ke arah tangga, mengunci kembali pintu hitam itu, dan langusng mengarah ke dapur. Ia meminum dua gelas air putih untuk mengurangi ketakutan yang baru saja ia lihat. Makhluk itu, sosok itu, atau apapun itu, telah membuat Mary kehilangan hasratnya untuk bekerja di rumah itu.
Setelah melihat rahasia dari lantai tiga itu, Mary tidak tahan untuk terus berada di dalam rumah keluarga Cavendish. Keesokan harinya, ia memutuskan pergi tanpa berpamitan pada Tn. Dan Ny. Cavendish. Ia tidak peduli lagi dengan gajinya yang belum terbayarkan. Baginya, bisa keluar dari rumah mengerikan itu saja sudah cukup.
Bulan berganti tahun, dan sudah banyak hal yang terjadi pada sosok Mary Walter. Ia sudah berganti pekerjaan berkali-kali, dan menjalani kehidupan yang tidak dapat dikatakan bagus, meski lebih baik dari orang lain. Namun apa yang ia lihat di dalam kamar lantai tiga kala itu tetap tidak dapat menghilang dari otaknya. Mengenai makhluk dengan anggota tubuh cacat yang tidak karuan itu. Mary, sepertinya telah terkutuk.
Mary memutuskan untuk tidak menceritakan hal ini pada siapapun. Apapun yang ada di lantai tiga itu, itu merupakan aib yang coba ditutupi oleh keluarga Cavendish. Sebuah skandal, atau misteri lainnya yang seharusnya memang tidak boleh didengar oleh orang lain. Mary melakukannya tentu saja bukan tanpa alasan. Tn. Dan Ny. Cavendish sudah begitu baik padanya selama ia bekerja di rumah itu. Dan karena hal itulah, ia tidak mau menceritakan aib itu pada orang lain.
Hingga kematiannya di tahun 1886, Mary tetap bungkam, dan membawa misteri mengenai sosok yang tinggal di lantai tiga itu ke dalam kuburnya. Kini, tidak ada yang tahu apa yang sebenarnya akan terjadi pada sosok yang tinggal terkurung di kamar lantai tiga itu. Dan tidak akan ada yang pernah tahu, siapa sosok itu sebenarnya. Dan kenapa Tn. Dan Ny. Cavendish mengurus sosok mengerikan itu.
Misteri tetap menjadi misteri, kecuali ada seseorang yang berusaha untuk memecahkannya. Dan misteri dari kamar di lantai tiga itu tetap menjadi misteri, yang tidak akan pernah dipecahkan oleh siapapun. Bagaimana dengan nasib sosok itu selanjutnya? Dan apa yang akan dilakukan oleh Cavendish terhadap sosok itu? Jawabannya…, tidak akan ada yang pernah tahu.
Cerpen Karangan: G. Deandra. W Blog: mysteryvault.blogspot.com