Namaku Andi Redwoods. Seorang inspektur di sebuah kepolisian swasta, tugasku kali ini adalah menyelidiki sebuah kasus misterius yang terjadi sejak tahun 1944 dan baru-baru ini terulang kembali. Sebuah kasus yang sangat janggal dimana seorang manager bank yang menghilang secara misterius dan seorang penari tr*ptis senior yang menghilang sejak 3 hari yang lalu, alasan mereka menghilang pun masih menjadi misteri hingga kini, ada yang bilang mereka tidak tahan dengan tekanan hidup dan memilih untuk pergi mengasingkan diri, ada yang bilang juga bahwa mereka diculik untuk tujuan pencucian otak, bahkan ada kemungkinan mereka dibunuh karena sebuah dendam pribadi dan jasadnya dibuang entah kemana. Namun, yang anehnya semua berawal dari sini… sebuah restoran klasik bergaya Prancis…
Kisah ini terjadi pada pertengahan musim hujan lalu, tepatnya pada tanggal 6 Juni 1967. Saat itu aku baru saja tiba di kota ini setelah menempuh perjalanan hampir 6 jam menggunakan pesawat terbang, aku masih ingat ketika aku tinggal disini 6 tahun yang lalu dan aku tidak akan pernah lupa kenang-kenangan saat itu, hanya saja suasananya yang berbeda sejak pertama kali aku datang ke tempat ini, beberapa tembok di rumah itu mulai mengelupas bahkan ada coretan-coretan dari tangan jahil, pintu-pintu yang mulai lapuk termakan usia, serta ada beberapa jalan setapaknya mulai retak dan setiap retakanya di tumbuhi rumput-rumput liar. Namun, tujuanku datang kembali ke tempat ini bukan sekedar bernostalgia semata, melainkan sebuah tuntutan pekerjaan yang harus kupenuhi, aku harus menyelidiki sebuah kasus lama yang baru-baru ini kembali terjadi. Tentang menghilangnya segelintir orang secara misterius, belum ada penyelidikan lebih lanjut dari pihak kepolisian maupun interpol setempat mengenai kasus ini. Namun, dugaan sementara mereka menghilang karena diculik oleh teroris yang ingin memanfaatkan mereka, mengingat mereka adalah orang-orang yang sangat penting di kota ini.
5 Juni 1967 Hari ini cuaca tampak begitu cerah, langit yang berwarna biru serta sinar matahari yang hangat, aku putuskan untuk memulai melakukan penyelidikanku. Kulihat jam di alojiku sudah menunjukan pukul 11:30 siang dan kulihat beberapa orang berjalan dengan tergesa-gesa sambil sibuk melanjutkan akitifitasnya.
“sudah waktunya makan siang” dalam hatiku. Aku segera melanjukan perjalanan untuk mencari tempat makan siang di sekitar sini sembari mencari informasi tentang misteri kasus ini. Namun, setelah sekian lama mencari aku tidak dapat menemukannya satu pun.
Tak terasa waktu pun berlalu begitu cepat dan pencarian yang melelahkan ini membuat perutku keroncongan. Namun, akhirnya aku menemukan sebuah restoran bergaya Prancis yang menurutku terkesan cukup menjanjikan, “Le Corps De Cuisson Restaurants” sebuah nama yang terdengar asing bagiku karena setahuku dulu tidak ada kafe maupun restoran yang dibangun di sekitar sini dan pelanggannya pun terus berdatangan, jadi tidak heran jika semua kursinya selalu penuh.
Aku putuskan untuk istirahat sejenak untuk makan siang disana sambil terus mencari tahu, mungkin saja ada sedikit informasi mengenai kasus yang rumit ini. Ketika aku masuk ke dalam, atmosfer klasik di restoran itu langsung terasa olehku, desain interior ruangan bergaya Prancis era 80an lengkap dengan furniturnya begitu elegan mirip seperti aslinya, lalu suasana di dalam restoran pun cukup ramai, suara percakapan dari para pengunjung menambah hangat suasana di tempat itu. Ada yang melakukan aktifitas rutinnya dengan membaca Koran maupun mengirimkan email, ada yang menunggu teman, bercengkrama sesama pengunjung lain, atau ada yang sekedar menikmati hidangan yang disajikan disini.
Saat aku mulai menikmati kenyamanan dari restoran ini, salah satu pramusaji menghapiri. “Bonjour” ada yang bisa kami bantu? Sapa pramusaji restoran itu dengan ramah. Dengan postur tubuh agak sedikit kurus, berambut putih, dan berkulit sawo matang. Mungkin diperkirakan kira-kira usianya jauh lebih tua 6 tahun dariku. “oh, iya… tolong sediakan satu meja untukku” “baik tuan mohon tunggu sebentar, silahkan lewat sini”
Pelayan itu lalu menunjukan salah satu meja yang kosong tepat di tengah ruangan persis yang aku inginkan. Kulihat papan nama di sakunya bertuliskan H. Gregory, sebuah nama yang tidak asing bagiku mengingat 6 hari yang lalu ada sebuah berita dimana 6 orang narapidana kasus pelanggaran berat berhasil melarikan diri dari tahanan. Keenam orang tersebut diduga terlibat kasus pembunuhan ekstrim dimana korbannya dikuliti hidup-hidup dan tubuhnya dimutilasi, lalu mereka memakan organ-organ tertentu dari korban yang telah mereka bunuh dengan dalih korban tersebut adalah jamuan dari tumbal persembahan untuk sang iblis yang selalu mereka puja. Ini dibuktikan dengan banyak sekali mayat yang ditemukan tidak dalam kondisi utuh mulai bagian tubuh yang hilang seperti tangan dan kaki hingga organ dalam seperti hati dan jantung. Bahkan lidah dan mata sang korban pun ikut hilang dan yang lebih menyeramkannya lagi, mereka menghilangkan jejak dengan memenggal kepala sang korban. Tapi anehnya, mereka melakukan aksinya hari-hari tertentu, entah itu tanggal ke 7 maupun tanggal ke 13. Entah untuk tujuan apa mereka tega melakukan itu, tapi yang pasti salah satu buronan diantaranya adalah Herman Gregory. Seorang dokter ahli bedah gila yang menjadi psikopat akibat kecanduan operasi mal praktek yang dia lakukan terhadap semua pasiennya dengan cara menyayat organ vitalnya tanpa ampun mulai dari hati sampai kemaluan si pasien, herannya nama serta ciri fisiknya persis sama dengan nama pelayan di restoran ini.
Aku duduk di tempat yang telah diarahkan pramusaji tersebut kepadaku, sebuah meja kayu putih klasik bertuliskan angka 013 lengkap dengan hiasan bunga dan beberapa pernak pernik khas Prancis yang memanjakan mata, seolah-olah aku kembali dibawa ke dalam abad pertengahan.
Tiba-tiba seorang laki-laki lain datang menghampiriku, kali ini seorang pelayan restoran yang berusia hampir seumuran denganku, hanya saja dia memiliki tubuh yang lebih proposional dengan kulit putih pucat, berambut kuning, dan bermata biru. “Bonjour, mau pesan apa tuan?” tanya pelayan tersebut kepadaku. Kali ini kulihat papan nama di sakunya bertuliskan nama Danny Paypenz. Lagi-lagi nama yang tidak asing bagiku karena menurut rumor yang beredar, Danny .P adalah seorang pengidap ped*filia yang senang menculik, memperk*sa, bahkan membunuh korban-korbannya dengan cara yang sangat keji dan rata-rata korbannya gadis yang masih belia demi memuaskan nafsunya. Bahkan, saking kejinya dia tidak tanggung-tanggung untuk memotong dan menyayat ******** setiap korbannya yang sebelumnya telah dia perk*sa terlebih dahulu dan dia selalu menusukan sepotong besi panas ke dalam ******* si korban sampai si korban benar-benar menjerit karena tersiksa sampai ajal menjemputnya dan dia sangat menikmati momen biadab itu.
“Saya mau pesan makanan pak” “Baiklah tuan ini daftar menunya, silahkan tuan pilih” pelayan tersebut memberikan daftar menu yang ada di restoran ini dan jika aku amati baik-baik nama-nama menu makanan di restoran ini belum pernah aku lihat sebelumnya karena setahuku baru kali ini ada restoran yang memakai nama-nama aneh pada setiap menunya. “Hmm… excusez-moi menu apa saja yang menjadi andalan disini?” “Iya tuan disini kami memiliki beberapa menu andalan diantaranya Beef Bourguignon, Foie Gras, Cassoulet dan Coq au Vin. Lalu minumannya kami memiliki café au lite, Wine dan dan Sampagne yang di impor langsung dari Prancis.” “Oh benarkah? Kalo begitu saya pesan Soupe a I’oigon dan Confit de canard lalu minumannya saya pesan Wine dengan kadar alkohol rendah.” “Baiklah tuan mohon tunggu sebentar.” Lalu pelayan itu pergi membawa list pesanan yang aku pesan. Namun, ada sedikit hal yang mengganjal di pikiranku. Jika mereka benar-benar seorang buronan, bagaimana mungkin seorang buronan kriminal bisa dengan leluasa bekerja di sebuah fasilitas umum seperti restoran? Padahal mereka adalah buronan yang paling berbahaya dan paling dicari oleh polisi, Interpol, bahkan CIA. Tetapi jika mereka hanya orang biasa, apa tidak merasa risih jika nama mereka hampir sama dengan nama para buronan yang melarikan diri? Dan apakah para pelanggan tidak curiga kepada mereka?
Belum sempat aku berfikir tiba-tiba pelayan tersebut kembali membawa beberapa makanan yang telah aku pesan sebelumnya. “ini makanannya tuan, bon appétit.” Pelayan itu menuangkan segelas Wine ke dalam sebuah gelas yang berisi es batu dan memberikannya padaku. “Merci”
Ketika pelayan itu pergi aku mulai mencicipi hidangan. Aku memilih potongan daging terbaik untuk diriku sendiri, mungkin namanya terdengar sedikit agak aneh di telingaku. Namun, rasanya sangatlah lezat. Dagingnya benar-benar enak dan dimasak setengah matang sesuai seleraku. Tekstur dagingnya juga sangat empuk sekaligus renyah berkat bumbu-bumbu yang menyatu dengan daging tersebut.
Ketika aku sedang menikmati hidangan yang telah disediakan, pelayan itu datang kembali kepadaku. “bagaimana rasanya tuan?” “semuanya benar-benar sempurna, aku tidak pernah makan daging seenak ini.” “hahaha je vous remercie monsier …lalu apa ada hal lain yang bisa saya bantu tuan?” “oh iya pak saya mau tanya, apa bapak pernah mendengar tentang kasus 23 tahun yang lalu tentang menghilangnya beberapa orang secara misterius yang baru-baru ini terulang kembali?” Seketika pelayan itu nampak diam, sorot matanya tiba-tiba tajam menatap lurus kedepan, keringat dingin mulai bercucuran dari keningnya.
“pak?… hei pak… haloo? aku berusaha untuk menyadarkan dia namun dia tidak bergeming sama sekali. “eh iya tuan ada apa?” “pernah dengar tidak kasus yang tadi saya bilang?” “ini tagihannya tuan.” pelayan itu meninggalkanku dengan sejuta tanda tanya besar, dan aku merasakan ada hal yang mencurigakan yang terjadi di restoran ini.
6 Juni 1967 Hari ini cuacanya sedikit agak sedikit mendung, nampak gumpalan awan kumulus yang menggantung di angkasa sana seolah-olah mereka hendak menghalangi mentari untuk menyinari bumi. Meskipun begitu, cuaca hari ini bisa dikatakan cukup bersahabat.
Aku berniat untuk kembali ke restoran itu, berharap ada secercah cahaya harapan untuk bisa memecahkan kasus ini. Jika boleh jujur, diantara kasus-kasus yang biasa aku hadapi, hanya kasus ini yang benar-benar menguras fisik dan mental. Bagaimana tidak, bahkan seorang detektif handal sekalipun tidak mampu untuk memecahkan kasus ini dan mereka selalu berhenti ditengah jalan, jadi mau tidak mau aku harus terjun langsung untuk menyelidinya. Karena menurutku memecahkan kasus ini bukan hanya mempertaruhkan jabatanku saja, tetapi juga mempertaruhkan nama kampung halamanku dulu jadi aku tidak akan pernah menyerah dan terus berusaha apapun resikonya.
Seperti biasanya restoran ini tidak pernah sepi pengunjung, dari waktu ke waktu mereka selalu datang dan pergi silih berganti. Namun, ada hal aneh yang menarik perhatianku. Setiap pengunjung yang datang dan tiap meja yang mereka duduki saat ini sama persis seperti kejadian kemarin. Salah satunya adalah wanita gemuk yang mengenakan gaun berwarna merah tua yang sedang asyik menyantap satu porsi steak dengan lahapnya di meja no.066 didekat pintu ”EXIT”. Seingatku kemarin dia juga duduk di meja itu, memakai baju yang sama dan menyantap menu yang mirip seperti kemarin, mana mungkin dia melakukan aktifitas yang sama persis seperti hari ini. Lalu seorang laki-laki tambun yang duduk di meja no.067 yang sedang sibuk membaca Koran sambil meminum segelas kopi expresso, yang menjadi pertanyaan besar adalah apakah wajar jika seseorang membaca kembali berita di Koran yang dimuat kemarin sedangkan dia sendiri tidak pernah membalikan halamannya? Itu berarti aku mendapatkan kesimpulan bahwa selama ini aku tidak kemana-mana dan tidak pergi meninggalkan restoran ini. Atau dengan kata lain, aku seakan-akan melintasi lorong waktu dan kembali pada saat pertama kali aku datang ke restoran ini. Gila ini benar-benar sangat aneh. belum pernah aku alami kasus seperti ini sebelumnya, aku seperti mengalami suatu kejadian yang disebut déjà vu.
Kali ini aku memutuskan untuk duduk di sebuah meja yang menghadap langsung ke lorong dapur dan saat aku duduk di tempat itu, entah kenapa aku merasakan sesuatu yang tidak enak. Bagaimana tidak, kerap kali tercium bau anyir dan misterius jelas dari arah dapur. Ahh.. mungkin itu bau daging segar yang baru saja dikirim dari tempat penjagalan. Namun, sesaat kemudian bau anyir tersebut berubah menjadi bau-bau seperti daging yang terbakar. Ahh.. sudah kuduga, mungkin hanya firasatku saja karena beberapa hari belakangan tugas penyelidikan ini mulai membebani pikiranku, tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan toh para pengunjung disini juga biasa-biasa saja tidak terlihat mencurigakan sama seperti pengunjung pada umumnya.
“Bonjour mau pesan apa tuan?” seorang pelayan mendatangiku dan menawarkan pesanan padaku, kali ini dia terlihat berbeda dengan yang kemarin, wajahnya pucat pasi, matanya, dan tubuhnya telihat sangat kaku… seperti sebuah mayat, ahh betapa bodohnya aku lagi-lagi sugestiku mulai menghantui pikiranku. Sebelum aku meminta pesananku, aku putuskan untuk menanyakan kondisinya saat ini karena aku lihat dia agak kurang sehat. “iya pak saya mau pesan.. tapi sebelumnya saya mau tanya, apa bapak baik-baik saja? Karena saya lihat bapak agak kurang sehat.” “Ahh jangan dipikirkan tuan, mungkin saya kecapean karena belum sempat beristirahat sejak beberapa bulan yang lalu .. oh iya mau pesan apa tuan?” “Ah iya.. saya mau pesan Soupe a I’oigon dan Wine dingin.” “baik tuan akan saya bawakan.. apa ada hal lain yang bisa saya bantu?” “Mmhh… untuk sekarang cukup ini saja.” “Baik tuan akan saya bawakan pesanan anda, mohon tunggu sebentar.”
Sebelum pelayan itu pergi aku memberikan sedikit uang tips sebagai rasa iba atas kerja kerasnya selama ini. Tapi tunggu sebentar… dia bilang dia belum istrihatat sejak beberapa bulan yang lalu? Apa dia kuat bertahan selama itu? Sedangkan aku sendiri bergadang selama seharian saja tidak kuat. Bulu kudukku tiba-tiba berdiri, ada yang tidak beres dengan tempat ini.
Belum sempat aku memikirkan kejadian tadi tiba-tiba sayup-sayup terdengar sebuah teriakan, ya sebuah teriakan dan jeritan seseorang yang tengah disiksa… suara itu… datang dari arah koridor dapur. “Tolooonngggg… jangan bunuh aku… kumohonnn… jangannn.. jangannn… tidakkkkkkk…” CRASHH… CRASHHH Suara teriakan itu kini berubah menjadi suara tertawa seseorang yang memekakkan telinga. Ada apa ini? Apa yang sebenarnya terjadi? Apa disana bukan hanya sebuah ruang dapur saja? Apa jangan-jangan ruangan itu adalah tempat untuk menyiksa orang-orang malang seperti pelayan tadi? Keringat dingin tiba-tiba keluar dari atas keningku. Aku harus keluar dari tempat mengerikan ini.
Cerpen Karangan: T Reza Saptiawan Blog / Facebook: reza.666_wolf[-at-]yahoo.com