“Rek, kita harus kumpul. Kalian pasti tahu harus kemana kan?”. Batsy segera mengakhiri percakapan di ponselnya tanpa memberi kesempatan lawan bicaranya untuk menjawab. Ia segera melangkahkan kakinya yang pendek ke tempat biasa mereka berkumpul, yaitu kafe yang tidak terlihat seperti kafe di kota kecil itu.
Di sisi lain terdapat 2 orang yang sedang menggerutu akan panggilan yang mereka dapat. “Coba saja waktu itu dia tidak datang, nggak sudi gue memenuhi panggilan bodoh itu” kata Dhana dengan nada ketus. “Hus, jangan gitu. Kalau dia nggak datang, kita pasti mati. Lagian dia nggak akan minta macam-macam. Kaya nggak tahu dia aja lo” Ifa segera menimpali perkataan Dhana. Tiba-tiba ekspresi mereka berubah dan menyadari bahwa orang yang menunggu mereka sudah datang. Kalau orang itu datang duluan, berarti ada hal penting atau misi yang harus segera mereka ketahui. Mereka langsung duduk dan memulai percakapan serius.
“Hai Batsy! Apa kabar? Tumben kamu ngajak kita kumpul di tempat biasa. Ada masalah?” Ifa memulai pembicaraan dengan penuh basa-basi. Batsy langsung menghidupkan TV sambil berkata “Lihat berita ini”. “Breaking news, selamat pagi pemirsa. Saya Icha Nuraini kembali dengan berita terkini. Komplotan perampok bank Sejahtera telah tertangkap basah tadi malam dengan uang hasil curian” Batsy segera mematikan TV itu dan berkata “Gue mau jemput Papa. Ikut yuk?”. Tiba-tiba suasana menjadi hening seketika. Ifa segera memutar otak untuk mencerna kata-kata sahabatnya itu sedangkan emosi Dhana mendadak meledak.
“Bangsat! Lo kira gue itu mantan agen intel kayak dia, hah?! Lagian otak lo itu dimana sih Bats. Lo itu cewek, pendek lagi, bisa apa lo! Kalau lo yang minta misi ini, pasti bakalan beda sama rencananya Ifa, dan lo pasti buat misi ini untuk pembalasan dendam lo ke orang lain, ya kan? Pokoknya gue nggak mau berurusan sama polisi lagi kalau itu misi dari lo, Bats!.” bentak Dhana sekaligus ceramah ke Batsy yang membuat Ifa segera menyuruh Dhana diam agar tidak mengganggu orang lain di kafe itu. “Bacot. Nggak usah ikut kalo nggak mau, gue nggak maksa kok” ucap Batsy dengan santai. “Batsy, gue kan Cuma pingin lo itu sadar kalau niat lo itu berbahaya, lagian siapa yang bilang gue nggak ikut. Kalau nggak ada gue nanti kalian kenapa-kenapa lagi” ucap Dhana dengan tenang walau dengan nada sedikit meremehkan.
“Fine. Daripada kalian berdua debat nggak jelas, gimana kalau kita segera bersiap untuk misi ini” ucap Ifa untuk menengahi perdebatan kedua sahabatnya. “Seperti biasa, kita bagi tugas. Gue yang nyusun rencananya, Dhana yang menyiapkan senjata dan peralatan lainnya, dan lo Batsy yang bakal memimpin misi ini. Selesai, kita bubar” lanjut Ifa dengan tegas. Mereka bertiga segera meninggalkan kafe dan berisiap-siap untuk misi ini.
Keesokan harinya, di sebuah bank yang kemarin dirampok tetapi pada malamnya para perampok telah ditangkap itu mempunyai label “BANK SEJAHTERA” kembali berkerja seperti biasa, seakan-akan tidak ada hal yang terjadi kemarin malam.
Dhuor! Prang! Aaaa! Tiba-tiba ada suara yang berturut-turut berbunyi di bank itu membuat orang-orang yang ada di bank segera tiarap dan mencari perlindungan. Ada 3 orang mencurigakan berpakaian hitam, bertopeng, dan bersenjata api membuat kericuhan di bank itu dan tidak lain adalah 3 orang yang ingin merampok bank. Para perampok itu segera menodongkan senjata api mereka kepada siapapun yang menghalangi mereka.
“Angkat tangan! Bank ini sudah kita kuasai! Serahkan password brangkasnya atau kita akan ledakkan tempat ini! Cepat!” bentak salah satu perampok dengan suara berat seraknya sambil berjalan menuju seorang perempuan pegawai bank yang sedari tadi ketakutan. “Sawa, gue mau passwordnya! Cepat!” lanjut perampok sambil melihat tanda pengenal perempuan pegawai bank itu. “Ampun tuan… sa..sa..saya ti…tidak tahu” jawab Sawa dengan tergagap-gagap karena takut dengan todongan senjata api yang mengarah padanya. “Nggak usah banyak alasan. Lo kira gue bego! Lo itu pegawai bank, Sawa bego!” lanjut perampok itu dengan memaki-maki Sawa. “Ma…ma..maaf tuan. Sa..sa…saya pegawai ba…baru disini.” jawab Sawa terbata-bata lagi. “Akh… harusnya lo itu tau!” bentak perampok tadi dengan ekspresi kesal sambil berjalan ke perampok lain karena sia-sia dia bertanya pada Sawa yang ternyata pegawai baru.
Dita, seorang pegawai bank yang lain segera mengetik tombol-tombol di ponselnya untuk mendapat pertolongan sebelum temannya, Sawa, akan dihabisi oleh perampok itu. Dita beruntung sekali mendapat tempat berlindung yang tidak terlihat oleh para perampok itu, yaitu di bawah meja. Di bank itu baru ada 2 petugas yang datang, jadi Dita harus cepat bertindak. Dhuor! Salah seorang perampok yang bertubuh pendek menembakkan senjata apinya ke atas sambil melihat ke arah Dita untuk memperingati secara tidak langsung kalau para perampok tidak ingin ada yang berpindah tempat atau melakukan sesuatu. Dita menyadari tatapan itu. Ternyata salah satu perampok itu tahu dimana ia bersembunyi. Ia segera mematikan ponselnya dan melemparnya agar membuat perampok itu percaya kalau dia tidak melakukan sesuatu.
Suasana kembali tenang dengan suara rundingan para perampok itu. Dhour! Prang! Boom! Tembakan melesat lagi meledakkan lampu gantung hias yang berada di tengah-tengah ruangan dan membuat semua orang dan 2 petugas bank berteriak. Ruangan menjadi redup dengan lampu-lampu kecil lainnya. “Aaakh, kalian ini tuli ya! Berikan passwordnya!” bentak salah satu perampok dengan perawakan tinggi. Suasana kembali menjadi lebih tegang dengan semua kekacauan yang dibuat para perampok itu. Dita terus berharap bantuan dari polisi segera tiba. Ia tidak berbicara saat menelepon polisi dan itu tidak mungkin. Ia hanya memberikan suara tembakan dari perampok tadi karena pasti polisi mengerti maksudnya.
Tapi para perampok tadi tidak sebodoh itu. Ternyata sejak Dita melempar ponselnya, salah satu perampok dengan tinggi badan normal itu berusaha membuka password di ponsel Dita. Perampok itu berhasil membajak ponsel Dita dan langsung menghubungi polisi yang tadi Dita hubungi dan berkata “maaf pak, adik saya tadi memainkan ponsel saya. Sekali lagi maaf pak”. Dita langsung menangis karena ia merasa bantuan sudah tidak ada lagi.
“Kalau lo belum tau kita siapa, nggak usah berbuat yang aneh-aneh” lanjut perampok tadi sambil berjalan menuju Dita yang tangisannya semakin menjadi-jadi. “Lo itu tau tentang perampokan ini kan?! Lo nggak usah pura-pura di depan gue! Ini semua rencana atasan lo, kan?” bentak perampok tadi sambil mendorong-dorong Dita. “Gue tau semuanya Dit! Sa! Kita Cuma mau keadilan. Kalau ternyata atasan lo masih egois, gue sama sahabat-sahabat gue bakal hancurin nih drama dari atasan lo! Fine!” bentak perampok tadi sambil menangis dan itu membuat Dita semakin membisu dan Sawa yang sedari tadi menangis perlahan ikut membisu, tidak tahu apa yang harus mereka lakukan.
“Ikat mereka sekarang fa. Gue mau kita pake plan B. Mulai” ucap perampok berbadan pendek dengan nada ketusnya membuat 2 perampok yang berbadan tinggi normal dan bersuara berat itu segera mengikat 2 pegawai bank tapi tidak pada pengunjung lainnnya.
Seketika suasana hening. Setelah mengikat 2 pegawai bank, para perampok itu terlihat mendiskusikan sesuatu di pojok ruangan. Para pengunjung menjadi lebih tenang dan berharap, mungkin para perampok itu ingin mengakhiri aksi ini. Mereka sudah tertahan selama kurang lebih 1 jam di dalam bank dan itu pasti membuat mereka lelah, apalagi dengan para perampok rusuh itu.
Tiba-tiba para perampok itu langsung berjalan menuju brankas. Dita dan Sawa bingung bukan kepalang. Bagaimana para perampok itu tahu password brankas itu. Tidak! Para perampok itu membawa selusin bom C-4. Ternyata para perampok itu tidak tahu passwordnya. Harapan para pengunjung luntur sudah. Para perampok itu ingin meledakkan brankas itu. Mereka ingin membuka pintu brankas dengan cara mengebom selusin bom C-4. Dita, Sawa, dan para pengunjung hanya bisa pasrah dan berdoa agar pertolongan ajaib datang kepada mereka.
“Cukup Batsy! Gue nggak bisa bantu kalau lo nge-bom brankas itu.” tiba-tiba salah satu pengunjung perempuan berbicara dengan lantang tapi tegas dan itu langsung membuat semua manusia yang ada di dalam bank itu menoleh padanya. Perempuan itu langsung melepas jas kebesarannya dan kacamata yang memperlihatkan sosok aslinya. “Detektif Vira!” teriak Dita yang sangat terlihat bahagia sampai sampai ia hanya bisa mengatakan nama idolanya tersebut padahal banyak yang ia ingin katakan karena orang yang dia idolakan menjadi penyelamat ajaibnya. “Sepertinya lo udah punya babu baru ya? Gue harap mereka nggak berkhianat untuk misi bodoh lo kali ini. Tapi sepertinya iya, lo ngerti maksud gue kan? Oke, kita langsung saja” lanjut Vira.
“Untuk semua orang selain pegawai bank, anda dipersilahkan pergi dari bank ini dengan syarat. Saya akan menghapus semua yang bersangkutan dengan perampokan ini yang mungkin ada di ponsel anda, jadi serahkan semua ponsel anda untuk keluar dari sini. Saya akan menyerahkan ponsel anda setelah saya selesai identifikasi, mungkin besok pagi anda harus ke kantor saya” ucap Vira dengan tegas kepada para pengunjung. “Dan saya harap anda tidak memberitahu tentang kejadian ini. Lupakan tentang perampokan ini. Saya akan memberi ganti rugi kepada anda semua terkait perampokan ini. Nanti sekretaris saya akan menghubungi anda. Sekian, terima kasih” lanjut Vira dengan hati-hati meyakinkan para pengunjung untuk mempercayainya.
Serempak seluruh pengunjung menyerahkan ponsel mereka untuk segera pergi dari bank. Mereka tidak peduli dengan ponsel, mereka hanya ingin kebebasan dari peristiwa perampokan bank ini yang telah mengurung mereka dalam waktu yang lama.
Seketika ruangan menjadi hening, hanya terdapat 3 orang perampok, 2 orang petugas bank, dan seorang detektif. Percakapan serius dimulai. “Oke! Para pengganggu sudah pulang. Kita mulai dari mana ya, mungkin dari 2 babu barumu Bats” Vira memulai deduksinya. “Rum dengan nama asli Rifa Sabrina, kamu yang tingginya normal. Mantan agent intel negara yang berkhianat demi kepentingan pribadi. Posisi awal yang sangat tinggi menjadikanmu egois akan misi yang menyangkut kekasihmu itu. Menyedihkan sekali. Sepertinya sikap loyal lo rendah ya” lanjut Vira dengan nada merendahkan menghadap orang yang ia maksud. Ifa segera mengambil posisi siaga walau sebenarnya ia kaget karena rahasia identitasnya sebagai agent intel negara terungkap oleh seorang detektif.
“Dan lo yang berbadan tegap dengan suara berat, Pradhana Adi Tisar, brandalan pengedar nark*ba di pasar gelap yang berhasil lolos karena cinta masa lalu seorang teman SMA-nya. Kalau lo semua ikut rencana gue, lo semua bisa bebas dari hal ini. Bats, lo tau sendiri gimana cara gue mengatasi semua masalah yang pernah lo buat kan. Jadi gimana? Ikut gue atau lo semua jadi bahan kasus istimewa gue.” lanjut Vira dengan menambahkan penawaran kepada para perampok itu. Emosi Dhana tiba-tiba meledak mendengar penjelasan dan penawaran dari Vira. “jal*ng bullsh*t, lo nggak usah ikut campur! Lo emang siapanya Batsy hah? Kita berdua ini sahabatnya, tuli!” bentak Dhana ke Vira dengan amarah yang meluap-luap serta aneka cacian. Tentu hal itu tidak akan dilayani oleh Vira. Ia hanya menunggu mulut Batsy melontarkan penawaran yang akan dipilih.
Cerpen Karangan: Adzra Zhafira