“Hai namaku Doni, salam kenal ya” Doni menjulurkan tangan pada Dedi. Dedi hanya diam mendengus sebal mana mau dia berteman sama anak kampung, gengsi Dedi sangat tinggi sekali, maklum anak kota pindahan. “sana-sana pergi aku lagi sibuk” Dedi tanpa hati mengusir Doni, rumah mereka bersebelahan, karena memang sifat Doni yang suka cari teman dan baik tanpa disuruh siapapun Doni silaturahmi ke tetangga barunya tetapi malah perlakuan jelek yang diterimanya saat ini.
Dedi langsung masuk rumah tanpa meninggalkan Doni. “ma, kenapa sih kita harus pindah ke desa liat tadi sekolahan disini bahkan fasilitasnya tak memadai”. Kata Dedi. “sayang kamu kan tau papa tugasnya disini kan udah dari dulu pindah-pindah kenapa sekarang kamu jadi begini, ayolah sayang justru mama seneng bisa disini kamu bisa belajar banyak di alam nggak cuma mall terus yang kamu kunjungi” panjang lebar mama Tia menasehati.
Dedi tak berkata apa-apa wajahnya merah ingin bentak tapi itu tak mungkin, dengan kesal Dedi langsung masuk kamar menutup pintu dan menguncinya, mama Tia hanya geleng-geleng kepala, maklum lah Dedi belum cukup mengerti semuanya dia baru berumur 10 tahun.
Keesokan harinya Dedi berangkat sekolah pertama rasanya malas sekali, dilihatnya anak-anak kampung berangkat sekolah ada yang jalan kaki, ada yang naik sepeda mereka bergerombol saling canda gurau. Dedi diantar Papa naik mobil, salah satu mobil mewah yang ada di kampung itu, makanya keluarga Dedi disegani warga kampung.
Sampai di sekolah Dedi masuk kelas, dilihatnya ruangan itu banyak anak lain melihat Dedi tak berkedip mulai dari tas sepatu seragam semuanya mewah dan pasti mahal, tiba-tiba Dedi dikejutkan oleh seseorang. “hey, ayo masuk”. Ternyata suara Doni. “erghh…”. “ayoo…”. tanpa Dedi berkata Doni sudah menyeret lengan Dedi, Doni memang seperti itu.
Dedi duduk di bangku bersama Doni kebetulan sekali siswa yang baru dikenalnya cuma Doni seorang. Dilihatnya kawan-kawan lain sibuk cerita yang lagi ngetop di desa itu, Dedi merasa penasaran tapi dia malu tuk bertanya.
“eh Don itu siapa?” tanya Faqi pada Doni. “anak pindahan baru rumahnya sebelahan sama aku nanti main ke rumahku yuk sekalian silaturahmi sama tetangga baru”. Kata Doni. Faqi, Nofri, Teddy mengangguk setuju.
Usai pembelajaran akhirnya pulang sekolah, hari ini cuacanya panas sekali Dedi terpaksa jalan kaki, papanya tak mungkin menjemput karena sedang bekerja, sekarang tak ada lagi pak sopir apalagi taksi.
“kamu nggak dijemput, yuk pulang bareng kita aja”. Ajak Doni. “iya bener”. Sergah Faqi. Tanpa pikir panjang Dedi mengangguk biar pulangnya nggak sendirian. “eh nanti kita main ke rumahmu ya Ded, kita kan mau silaturahmi sama tetangga baru” kata Nofri sambil mereka berlima berjalan. “ha..?” “lho kok kaget?” kata Teddy. “oh nggak nanti main aja ke rumah” kata Dedi sebenarnya ia malas sekali berteman dengan mereka, tapi ada hal yang ingin dia ketahui yakni berita yang sedang nge-top itu.
Sampai di rumah Dedi langsung mengambil air minum di kulkas meneguknya cepat-cepat, mama hanya tersenyum melihat anaknya kelelahan seperti itu karena ini pertama kalinya Dedi pulang sekolah jalan kaki. “ma nanti anak kampung mau datang kesini”. Kata Dedi sambil melepas sepatu. “ya bagus dong sayang ternyata kamu mudah bergaul juga ya mama bangga”. Mama Tia tersenyum. “mereka yang minta sendiri ma aku mah malezzz” kata Dedi.
“tokk.. tokkk.. tok assalamualaikum”. Suara Teddy ternyata mereka sudah datang, Dedi langsung membuka pintu. “ya.. ayo silahkan masuk”. “salam itu wajib dijawab Ded” sergah Faqi. “iya iya waalaikum salam, yok cepet”. “eemmm disini aja deh lebih sejuk sekarang kan panas banget” kata Doni semua langsung setuju. “eh ada teman-teman kok nggak diajak masuk sih Ded?” kata mama. “hehe makasih tante kita maunya disini kok tadi Dedi udah ngajak tapi kita maunya disini” kata Doni . “oh ya udah gapapa tante ambilin minum dulu ya”.
Doni Teddy Faqi dan Nofri sibuk bisik cerita nge-top itu Dedi hanya menyimak sebenarnya Dedi kepo sekali. “eh sebenarnya itu cerita apa sih?” kara Dedi “sssstttt… ini kita berempat mau melakukan misi” bisik Doni “haaa.. misi mau jadi dektektif?”. Kata Dedi. “Konon di pinggir kali Wang wang terdapat rumah peninggalan belanda, rumah itu katanya sangat angker, tak seorang pun berani memasukinya, rumahnya setengah roboh, terlihat mistis sekali, kita mau menguak semua itu” kata Doni. Dedi akhirnya ikut penasaran akan cerita yang belum pernah didengarnya itu.
Setelah semua setuju malam minggu itu mereka berlima nekat masuk rumah peninggalan Belanda, banyak sekali sarang laba-laba suara kelelawar dan kecoa. Doni dan Dedi akhirnya yang paling berani menelusuri ruang demi ruang dan menemukan pintu yang ukurannya kecil, tapi mereka bisa masuk, ternyata rumah itu juga memiliki rumah bawah tanah di dalamnya berisi pil kecil-kecil. Doni si jenius tau itu apa ternyata rumah itu tempat penyimpanan barang haram, banyak sekali bungkusan pil itu.
Doni segera melapor ke Pak Lurah dan sekarang semua tau semua itu rencana Papa Dedi.
Cerpen Karangan: Agustina Putri E Blog / Facebook: Agustina Putri Erinawati