Teng… teng… teng…, bel istirahat berbunyi. Semua anak di kelas berhamburan keluar terkecuali aku, Ito, dan Doni. Aku lalu mendekati mereka. “Hei… teman-teman.., nanti siang mau tidak aku ajak ke suatu tempat” ajakku. “Ke mana?” tanya mereka bersamaan. “Ada deh…, kalian mau tidak?” “Ya…yaa.. kami mau,” kata mereka. “Kalau begitu, nanti jam setengah tiga kumpul di tempat biasa ya..” “Ok…,”
Setengah tiga kurang lima menit aku sudah berada di pertigaan. Sesekali kutengok jalan di kanan dan kiriku. Namun tak juga kulihat Ito dan Doni muncul dari jalan itu. Tak lama kemudian, munculah mereka. “Rupanya kamu sudah datang duluan? Rajin kali kau ini?” kata Doni kepadaku sambil tertawa meledekku. “Hehehe… Iya dong, emang kamu telat melulu..,” jawabku sambil senyam-senyum.
“Nampaknya kamu semangat sekali siang ini, memangnya kenapa sih?” tanya Ito. “Biasa aja kok. Ya sudahlah kita kembali ke pokok permasalahan,” kataku “Masalah apa sih? Aku tak mengerti?” tanya Ito memotong pembicaraan. “Dengarkan aku dulu To, begini kawan aku ingin mengajak kalian untuk menyelidiki suatu mitos” jelasku. “Ahaaa… terdengar sangat menarik, ya aku suka, aku pasti ikut bersamamu,” kata Ito kegirangan. Aku hanya menahan tawa melihat tingkah Ito. Rupanya ia tidak tahu apa objek penyelidikan ini. “Kok kamu malah seneng sih To.., kita akan menyelidiki tentang suatu mitos. Itu pasti serem To..” kata Doni dengan wajah gelisah. “Mau tentang mitos atau apalah itu aku tak peduli. Yang jelas aku suka petualangan,” kata Ito dengan percaya diri. Ternyata dugaanku salah, Ito anak yang pemberani.
“Lalu apa rencana kita?” tanya Ito sambil menyingsingkan lengan bajunya. “Eemm…, kita akan pergi ke tempat itu sekarang, ke kali di pojok kampung,” kataku jelas. “Apaa??” teriak Doni tiba-tiba. Aku dan Ito saling berpandangan. Kami heran melihat sikap Doni barusan. Ada apa dengan Doni? Kami pun bertanya-tanya.
“Tidak! Aku tidak mau!!” celetuk Doni. “Ya sudah kalau kamu tidak mau ikut! Kita akan segera berangkat,” kataku. “Ya Don jangan buang-buang waktu. Kamu mau ikut apa tidak??” kata Ito. Doni diam seribu bahasa. Raut wajahnya menandakan kalau ia sedang kebingungan dan khawatir. “Ya sudahlah, aku ikut kalian saja,” kata Doni nampak ragu. “Kalau begitu, ayo kita jalan sekarang,” ajakku tanpa rasa takut secuil pun meski kata orang kali itu angker. Kami segera berangkat menuju tempat itu. Beberapa menit kemudian sampailah kami di tempat misteri itu.
“Sepi sekali tempat ini. Jangankan orang, burung terbang pun tak ada,” kata Doni yang kelihatannya mulai ketakutan. “Ya…, iyalah sepi. Inikan musim kemarau, jadi tidak ada petani yang menggarap sawahnya Don,” jelas Ito yang mengungkapkan pendapat logisnya.
Kali itu memang sepi. Karena terletak di dekat persawahan dan padang rumput ilalang yang luas, tempat orang-orang biasa menggembalakan kambingnya. Aliran airnya bergemuruh saat melewati bongkahan batu besar. Arusnya deras, dan di tepi kali itu berdiri kokoh sebatang pohon beringin berdaun lebat yang menaungi kali itu. Sehingga sekitar kali itu teduh, tenang, agak gelap, namun juga menyeramkan.
“Kita sudah berjalan lama sekali, tapi tak juga mendapat petunjuk,” kata Ito yang mulai kelelahan. “Siapa bilang kita belum dapat petunjuk? Lihat itu?” kataku sambil menunjuk gumericik air yang melewati celah-celah batu. Tiada henti bersuara yang berasal dari parit-parit besar yang bermuara di kali itu. Salah satunya parit besar dari persawahan. Airnya jernih, tapi mitosnya ikan di kali itu mematikan.
“Aliran air? Apa maksudmu? Kami sama sekali tak mengerti?” tanya Ito sambil menggelengkan kepala. “Alamak…, masa kalian belum paham juga? Ya sudah ikuti saja aku, jangan banyak tanya dulu,” kataku mulai kesal.Kami terus menelusuri tempat itu.
“Kawan…, perhatikan itu! Di dasar aliran kali ini nampak banyak sekali tumbuhan enceng gondok yang tumbuh di dalamnya. Itu berarti air ini mengandung zat kimia. Sehingga enceng gondok bisa tumbuh subur di air kali ini” kataku. “Lalu apa dugaanmu??” tanya Doni. “Aku belum bisa memastikan apa yang sebenarnya terjadi.”
Kami terus mengamati kali itu dengan seksama. Penemuan-penemuan itu memberikan titik terang dalam penyelidikan mitos ini. Tinggal beberapa petunjuk lagi aku bisa menyimpulkan apa yang terjadi. “Kawan! Perhatikan itu!!” kata Ito sambil menunjuk sebuah parit dari arah persawahan yang terletak beberapa meter dari tempat kami berdiri. Parit itu berada diantara semak-semak dan rumput ilalang. “Benar katamu To…, Ayo, kita segera mendekat,” kataku sambil berjalan mendekati parit itu.
“Astaga…, coba perhatikan air itu!!” teriakku spontan sambil menunjuk aliran air di parit itu. Aku terperanjat bukan main melihat aliran air dan persawahan itu berwarna putih keruh. “Iya…, air itu berwarna putih keruh, sepertinya air itu terkontaminasi dengan suatu zat!” kata Ito. “Ya To…, benar sekali, sebaiknya kita turun untuk memastikannya,” ajakku kepada mereka.
Kami segera turun melalui bebatuan untuk mengamati air di parit itu. Lantas, aku mengambil air itu dan kuperhatikan dengan cermat. Kemudian kucium air parit itu. “Alamak…!! sepertinya bau air ini sudah tak asing lagi bagiku. Tapi, zat apa ya??” kataku sembari membuang air yang semula kugenggam. “Coba ingat-ingat lagi…, aku yakin kamu pasti bisa mengungkap rahasia ini,” kata Doni.
“Ahaa…, aku ingat!! Bau ini adalah bau obat hama atau pestisida, kawan!! Logikanya…, kalau air di parit ini berasal dari persawahan, berarti benar ini adalah sisa-sisa zat kimia dalam pestisida yang terbawa air hujan pada musim hujan tahun lalu sehingga baru terurai sekarang,” jelasku panjang lebar. “Iyaa… iya… masuk akal juga pendapatmu itu. Lantas, apa kesimpulanmu terhadap mitos ini?” tanya Doni. “Berarti…, ikan di kali ini beracun karena airnya banyak mengandung zat kimia pestisida dan zat kimia pupuk buatan dari area persawahan. Bukan karena kali ini ada penunggunya ataupun angker!!!” jelasku.
“Lalu apa hubungannya dengan enceng gondok yang tumbuh subur di dasar kali ini?” tanya Ito. “Enceng gondok itu tumbuh subur karena zat kimia pupuk buatan yang larut dalam air hujan dan ikut mengalir sampai di kali ini,” “Oh…, begitu…,” kata mereka sembari menghela nafas lega. Senyum ceria mengembang di raut wajah kami. Akhirnya, mitos yang menjadi teka-teki itu terkuak hari ini. Selesai.
Cerpen Karangan: Risma Wigati Blog / Facebook: Risma Wati Menulislah untuk berbagi inspirasi. @risma_wgt.
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 28 April 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com