72 kilometer dari desa laumpa
“Rafa, kau mau beli apa, nak?” lelaki bertubuh tegap itu terkesiap. Dia baru saja melamun sambil menatap hutan pinus yang luas di samping rumah. “Sayur nangka ada?” tanyanya kemudian. “Ohh ada… ada…” Kata si penjual sambil melangkah ke meja di sampingnya. Dia membuka penutup sebuah belanga besar. Dari dalamnya bergerumbul asap tebal terbang ke atas. “Harga 5 ribu saja,” kata Rafa merogoh kantongnya. Meraih uang 5 ribu kertas dari sana lalu meletakannya di atas meja. “Oke deh…” Jawab penjual itu menyiapkan pesanan Rafa dengan lincah. “Ini dia pesanannya…” Kata penjual itu akhirnya, menyerahkan sekantong sayur nangka di dalam plastik.
Rafa masih menatap hutan pinus yang luas itu ketika dia berjalan ke sepeda motornya di pinggir jalan. Pemandangan yang sangat aneh, ditumbuhi pinus-pinus yang sangat subur dan hijau. Namun tanahnya terlihat tandus dan tidak subur. Sangat luas membentang sejauh mata memandang.
Saat Rafa melaju menyusuri jalan di samping hutan pinus itu, dia melihat sebuah genangan air di tengah-tengah hutan sana. Berbentuk seperti rawa tapi cukup kecil. Di permukaannya terlihat gelembung-gelembung, seperti ada sesorang yang sedang berenang di dalam. Sesekali juga air itu terhempas angin hingga membentuk ombak kecil ke arah tanah di sekitarnya. Membuat Rafa terus menatapnya sambil berkendara.
Seketika, saat matanya menoleh lagi ke depan, seseorang dari arah hutan gesit menyebrang. Hampir tertabrak oleh motor Rafa jikalau tidak sigap membelokan setir motornya. Rafa terpental ke depan, motornya tersangkut di semak pinggir jalan. Untunglah pendaratannya di antara semak belukar tebal yang empuk sehingga tidak terjatuh cukup keras. Hanya goresan duri-duri tajam yang terasa sakit di betisnya.
“Ashhh!” desah Rafa dengan keras. Dia melihat betisnya yang tergores duri tajam sangat panjang. Sangat perih terasa. “Hei!!!” teriak Rafa ketika menoleh ke depan. Dia melihat orang yang hampir ditabraknya tadi terduduk di tengah jalan. Dengan susah payah, Rafa mecoba berdiri di antara semak-semak berduri itu untuk melihat jelas orang tersebut. Namun ketika berhasil berdiri, Rafa seketika terpaku. Entah apa maksudnya ini, orang itu mirip dengannya. Wajahnya, tubuhnya, bajunya, semua mirip. Sama sekali tidak ada yang berbeda.
Orang itupun akhirnya ikut berdiri, tangannya terlihat gemetar. Dia menggeliatkan matanya seperti mencari sesuatu. Sampai akhirnya matanya berpapasan tepat dengan wajah Rafa. Dia terkesiap, lalu bergeliat kiri kanan melihat ke sana kemari.
Seketika gerakan tubuhnya berhenti sejenak, kemudian tiba-tiba berlari dengan sangat cepat. Sekitar 7 meter dari tempatnya dia meraih sebuah buku tebal yang tergeletak di tanah sambil terus berlari ke arah hutan pinus.
“Tunggu!” teriak Rafa yang akhirnya mengejar orang itu. Sakit di kakinya seperti tidak terasa, langkahnya kini sangat cepat menerjang semak berduri di depannya. Dia masih sangat tidak percaya bisa melihat seseorang yang mirip sekali dengannya.
“Tunggu!” teriak Rafa lagi sambil terus mengejar. Namun orang itu tidak menoleh, dia terus berlari semakin cepat melewati pohon pinus. Melaju ke arah rawa kecil yang diliat Rafa tadi. Makin dekat ke arah rawa, entah kenapa suasana semakin mencekam. Rafa melihat pohon-pohon pinus di sampingnya seketika lapuk, buah-buahnya berjatuhan seperti hujan. Di bawahnya tanah-tanah mulai terbelah, menggetarkan tanah-tanah tandus di sekitarnya.
Orang itu berlari semakin cepat, lalu terjun bebas masuk ke dalam rawa dan seketika menghilang. Rafa mengernyit heran, sambil terus berlari dengan ketakutan. Tanah-tanah di sekitarnya mulai terbelah terpisah dua. Hingga tanpa pikir panjang dia ikut terjun ke dalam rawa lalu sekitarnya tetiba bersinar sangat terang.
—
“Awas… awas… awas…” Samar-samar Rafa mendengar saat matanya masih susah untuk dibuka. Begitu semua terlihat jelas, dia terkesiap melihat banyak sekali tatapan mengarah kepadanya. Dia mulai mencakar mundur, namun terhalang dinding bambu di belakangnya.
“Ikat dia,” kata suara dari tengah kerumunan itu. Seketika kerumunan terbelah dua, mereka berpinggir. Dari tengahnya berjalan empat orang aneh bertopeng kepala rusa sambil membawa tombak, mereka menuju kedepan Rafa. Dua dari empat orang itu tetiba berdiri terpaku, sambil terus mengarahkan tombak ke depan. Dua orang lainnya bergegas ke samping Rafa, kemudian menahan tangannya yang sempat bergeliat sebelum berhasil diikat dengan sangat kencang.
Rafa seketika diseret paksa, membuat tubuhnya terpaksa berdiri lalu berjalan dengan normal. Empat orang aneh itu mengelilingi Rafa sambil berjalan, masih mengarahkan tombak ke arahnya menyuruhnya terus maju. Orang-orang disekitarnya memandang aneh ketika dia berjalan di antara kerumunan, beberapa sambil berbisik dengan bahasa yang tak dimengerti Rafa.
Ketika keluar dari kerumunan itu, Rafa mendongak memandang sekitar. Dia belum pernah melihat tempat semacam itu. Rumah-rumah di situ berbentuk bulat seperti bola, hanya ditahan oleh bambu-bambu besar yang mengelilingi. Rumah itu tidak berjendala, hanya satu pintu besar tanpa penghalang. Semuanya terlihat sama dan sangat rapih berdiri.
Jauh di ujung rumah-rumah, terlihat sebuah air terjun besar. Entah kemana mengalirnya air terjun itu, airnya hanya terlihat jatuh ke dalam tanah tanpa ada sungai di bawahnya. Kiri kanannya terlihat hutan lebat yang sangat luas, dihinggapi burung warna-warni yang terbang kesana kemari.
Sepanjang dia berjalan dikawal empat orang aneh, Rafa terus mengernyit heran memandang sekitarnya. Tempat yang belum pernah dikunjunginya. Semua penduduk yang dilihatnya disitu berwajah aneh. Ada yang hidungnya dua, ada yang matanya satu, ada juga yang mulutnya dua dan tanpa hidung.
Saat dia terus mendongak memandang sekitar, dia tetiba didorong paksa ke samping. Tubuhnya kemudian diseret, melewati dua rumah bulat lalu dibiarkan terbaring. Dari belakangnya seketika dia ditarik oleh dua orang berbadan besar, tangan mereka sangat besar. Dia lalu dilempar ke dalam ruangan tinggi yang sempit, dengan dinding-dinding kokoh yang sepertinya terbuat dari batu-batu tajam. Dinding-dinding itu terpasang kuat sampai ke atasnya membentuk atap. Di belakang ruangan terlihat jendela kecil dibatasi besi. Pintu ruangannya kemudian ditutup keras dan dikunci, namun pemandangan di luar masih terlihat karena pintu itu hanya terbuat dari besi-besi kecil yang bersilangan.
Kini dia hanya terduduk pasrah, dia tahu telah masuk ke sebuah tempat yang seharusnya tidak dia temukan. Pikirannya kosong, tidak tahu harus berbuat apa. Bahkan dua orang di depan pintu itu tampak sangat berotot dan besar, sangat mustahil untuk dilewati. Tidak ada satupun cara untuk bisa kabur.
—
Saat malam mulai menghampiri, dari depan pintu tahanan Rafa ada seorang wanita berdiri memegang sayur kol hijau yang besar. Dari sampingnya muncul orang berotot membawa kunci pintu dan membukanya perlahan. Rafa seketika berdiri dan berjalan mendekati pintu. Dia kini bisa melihat jelas wajah anggun wanita itu, dengan dihiasi rambut panjang yang sangat lurus. Matanya sayu, dengan bulu-bulu mata kecil yang indah. Wajahnya juga terlihat putih bersih.
Si wanita kemudian dengan cepat melempar sayur kol hijau itu ke dalam ruangan Rafa, lalu tersenyum kecil. Rafa masih memandangnya. Dia kemudian berbalik badan lalu pergi dengan cepat. Orang berotot tadi langsung menutup pintunya dengan keras dan menguncinya.
Rafa paham, sayur kol hijau besar itu adalah makan malamnya. Suka tidak suka, dia hanya harus memakan sayur mentah itu untuk menghilangkan rasa lapar.
—
Saat bulan makin meninggi, Rafa masih terjaga di dalam ruang tahanannya. Dia masih belum bisa tidur. Dua orang berotot di depan juga masih terus terlihat berdiri. Kepala mereka masih terlihat bergerak memandang sekitar. Saat suasana semakin sepi, tiba-tiba Rafa mendengar langkah kaki dari belakang. Langkah itu terdengar sangat pelan dan berhati-hati. Dia langsung berdiri dan melihat melalui jendela kecil dibatasi besi di belakang ruangan itu. Dan benar, ada seseorang sedang berjalan sangat pelan sambil memikul sekarung padi di pundaknya. Langkahnya sangat hati-hati semakin menjauh, menuju ke atas panggung tinggi yang terbuat dari bambu. Sampai di atas sana, orang itu seketika menghilang entah kemana. Rafa menjinjit untuk melihat jelas kemana perginya orang itu, tapi nihil.
Sekitar 5 menit kemudian saat Rafa hampir menyerah mencari, tiba-tiba orang tadi muncul lagi di atas panggung sana. Entah munculnya dari mana, muncul begitu saja. Orang itu kemudian turun dari panggung dan berlari sangat cepat jauh ke dalam hutan.
– Bersambung –
Cerpen Karangan: Alan Tamalagi Blog / Facebook: Alan Tamalagi