Ada hati yang terluka karena sebuah kata. Sikap yang tak acuh, pandangan tak ramah juga bisa melukai hati. Itulah yang dirasakan Sovia ketika ia melihat tatapan dan ekspresi wajah teman-teman sekelasnya. Membuatnya sangat tidak nyaman. Sovia merasa tak diterima. Dia juga tak pernah berusaha untuk diterima. Sovia masih menjadi dirinya yang lebih menyukai bungkam. Diamnya Sovia dianggap aneh oleh sebagian besar orang. Hal itu terjadi sejak Sovia masih SD dan kini Sovia sudah remaja, dan keanehan Sovia belum berubah. Dia masih diam dan tak mau bergaul.
“Sov, kerjain tugasku dong. Anak pendiem biasanya pinter” Antika, salah satu teman sekelas Sovia melemparkan buku tugasnya tepat di wajah Sovia. Antika dan teman-temannya tertawa. Sovia yang kesal dengan sikap Antika hanya melotot ke arah Antika lalu pergi meninggalkan kelas tanpa sepatah katapun keluar dari mulutnya. “Dasar freak” gumam Antika.
Hal seperti itu sudah biasa terjadi. Sovia sering dirundung teman-temannya. Awalnya dia biasa saja tapi lama kelamaan dia menjadi kesal. Ada gumpalan kemarahan bergejolak di dada yang harus segera ia luapkan. Sovia akan balas dendam kepada mereka yang telah menyakitinya.
Menyembunyikan buku, mencoret tas, dan mengatai Sovia keras-keras saat dia lewat. Membuatnya sangat marah.
“Tunggu dan lihatlah. Apa yang akan terjadi pada kalian semua”
Satu persatu anak yang biasa merundung Sovia meninggal dengan cara yang tak biasa. Kebanyakan dari mereka meninggal karena hal sepele. Ada yang keselek bakso, kena lemparan bola, kesandung batu, terpeleset di kamar mandi. Semua tewas setelah mengalami kejadian sepele itu.
Apakah Sovia penyebab dari kematian anak-anak nakal itu?
Tentu saja iya. Tapi itu semua tak bisa dibuktikan karena Sovia tak terlihat menyentuh mereka. Mereka seolah mati secara alami. Tapi aneh.
Kini tinggal satu yang tersisa. Yang paling jahat dan yang paling menyebalkan. Antika. Anak sombong yang suka menghina orang lain.
Sovia memapah Antika menuju ruang UKS. Antika kelelahan saat pelajaran olahraga. Fisiknya tak sekuat mulutnya yang suka menghina. Dan objek favorit hinaan Antika adalah Sovia. Kini justru Sovia lah yang menopang tubuh Antika saat ia lemah. Entah mengapa Sovia merasa iba melihat kondisi Antika yang sedang lemah. Hingga dia menawarkan diri untuk membantu. Miris memang, tapi begitulah hidup. Tak sepantasnya kita menghina orang lain. Mengetahui kebaikan Sovia, Antika meminta maaf atas kelakuannya selama ini. Sovia hanya tersenyum mendengar permintaan maaf Antika. Tak pernah ada yang tau dibalik diamnya Sovia ada sesuatu yang mengerikan sedang bersembunyi.
Sovia pergi meninggalkan Antika setelah teman-teman Antika datang. Sebenarnya Antika ingin Sovia tetap menemaninya. Tapi Sovia menolak.
Sovia berdiam di perpustakaan selama jam istirahat. Tempat favoritnya selama ini. Disitu dia bisa membaca buku favoritnya dan menulis sesuka hatinya tanpa ada seorangpun yang mengganggu. Dia kembali membuka buku catatannya, menuliskan kisah hidupnya yang dia rangkai menjadi sebuah novel. Masih setengah jadi. Kisah hidupnya yang suram ketika dia harus kehilangan sang ayah di usia yang masih sangat belia. Ayahnya meninggal dalam sebuah kecelakaan. Sejak saat itu Sovia menjadi anak yang pendiam, tak mau bergaul dan hanya mengurung diri di kamarnya. Sovia larut dengan dunianya.
Keesokan harinya Antika dikabarkan meninggal dunia. Sepulang dari sekolah Antika mengalami kelelahan parah hingga tak sadarkan diri. Kemudian dia dibawa ke rumah sakit dan meninggal dunia disana. Aneh memang. Tapi tidak bagi Sovia. Bagi Sovia, Antika pantas mendapatkan semua itu. Antika pantas lenyap karena kesombongannya.
“Maaf Antika, ini yang terbaik buat kamu” batin Sovia puas.
Tak ada sesal bagi Sovia atas kematian Antika. Hati yang terluka telah membangkitkan jiwa jahat dalam diri Sovia.
Dua hari sebelum kematian Antika. Sovia menuliskan nama Antika di sebuah kertas dengan tinta darah. Sovia menuliskan nama itu dengan penuh kebencian dan berharap nama orang yang ia tulis akan segera lenyap. Lalu Sovia membakar kertas itu. Setelah ritual selesai maka kematian Antika sudah di depan mata. Iblis sedang bekerja, membangun kebencian dan melenyapkan nyawa yang dikehendaki Sovia.
“Untuk hinaan yang kuterima, aku rela membalas mereka dengan nyawaku”
Cerpen Karangan: Wiwin Ernawati Blog / Facebook: Icasia Aurelio