Hujan deras yang disertai petir menyirami pagi hari. Sambaran petir yang dari tadi bosan melihat Meira tidur akhirnya berkoar dan membanguninya. Meira hanya ingin tidur kembali dan melupakan jadwal sekolah. Tetapi hari ini ada ujian matematika. Meira pun terpaksa bangun sambil untuk melihat jam. “HAAH?!?” Jam sudah menunjukkan pukul 06.45, yaaa… Meira akan terlambat sekolah. Yang seharusnya sudah siap-siap dan berangkat sekolah, Meira baru bangun dari tidur cantiknya.
“Ah aku kesiangan, udah ujan lagi!! Kok Mama gak bangunin aku!” gumam Meira dengan panik. Meira refleks berlari ke kamar mandi dan segera bersiap-siap. Ia berlari dengan cepat seperti dikejar oleh binatang buas. Meira langsung berangkat ke sekolah tanpa pamit dengan ibunya.
Ya… Meira Sarven, nama panggilannya Meira atau Mei, adalah gadis yang cukup menarik. Hobi dia adalah bermain drum. Dan gadis ini mempunyai bakat yang pastinya tidak semua orang punya. Gadis ini tinggal bersama ibunya, Syllia. Ayah Meira, Kharis, telah tewas sebab kecelakaan yang dialami saat Meira berumur 10 tahun. Percaya tidak percaya, Meira bisa melihat kejadian yang akan datang lewat mimpinya. Bakat itupun secara tidak sengaja dia sadari setelah ayahnya tewas.
Sampailah Meira di sekolah, ia menaruh sepeda di luar sekolah dan menuju ke kelas. “Selamat pagi, Bu”. Seluruh murid tertegun melihat Meira dengan baju yang basah serta muka yang sangat lelah. “Kesiangan lagi, Meira?” tanya Ibu Guru dengan sedikit kesal. “Hehe.. iya, maaf, Bu” jawab Meira. Meira segera duduk di bangkunya. “Huuh habis ini ada ulangan matematika lagi” gumamnya dalam hati.
Ulangan matematika pun mulai pada jam kedua. Seluruh kelas hening, tak ada satupun yang bersuara. Kepala Meira terasa bisa terngiang-ngiang sampai pecah menjadi kepingan. Bukan Meira saja yang terlihat gelisah, seluruh murid di kelas itupun juga. Meira hanya bisa pasrah dengan apa yang akan dia dapatkan dalam ujian matematika itu dan melupakannya.
Sepulang sekolah, Meira dan sahabatnya, Aurae menaiki sepeda masing-masing sambil berbincang dan bersenda gurau. “Eh kamu tadi bisa gak ujiannya? Pasti gak belajar haha” tanya Aurae. “Menurut kamu gimana? Aku sih udah belajar tetapi lupa gara-gara kesiangan… haduhh pasti nilaiku jelek!!” “Tenang aja pasti aku juga remed, kan kita sama hehe” balas Aurae dengan ceria. Tak tahu kenapa persahabatan dua orang ini sangatlah berbeda, yang satu teralalu banyak pikiran, satunya santai sekali.
“Hmmhh itu rumah Pak Nim ya?” tanya Aurae. “Iyaa, kasihan banget Bapaknya.. kasusnya juga belum dipecahkan lagi.” jawab Meira sedikit kesal. Pak Nim adalah tetangga Meira dan Aurae yang telah hilang sejak 2 hari yang lalu. Polisi masih menginvestigasi kasus itu. Keluarga serta masyarakat di desa sangat sedih mendengar berita tersebut. Pak Nim adalah bapak dari keluarga yang beranggota 4, dia adalah orang yang paling ramah di desa ini, mereka sangat sedih setelah mendengar bahwa Pak Nim telah hilang.
Meira dan Aurae segera mengayuh sepeda mereka dan berpamitan. Sesudah beres-beres dan makan sore, Meira bergegas ke kamarnya untuk berbaring dan memejamkan matanya sejenak.
“BRUKK…” “Aku janji akan memberi tagihannya dalam sebulan! Tolong jangan bunuh saya!!” ujar seseorang dengan tergesa-gesa. “Aku sudah memberimu banyak kesempatan, Nim, aku sudah muak mendengar kamu mengulang kata kata itu lagi. Heh… lagian melihatmu sangat gelisah seperti ini sungguh lucu dan seru!!” “J-JANGA?!!!”
“AHHHHHHH!!!” Jerit Meira. “Apa-apaan itu! Tadi aku mimpi tentang apa??? Tentang siapa?!?” tanya Meira dengan penuh kebingungan. Seluruh badan Meira berkeringat dan ia terlihat sangat ketakutan. Meira tidak pernah bermimpi seperti ini, mimpi Meira biasanya tentang hal hal yang cukup biasa. Seperti saat ia berbincang dengan temannya, temannya terjatuh, mengerjakan tugas, dan lain-lain. Oh, dan tidak semua mimpi Meira akan terkabul di dunia nyata. Jadi apakah mimpi ini benar terjadi?
Di mimpi tersebut, ada orang yang menyebut nama “Nim” apakah itu Pak Nim? Atau panggilan orang lain? Meira berusaha untuk menenangkan diri dan mencoba untuk pergi ke rumah Aurae. Hanya Aurae yang tau tentang rahasia Meira ini. “Jadi.. itu.. tentang Pak Nim dong..?” tanya Aurae sedikit takut. “Uh.. iya..? Tapi kalo itu beneran Pak Nim jadi…” Meira dan Aurae berdiskusi tentang mimpi tersebut. Mereka sangat takut seandainya mimpi tersebut nyata. Kalau mereka melaporkan ke polisi apakah polisi akan percaya? Kemungkinan besar sih tidak. Aurae berpendapat kalau Meira paling tidak mencoba untuk melaporkan ke polisi tapi ia juga kurang yakin.
Setiap wajah dalam mimpi Meira tidak beraturan, jadi ia tidak bisa mengidentifikasi orang yang ada di mimpinya. Meira sih bisa mengidentifikasinya dengan suara dan pengucapan orang yang bicara, tetapi itu juga cukup sulit untuk diingat. Hal yang bisa Meira dan Aurae lakukan adalah mencoba menanyakan keluarga Pak Nim dan menginvestigasinya sendiri.
Kebetulan sekali, ketika Meira dan Aurae keluar dari rumah, ia menemukan anak Pak Nim. “Eeh Meira, Aurae..” sapa Hugo. “Halo Hugo!” sapa keduanya. “Kamu lagi mau ngapain?” tanya Aurae. “Oh gak ngapa-ngapain kok, saya hanya mau jalan mengelilingi komplek saja.”
Meira dan Aurae mengajak Hugo untuk masuk ke rumahnya untuk berbincang dan bertanya tentang kejadian itu. “Nih aku udah bikin teh buat kalian”. “Wah.. makasih Aurae” ujar Hugo dan Meira. “Kalian ajak aku kesini untuk menanyakan aku tentang ayahku ya?” Tanya Hugo dengan lembut. “E-eh kok tau..?” tanya Meira sedikit kaget. “Hehe gapapa kok, aku bersedia untuk menjawab pertanyaan kalian kalau aku tahu jawabannya.” ucap Hugo. Walaupun ayahnya sedang tidak ada, Hugo masih mencoba untuk terlihat ceria. Sungguh luar biasa anak itu.
Sepanjang sore, Meira dan Aurae menginterogasi Hugo. Pada hari itu, seluruh keluarga Pak Nim berlibur ke luar kota, kecuali Pak Nim. Ia beralasan bahwa ia masih banyak kerja yang harus ia selesaikan. Mereka berlibur selama 3 hari, dan selama berlibur Pak Nim selalu memberi informasi tentang apa yang ia sedang lakukan. Tetapi tidak pada 1 hari itu. Dari pagi sampai malam Pak Nim tidak memberi sekalipun informasi kepada keluarganya. Keluarga Pak Nim sedikit ragu tapi tidak memikirkan yang aneh-aneh. Bisa karena ia sangat fokus kepada pekerjaannya. Tetapi saat pulang berlibur, Pak Nim tidak bisa ditemukan di rumahnya. Keluarga Pak Nim kemudian menelepon polisi dan Pak Nim dinyatakan hilang. Hari sudah menjadi gelap, mereka saling berpamitan dan berterima kasih kepada Hugo atas berita yang disampaikan.
Meira dan Ibunya makan malam di meja makan sembari berbincang mengenai sekolah. Menu makan malam hari ini adalah cah kangkung dan ayam goreng beserta tahu tempe. Aromanya saja sudah bisa tercium dari kamar Meira.
“Tadi ujian Matematikanya bagaimana Meira? Bisa gak?” Aduh.. kenapa Mama tanya tentang itu. “Uhh bisa Mah..” jawab Meira dengan ragu. “Semoga nilainya bagus ya”. “Iya Maa.” Selesai makan malam Meira segera ke kamarnya untuk mengerjakan tugas sekolah, karena besok hari libur Meira baru tidur pukul 11.45.
Esok paginya Meira langsung pergi ke rumah Aurae dan melanjutkan investigasi mengenai Pak Nim. Tiba-tiba Hugo mengetuk pintu. “Eh Hugo…” “Halo Meira dan Aurae, aku mau berterima kasih karena kemarin sudah mengajakku ngobrol, aku kesini karena tebakan aku kalian masih mau bertanya soal ayahku lagi kan? Kalo mau kalian ke rumahku saja, ada hal yang aku mau bicarakan juga kepada kalian.”
Sesampainya di rumah Hugo, mereka disambut oleh Ibu serta neneknya. Mereka kemudian pergi ke kamar Hugo. Hugo menyuruh Meira dan Aurae untuk berbincang dirumahnya karena ia merasa ada yang mengintai dia. Dia tidak terlalu yakin tentang itu tapi ia merasa tidak nyaman saat keluar. Dia juga berkata kalau dia dijauhi teman-teman makanya ia senang ketika Meira dan Aurae masih mau berteman dengan dia. Aurae mengajukan suatu rencana untuk melihat orang yang mengintai Hugo itu. Hugo disuruh untuk keluar dari rumah sendiri dan Aurae akan bersembunyi di belakang semak-semak sambil memegang telepon genggam untuk memoto orang tersebut. Meira akan muncul dan menemani Hugo jika penguntit itu terlalu dekat dengan Hugo agar dia menjauh. Hugo setuju dan mencobanya.
Saat percobaan dimulai, belum ada siapapun yang mencoba mengikuti. Tetapi setelah satu menitan, ada pria yang muncul secara tiba-tiba di belakang Hugo. Dia memakai jas, topi fedora, dan kacamata serba hitam. Badannya tinggi dan sepertinya berotot, berjalan dengan tegap. Dia juga menunduk, jadi mereka tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas. Pria itu tidak berdiri pas di belakang Hugo, tetapi diseberangnya. Aurae dengan sigap langsung memfoto pria itu dari belakang. Pria itu mendadak menyeberangi jalan, dan sekarang posisinya pas di belakang Hugo. Mereka terkejut dengan gerakannya yang tiba-tiba. Meira langsung muncul dan berpura-pura menyapa dan mengajak Hugo untuk bermain bareng. Pria itu diam sebentar dan menghelakan nafas kemudian lanjut melangkah kedepan. Sepertinya pria ini memang mengintai Hugo.
Cerpen Karangan: Nasya, SMP Tarakanita 1 Blog / Facebook: Lazyyartz Seorang siswa kelas 9 asal SMP Tarakanita 1