Aurae, Meira, Hugo sekarang yang mencoba mengintai pria itu. Mereka berharap pria itu pulang ke rumahnya agar mereka tahu rumah pria itu di mana. “Apakah kalian serius akan mengikuti pria ini sampai ke rumahnya? Ini sudah sekitar 3 menitan kita mengikuti pria ini, kalau nanti kita yang lupa jalan pulang bagaimana?” bisik Aurae dengan nada sedikit lelah. “Benar sih tapi kalau pria itu kerumahnya kita juga bisa melaporkan ke polisi Rae.” jawab Meira.
Dengan tidak sadar pria itu berjalan ke tempat yang buntu dan mereka masih asyik berdiskusi. “E-eh ko gelap..?” tanya Hugo ragu. Mereka berbalik badan dalam posisi jongkok dan melihat pria tinggi itu sedang menatap mereka dengan mata yang tajam. “Apa yang kalian lakukan, hah???” tanya pria itu dengan suara yang sangat rendah. Seketika suasana hening, tidak ada satupun yang mengeluarkan suara. Pria itu mengambil tangan Aurae dan menanyakannya kembali. “Sekali lagi, apa yang kalian lakukan??” Meira dan Hugo langsung menarik Aurae agar terhindar dari pria itu, tetapi pria itu terlalu kuat. Meira bergegas ke belakang pria itu dan mendorongnya dengan sekuat tenaga. Pria itu terjatuh, keluar dari gang buntu tersebut. “Ahh!! Dasar anak nakal!!!” Seru pria itu dengan kesal.
Ketika Meira melihat wajah pria itu ia sangat terkejut. “PAPA?!?!” “…hah?” “P-Papa?!?.. Apa-apaan kamu! Emang k-kamu siapa?” tanya pria itu dengan wajah kaget. Pria itu langsung kabur dari gang tersebut dengan panik. Aneh sekali, padahal ia yang mengintai Hugo dari awal. Kenapa dia yang kabur? Seharusnya mereka yang kabur.
“Mei.. bukannya Papamu sudah meninggal ya..?” gumam Hugo. “I..iya.. aku tahu, tapi… muka pria itu..” “Ayo… kita bahasnya di rumahku saja” ujar Aurae. “Papa”.
Cukup aneh untuk melihat seseorang yang persis sekali dengan orang terdekatmu yang sudah tiada bukan? Mungkin Meira sedang tidak enak badan jadi dia salah kira tetapi dulu Ayah Meira juga sangat dekat dengan Pak Nim. Apakah artinya Ayah Meira yang menculik Pak Nim? Tapi tidak mungkin bukan? Menculik sahabat sendiri, apa keuntungannya?
Sesampainya mereka di rumah, Meira langsung meminta untuk tidak membahas kejadian hari ini sementara dan berpamit untuk pulang ke rumahnya. Meira cepat-cepat berbaring di atas kasurnya dan menangis. Papa?? Ahh! Ga mungkin.. ga mungkin!! gumam Meira dengan kesal.
Kejadian itu membuat Meira teringat dengan ayahnya, Ketika ia bermain dengannya, tidur bareng, masak bareng. Tapi bagaimana mungkin Ayah Meira bisa hidup? Meira hadir dalam upacara penguburan ayahnya dan ia juga sempat berdekatan dengan beliau. Akhirnya Meira tertidur setelah mengingat momen-momen bahagia bersama ayahnya.
Paginya ia terbangun dari mimpinya, ia bermimpi tentang bertemu dengan ayahnya lagi. Tetapi dalam mimpi itu juga ayahnya ditangkap oleh polisi karena dialah yang menculik Pak Nim. Pagi-pagi sudah harus memikirkan mengenai ayahnya lagi. Ia semakin penasaran. Tapi kan… tidak semua mimpi aku beneran akan terjadi? Tapi kalua beneran bagaimana aku kasih tau Mama??? Apakah Mama akan percaya? Mama aja tidak tahu dengan kekuatan aku.
Hari ini Meira berencana untuk tidak berkomunikasi dengan Hugo dan Aurae dulu. Meira mau bertemu dengan pria itu lagi, untuk memastikan kalua itu beneran ayahnya atau bukan. Tapi bagaimana ia bisa tahu keberadaan pria itu? Meira mengambil satu lembar roti dan memakannya sambil ia bergegas keluar rumah. Ia hanya ingin berjalan keliling komplek dan berharap untuk menemukan pria itu.
Sepanjang jalan, Meira melihat 2 adik kakak yang sedang bermain bersama ayah mereka. Mereka kelihatan sangat gembira. Meira hanya bisa tersenyum melihat mereka. Sambil melihat anak-anak bermain, Meria menabrak seseorang. “Brukkk”. “E-eh maaf pak…” Meira terkejut setelah menoleh untuk melihat wajah pria itu. Ia akhirnya bertemu dengan pria yang kemarin lagi. Pria itu kaget dan langsung melarikan diri lagi, ya lagi. Meira juga dengan cepat mengejar pria itu. Pria itu menuju suatu pabrik yang sudah lama sekali terbengkalai. Karena Meira lebih muda, ia sempat menyusul pria itu saat memasuki pabrik.
“BUAT APA KAMU MELARIKAN DIRI DARI AKU??” jerit Meira dengan suara terpatah-patah sambil masih mengejar pria itu. “PERGILAH DARI SINI GADIS!!!” teriak pria itu. “Emang kamu siapa??… Papaku?!?” Pria itu langsung berhenti berlari, Meira juga ikut berhenti. “Heh… Papa. Sudah lama tak mendengarmu mengatakan itu.” Suara pria itu tidak lagi rendah dan tegas, malah menjadi lembut. Suara itu… mirip sekali dengan Papa. Apakah mimpiku benar? Kalo benar, dia yang menculik Pak Nim dong?
Meira menjalan kearahnya secara perlahan, pria itu berbalik badan dengan muka penuh dengan air mata yang berjalan begitu cepat dan muka yang sedang mengerut. Mereka bertatapan selama 5 detik, Meira juga sepertinya ikut menangis. “Bukannya Papa sudah meninggal? Kok bisa…”
Setelah mereka berdua menenangkan diri, Ayah Meira memberi tahu kalua sebenarnya dia belum tewas sama sekali. Pada waktu itu Ayah Meira sedang menyebrangi jalan menuju kantornya, tiba-tiba sebuah motor menabraknya. Sepertinya itu merupakan pembunuhan berencana. Tetapi Pak Nim, sahabatnya membantunya. Ayah dan Pak Nim sudah bersahabat sejak lama. Mereka bekerja di kantor yang sama, saat itu mereka sedang menerima pekerja baru. Lama-kelamaan Ayah merasa pekerja tersebut membencinya. Pak Nim juga merasa sama, pekerja tersebut selalu terlihat marah, mukanya merah ketika Ayah Meira sedang di ruangan yang sama dengan dia. Pekerja baru tersebut juga kelihatannya mencoba meniru sikap Ayah Meira. Ayah Meira tidak terlalu mempedulikan itu. Tetapi saat ia ditabrak wajah pekerja tersebut sedikit menyeringai, seperti ia ingin itu terjadi.
“Uhh.. Papa, apakah aku boleh memberi tahu ini ke Mama?” tanya Meira. “Kayaknya belum dulu deh nak, masalah akan menumpuk lagi nanti. Jangan kasih tahu temanmu juga ya..” jawab Ayah sambil mengusap kepala Meira. Meira mau dia dan ayahnya untuk menginvestigasi kasusnya sendiri. Pertamanya Ayah Meira tidak mau, karena Meira juga bisa tersakiti atau parahnya, diculik seperti Pak Nim. Tetapi Ayah Meira setuju karena sudah lama sekali tak melihat putrinya. Meira menelepon Ibunya, beralasan bahwa dia mau menginap di rumah Aurae selama 1 hari.
Mulailah mereka menginvestigasi. Setelah pergi kesana-kemari menanyakan tetangga untuk mencari bukti dan jejak pelaku, akhirnya mereka temukan sebuah rumah yang sepertinya tempat Pak Nim berada. Meira mendengar teriakan seseorang meminta tolong, untung kupingnya tajam. Meira mau mendobrak pintu dari rumah itu tetapi Ayah berpikir kalau ide itu buruk, karena bisa juga si penculik tahu bahwa mereka ada di lingkungan dia. Dia menyuruh Meira untuk menunggu dan Ayah menelpon polisi.
Sepuluh menit kemudian polisi pun datang di rumahnya. Mereka mendobrak pintu dan benar sekali, mereka menemukan Pak Nim yang berada di ruang bawah tanah. Penculiknya yang sedang berusaha keluar dari rumah itu. Ternyata penculiknya itu merupakan pekerja baru waktu itu yang ada di kantor mereka. Keluarga Pak Nim langsung diberi kabar gembira ini. Pak Nim serta penculik akan diintrogasi di kantor polisi. Ayah Meira juga belum tahu alasan kenapa Pak Nim diculik.
Tidak terasa sudah malam sekali, Meira meminta ayahnya untuk pulang ke rumah dan kembali seperti dulu lagi. Tetapi ayahnya tetap tak mau. “Oke.. gapapa kok, makasih ya Pah.” “KRINGGGG” … “Ayokk bangun, kita sarapan nak” “Ohh.. iya tunggu MAH…!”
Cerpen Karangan: Nasya, SMP Tarakanita 1 Blog / Facebook: Lazyyartz Seorang siswa kelas 9 asal SMP Tarakanita 1