Setelah kedatangan mereka, Logan lalu menjelaskan sembari menunjukkan video tersebut. “Hantu, di kala terlelap… Agaknya si pelaku tipikal night owl nggak sih?” Tebak Frederik. “I agree, aku malah gagal fokus sama kata ‘merasuk ke dalam para ksatria’… Kayak, dia nyindir siapa sih?” Tanya Jean. Logan lalu menghela napas panjang, “apakah pernah terpikir kalau seandainya ‘para ksatria’ itu merujuk kepada… Mungkin salah satu diantara kita?” Semua teman-temannya tiba-tiba terdiam. Melihat reaksi teman-temannya itu, Logan lantas menggeleng dan mengalihkan pembicaraan, “aku bercanda, kita lihat nanti malam saja.”
Malam harinya, sosok berjubah hijau berlari dari kejaran warga menuju sungai White River. Sesampainya di sungai itu, ia bersembunyi di antara semak-semak sembari melempar jubah itu di dekat TKP. Ketika mendengar ada langkah kaki mendekat, sosok itu lantas kabur meninggalkan tempat.
Keesokan harinya, warga desa Woodstock berbondong-bondong menghampiri rumah Logan. Alangkah terkejutnya Logan, orang tuanya, dan Frederik ketika melihat Naomi ditahan oleh para warga tersebut. “Inilah sosok perusuh desa selama ini. Dia harus ditindak tegas!” Ujar pak Smith. Seluruh warga desa juga turut menyorakinya.
Jean yang mendengar kerusuhan di depan rumah Logan bergegas keluar dari rumah. “Hei, hei, apa yang terjadi di sini?” Tanyanya kebingungan, terlebih melihat Naomi di sana. Salah satu warga desa pun menjelaskan. Sementara Naomi hanya terdiam seribu bahasa di sana, entah dia memang bersalah atau tidak. Karena sudah kebingungan, Logan tanpa ragu mencoba berlari kabut dari kerumunan menuju sungai White River, berharap ada petunjuk. Di sana, ia menemukan sobekan kain berwarna hijau.
Rambut pirang… Frederik bisa juga, tetapi konteks Gaia… dewi bumi, pelakunya perempuan. Lalu, semalam Naomi memang izin keluar malam… Rambutnya pun pirang, aaarrghh, semuanya tertuju padanya… Pikir Logan.
Seketika air mata Logan menetes mengingat apa yang terjadi pada temannya. Ia menatap kosong sungai yang mengalir di depannya. Jika saja ia tidak membiarkan Naomi keluar, apakah mungkin semua ini akan berbeda?
Logan menghapus air matanya, lalu menghubungi Frederik, namun ponselnya mati. Lalu ia beralih menelpon Jean, “hei, Jean… Apa kau bisa ke sini? Aku menemukan sesuatu.” “Ah, baik. Aku akan ke sana,” balas Jean.
Sesampainya Jean di lokasi, Logan menjelaskan penemuannya itu. “Jean, apakah sementara aku bisa menganalisa temanku ini di rumahmu? Sepertinya rumahku akan ramai hari ini,” pinta Logan. Meski agak skeptis, Jean kemudian mengangguk setuju. Mereka lalu pergi ke rumah Jean.
Di rumah Jean, secangkir teh chamomile disuguhkan untuk Logan. “Jika kau butuh sesuatu di sini, jangan segan-segan kau pakai, anggap saja kayak masa kecil dulu. Aku mau beresin warga-warga di depan dulu, izin ya,” pesan Jean. “Terima kasih banyak Jean, maaf sekali ngerepotin kamu.”
Logan lalu memerhatikan beberapa buku-buku dari ruangan Jean. Mahasiswa filsafat, tentunya bukunya tebel-tebel banget lah ya. Namun, dari sekian banyaknya buku, Logan lebih tertarik pada buku-buku kumpulan mitologi Yunani milik Jean. Mungkin saja ia bisa dapat pencerahan?
Ketika hendak mengambil buku tersebut, tiba-tiba… “BAAAA!” Frederik yang muncul dari belakang mengagetkannya. Logan yang terkejut lalu menjatuhkan beberapa buku-buku dari rak tersebut. “Hayolooo, ngapain di dalem kamar cewek?” Tanya iseng Frederik. “Diem ah lu, rese.”
Di antara buku-buku yang jatuh, ada sebuah foto masa kecil Jean, Logan, dan teman-teman SDnya. Foto itu diambil saat fashion week bertemakan Go Green di sekolah. Melihat pakaian Jean sewaktu kecil, yang tampak kebesaran membuat Logan tertawa kecil. “Walah, seorang Logan ternyata sudah cinta sejak SD? Buset dah, gue dulu ngertinya cilok doang pas SD mah,” sindir Frederik. Logan hanya terdiam. Ia lalu tersenyum. “Ape lu senyum-senyum lagi? Nostalgia lu?” Tanya Frederik kebingungan. Logan lantas berbalik tersenyum ke Frederik, “aku sudah memecahkannya.”
Keesokan paginya, Logan kembali menghubungi Jean. “Morning Jean… Aku lagi di white river, emmm kamu kosong nggak hari ini? A-aku mau ngomongin sesuatu, b-berdua aja,” Ucap Logan agak salah tingkah. “Iyaa, aku kosong kok hari ini. Sebentar yaa,” balas Jean di ujung telepon.
Perempuan dengan terusan putih manis berjalan menghampiri Logan yang sudah duduk di bangku di pinggir White river. Logan yang sudah menanti perempuan itu menyambutnya dengan senyuman. Jantungnya seakan ingin meledak.
“Sudah lama?” Tanya Jean, sang perempuan itu. “Ah… Nggak kok,” ucap Logan. “Jadi mau ngomongin apa?” Tanya Jean terus terang. Logan menghela napas panjang sebelum memulai kalimatnya, “sungai ini… Menjadi saksi bisu sekaligus korban atas kejahatan manusia ya…” Jean mengangguk setuju.
“Gaia Ghost, entah bagaimana aku harus berterima kasih kepadanya… Dia adalah sosok yang sangat hebat, dengan segenap keberanian yang dimilikinya, dia berhasil menumpas buron kelas kakap di desa ini…” Logan meneruskan kalimatnya, “Pada malam hari, dia keluar dengan jubah hijau untuk memungut ikan-ikan di sungai dan meletakkannya di halaman-halaman rumah para pengelola pabrik tekstil… Lalu dia mencoba menggaungkan keberadaannya melalui kode Napoleon yang tertulis rapi, dia romantis ya?” “Ahahaha… Kode-kodean segala, romantic in logic banget,” tawa Jean.
“Lalu pada malam berikutnya… Dia menyusun sebuah video dokumenter tentang aksi kejahatan para buron desa, dengan puluhan buku yang telah dipelajarinya, ia memindahkan video dokumenter tersebut ke ponsel korban… Ketika semua telah terlelap, ia mencoba membunuh salah satu dari manusia keji itu dengan senjata dari alam, sebongkah batu, dan memberikan peringatan kepada satunya lagi… Cerdik sekali, tipeku banget deh.” Jean hanya tertawa kecil.
“Tidak hanya berhenti dari situ tau, ketika para warga desa hendak mengejarnya… Dia berhasil melarikan diri ke sungai indah ini. Melempar jubahnya ke tepi sungai, dan melarikan diri saat mendengar derap langkah kaki, yang disangkanya para warga. Namun ternyata, tebakannya itu menimbulkan fitnah mendalam, karena ternyata langkah itu adalah sahabatku, Naomi… Yang mencoba mencari serpihan petunjuk atas sang hantu.”
Logan menghela napas panjang lagi dan lanjut bicara, “jubah hijau… Wig rambut pirang… Pakaian yang pernah kujumpai di fashion week saat SD… Lalu kumpulan buku-buku mitologi, psikologi, dan trik… Kurasa ku pernah menjumpainya di sebuah rak yang sama… Bukankah begitu, Jean?- ah, ataukah lebih baik ku memanggilmu dengan panggilan sayang, seperti- bukankah begitu… Gaia Ghost?”
Jean yang mendengar dugaan itu hanya tersenyum dan bertepuk tangan. “Fantastik. Jelaskan caramu menemukannya, Logan,” pinta Jean.
Logan hanya menuruti keinginannya, “ketika Naomi ditangkap, aku memintamu untuk menghampiriku di tempat ini. Namun, apakah aku sempat memberitahumu lokasiku saat itu?” Jean mengangguk dan mengakui kecerobohannya.
“Lantas kenapa kau melakukan itu Jean?! Aku tak habis pikir, sama sekali tak pernah terduga kau mampu melakukannya,” tanya Logan dengan mata yang berkaca-kaca. “Ahaha.. Di dunia ini, banyak topeng untuk menutupi kejahatan seseorang Logan… Tentang itu, lihatlah bumi ini, sudah tua begini masih saja disakiti… Apa kau tidak sedih melihatnya?” Tanya Jean.
“Aku paham, Jean… Kamu adalah sosok yang sangat idealis, sosok yang baik, tapi tidak harus dengan cara ini kau menyampaikan sayangmu pada alam. Namun bagaimanapun juga, maaf… Keadilan harus ditegakkan, bukan?” Ucap Logan sembari memborgol tangan Jean.
Frederik, Naomi, pak Smith, dan orangtua Logan yang sedari tadi bersembunyi dari semak-semak, akhirnya keluar. Jean terkejut melihat mereka. Mereka semua hanya terdiam. Jean lalu berdiri dan menghampiri Naomi. “Naomi, maafkan aku ya… Kau tidak seharusnya menerima semua ini… Aku tidak akan mengusik kalian lagi, berbahagialah bersama Logan,” pesan Jean kepada Naomi yang hanya terdiam berkaca-kaca. Naomi mengangguk dan memeluknya. Sementara Logan yang melihat ayahnya dan pak Smith membawa Jean pergi, hanya terduduk diam seribu bahasa sembari mengusap air matanya yang terus menerus menetes. Dadanya sesak, setiap melihat derap langkah Jean pergi.
Frederik dan Naomi mencoba menenangkan Logan. Menyesakkan, rasanya sakit sekali, jika orang yang selama ini kita cintai adalah seorang kriminal yang juga turut membantu kita mencari jejaknya sendiri. Namun kini, berakhir sudahlah teror misterius di desa Woodstock.
“I love you Jean, but I’m letting go. Terima kasih sudah mengisi hari-hariku selama ini dan membuka kesadaranku akan bumi ini.”
Cerpen Karangan: Aldya Kusuma Azzahra