Di dalam ruangan dengan satu ranjang dan tembok putih bak penjara, Raya terbangun dengan keadaan bingung mengapa dia bisa terjebak di tempat seperti ini. Dia memiliki nama yang cantik Raya Cattleya Gardina, seperti bidadari yang turun dari surga Raya memiliki paras yang cantik dan lugu. Dia adalah gadis berumur 22 tahun yang pendiam serta suka menyendiri.
Raya menatap keluar jendela melihat awan sore hari dengan warna oranye yang indah. Canis berjalan menuju Raya, “Bagaimana, sudah bicara dengan Lily?” tanyanya sambil memberikan minuman kepada Raya. “Entahlah, di mana dia aku belum mengetahuinya”, jawab Raya seraya menerima minuman. “Apakah kamu yakin bukan dia yang melakukannya?”, tanya Canis. “Ya, aku yakin itu bukan dia yang melakukannya” jawab Raya, lalu Canis berjalan keluar ruangan.
Seperti gadis berusia 22 tahun lainnya Raya juga memiliki cinta untuk pria yang mengisi hatinya. Dia mengenalnya pada saat usianya 15 tahun, namanya Glenda Anggara teman satu SMA Raya. Dia pria yang sifatnya seperti “bunglon” yang warna sikapnya tidak dapat diprediksi. Moody?? tidak Glen hanya dingin dan cuek terhadap Raya tidak dengan teman yang lainnya. Itu yang selalu dirasakan Raya selama ini, tetapi entah mengapa dia selalu dengan bodoh mencintai pria itu.
Kehidupan SMA Raya sama seperti anak SMA pada umumnya. Dia berangkat ke sekolah di pagi hari dan pulang pada sore hari, dia tidak mengikuti ekstrakurikuler di SMA. Saat pagi hari Raya bangun dan bersiap untuk berangkat sekolah. Sampai di sekolah dia duduk dengan sahabatnya Dinda, “Pagi Din” sapa Raya sambil duduk di kursinya, “Pagi Ra” jawab Dinda sambil tersenyum, “Nih, rangkuman materi olimpiadenya”, kata Raya sambil memberikan kertas berisi materi kepada Dinda. “Thank’s Ra, Lo enggak mau ikut olimpiade aja Ra?”, “Enggak ah Din, nggak minat aku kapan-kapan aja, hehehe”, “ihh sayang banget tahu Ra”. Raya hanya menjawabnya dengan senyuman dan melanjutkan kegiatan membaca novelnya.
Raya sebenarnya anak yang memiliki otak encer tetapi dia menutupi kepintarannya itu dengan muka lugu dan polosannya. Dia tidak tertarik dengan popularitas dan lebih memilih dengan menutupi kepintarannya, entah dengan sengaja membuat nilainya pas-pasan atau bahkan jelek sekalipun. Guru matematikanya pernah mengetesnya dengan soal olimpiade yang bahkan anak olimpiade memecahkannya dengan waktu 1 jam, akan tetapi Raya memecahkan soal tersebut hanya dengan waktu 30 menit, karena dia keasikan dengan mengerjakan soal hingga lupa untuk menutupi kepintarannya. Sejak saat itu issue bahwa Raya adalah anak yang cerdas muncul akan tetapi dia bersikap seperti gadis biasa lainnya dan tidak terlalu menanggapi tentang hal itu.
Setalah lulusnya Raya dari SMA dia hanya menjalani kehidupan dengan dunia kerjanya untuk meneruskan hidupnya. Mengingat sudah tidak ada tulang punggung yang dapat dia sandari, karena ayah dan ibunya meninggal dalam kecelakaan. Di dunia kerja Raya sama seperti kehidupan sebelumnya, kehidupan yang monoton.
Pada malam hari setelah pulang kerja Raya membuka ponselnya dan membaca chat dari sahabatnya Dinda. “Ra lo ikut reuni SMA kan tahun ini kan?, Ikut ya di rumah gue nih tempatnya”, “Belum tahu Din, nanti aku kabarin lagi deh”. Raya memang nggak pernah ikut acara reuni SMA, karena dia sibuk sendiri dengan dunianya dan berusaha melupakan seseorang yang dia cintai semasa SMA.
Di keesokan harinya tiba-tiba dia mendapatkan notifikasi chat dari orang yang selama ini tidak pernah menghubunginya. Ya itu dari Glen “Ra Lo ikut reuni SMA enggak?” satu kalimat pertanyaan itu yang membuat hati Raya berbunga-bunga dicampur dengan kebingungan yang ada di otaknya. Raya membalas pesan itu singkat, “Iya, kamu ikut?”, lalu beberapa detik kemudian ada balasan darinya “Ikut”. Rasanya perut Raya dipenuhi kupu-kupu sangking bahagianya karena bisa bertemu dengan Glen lagi.
Di hari H acara reuni SMA Raya datang ke acara dengan penampilan cantik bagai bidadari. Raya mengenakan gaun panjang selutut berwarna biru kombinasi corak kupu-kupu ungu yang terkesan sederhana serta rambut pendek sebahu dengan riasan yang sederhana. Raya berjalan anggun mendekati Dinda, “Akhirnya Lo mau dateng ke reuni Ra” kata Dinda sambil memeluknya, “Iya demi kamu Din” balas Raya bohong sambil tersenyum. Sebenarnya Raya ikut reuni hanya untuk melihat pujaan hatinya, siapa lagi kalau bukan Glen.
Raya mengambil minuman di meja sambil menunggu Glen datang, akan tetapi tidak sesuai ekspektasi Raya Glen datang sambil menggandeng perempuan cantik disampingnya. Perempuan itu memakai baju merah yang senada dengan kemeja merah Glen, mereka kelihatan sangat akrab dan serasi.
Hati Raya rasanya seperti dilambungkan tinggi-tinggi lalu dijatuhkan dengan keras, sakit hanya itu yang dapat dia rasakan. Raya berlari pergi menuju rumahnya, ternyata cintanya selama bertahun-tahun tak terbalas.
Tiba-tiba penglihatannya kabur dan Raya merasakan sakit kepala dan perlahan matanya mulai terpejam. Raya bangun di ruangan putih dan satu ranjang dan meja kecil yang diatasnya terdapat koran berisi berita gadis 22 tahun yang telah melakukan pembunuhan. Raya bingung harus bertindak apa karena dia tidak ingat secara persis kejadian itu, yang dia ingat hanya darah dan itu menjadi mimpi buruknya setiap malam.
Raya menatap keluar jendela melihat awan sore hari dengan warna oranye yang indah. Canis berjalan menuju Raya, “Bagaimana, sudah bicara dengan Lily?” tanyanya sambil memberikan minuman kepada Raya. “Entahlah, di mana dia aku belum mengetahuinya”, jawab Raya seraya menerima minuman. “Apakah kamu yakin bukan dia yang melakukannya?”, tanya Canis. “Iya, aku yakin bukan dia yang melakukannya” jawab Raya, lalu Canis berjalan keluar ruangan sambil berkata “Akanku panggil pamanmu kesini”, “Iya” jawab Raya singkat.
“Hai Raya, gimana?” tanya Paman Kevin sambil duduk di samping Raya, dia seorang psikiater profesional serta paman Raya. Dia datang ke sini khusus untuk membantu masalah Raya. “Raya masih bingung paman” jawab Raya, “Cobalah mengingatnya dengan keras Raya” ucap Kevin sedikit memaksa, “Tidak aku tidak bisa paman, aku…” ucapan Raya tiba-tiba terhenti, dan tubuhnya merosot ke bawah dengan wajah yang pucat dan gadis itu menjambak rambutnya dengan gelisah dan ketakutan.
Setelah beberapa saat Raya berhenti bergerak gelisah dan menegakkan badannya dengan tatapan yang dingin dan misterius. “Kenapa kalian selalu mencariku?”, Canis dan Kevin bergidik ngeri dengan perubahan drastis dan tiba-tiba dari Raya. Ini kali pertama mereka menemui Lily, ya benar sekali itu Lily alter-ego dari Raya.
Raya adalah gadis yang memiliki gangguan identitas disosiatif yaitu suatu gangguan yang biasanya ditandai dengan adanya 2 atau lebih status kepribadian yang berbeda, hal itu biasanya karena suatu reaksi terhadap trauma masa lalu dan digunakan sebagai cara untuk membantu seseorang melupakan kenangan buruk. Dan biasanya sebuah identitas yang sengaja dibentuk memiliki nama serta karakteristik yang unik yang berisi gambaran ideal tentang dirinya yang tidak bisa direalisasikan dan hal tersebut biasa disebut dengan alter-ego.
Alter-ego Raya muncul karena dia sedang berada di situasi yang tertekan hal itu yang Kevin peroleh saat melihat reaksi Raya. “Aku peringatkan kalian untuk tidak mencariku lagi”, “Lily kamu berada dalam pengawasan ketat” peringatan dari Canis, ada beberapa polisi yang masuk ke dalam ruangan karena tahu ada yang tidak beres. “Suruh anak buahmu untuk menurunkan pistolnya, atau kubantai semuanya Rosa akan senang mendapatkan mangsa baru”, ujar Lily penuh peringatan dengan tatapan dinginnya.
Kevin yang terkejut dan sedikit takut kembali menetralisir rasa was-wasnya dan duduk di samping Lily dan berkata “Siapa Rosa?”. Lily hanya melirik sebentar ke arah Kevin dan kembali memasang tatapan yang dinginnya, “Kamu tahu Kevin bukan aku yang melakukan pembunuhan itu tapi Rosa, sekarang dia telah kukurung di dalam “ruangan yang gelap” karena berani mengambil tempatku dan mengacaukan semuanya”. “Oke, tapi katakan siapa kamu sebenarnya?”, “Aku Lily bisa dibilang aku Queen di sini aku yang mengontrol emosi Raya, dan Rosa mengacaukan semuanya dengan membunuh serta memberikan nama atas perbuatannya dengan namaku, perihal kronologinya aku akan mengatakannya kepada kalian semua”.
Kevin memperhatikan apa yang akan dikatakan Lily. “Kejadiannya dimulai pada malam hari saat acara reuni SMA, saat itu hari Raya sungguh tidak bisa mengontrol emosinya dan disitulah Rosa muncul”. Kita flashback di mana waktu kejadian itu terjadi, Raya datang kembali ke pesta itu dengan penampilan yang berbeda dengan gaun hitam yang terkesan seksi di dengan riasan mencolok serta sepatu High heels. Seluruh mata tertuju pada Raya sejenak bahkan Glen juga merasa terkesima dengan penampilannya.
“Kenapa berhenti, ayo dong kita nikmati pestanya” ujar Raya dengan tawa garingnya, akhirnya suara menjadi riuh kembali dan tidak ada yang memperhatikan gadis itu, bahkan saat gadis itu menuangkan sesuatu ke dalam minuman yang ada di meja. Glen yang tertarik dengan Raya mendekatinya perlahan, “Aku..”, “Shuttt, udah diem aja nih minum dulu” ujar Raya dengan senyuman manis yang entah mengapa bisa menghipnotis Glen. “Teman-Teman ayo yang haus minum dulu” ajak Raya sambil tertawa ceria. Orang-orang yang haus dan lelah berbondong-bondong mengambil minuman yang ada di meja.
Sementara semua orang sibuk Glen berusaha ingin mengatakan sesuatu kepada gadis itu. “Aku suka…” ucapan Glen menggantung di udara, tiba-tiba pandangannya kabur dan menjadi gelap gulita. Pada saat Glen terbangun dia di dalam kondisi duduk di kursi dengan tangan dan kaki yang terikat ke belakang, mulutnya diikat dengan kain. Tubuhnya yang lemas tidak bisa memberontak dan melepaskan ikatan yang kuat itu.
Dengan cahaya bulan yang masuk melalui ventilasi, Glen melihat gadis memegang pisau dengan darah yang menetes dan berceceran di lantai. “Kamu pasti bertanya-tanya kenapa aku melakukan hal ini? hmm kenapa Glen?. Awalnya aku tidak mau membunuh mereka semua tapi aku tidak mau ada saksi yang melihatku menghabisi nyawamu, oke kita persingkat aja ya Glen, tenang aja aku nggak psycho-psycho amat kok karena kamu adalah orang yang Raya cintai, ya meskipun kamu enggak cinta sama Raya sih”. Ya seperti yang kalian tahu itu bukan Raya melainkan Rosa, dia mempunyai karakter yang ceria, cerdik, dan tentu berdarah dingin.
“Hmm, bentar aku bingung gimana bunuh kamu tanpa rasa sakit” ujar Rosa sambil mengelus pisaunya. Kini tangannya berlumuran dengan darah merah bahkan gadis itu tidak menghiraukan bau amis yang tercium tajam di ruangan itu. Glen masih ingin berusaha mengatakan sesuatu, “Kamu mau ngomong? Oke boleh kok, itung-itung kalimat terakhir buat kamu”, akhirnya Rosa melepas ikatan dari mulut Glen.
“Raya, Raya… ini gue Glen, gue cinta sama Lo..” Rosa mengepalkan tangannya geram dan mengikat kembali mulut Glen. “Bullsh*t banget tau nggak? Giliran mau mati aja kamu bilang cinta, kamu tau Raya cinta sama kamu udah dari dulu dan kamu hanya membalasnya dengan rasa sakit” ucap Rosa geram.
Rosa menyayat pergelangan tangan Glen dengan pisaunya, dia benar-benar marah sementara Glen tidak sanggup memberontak karena ikatan tali yang sangat kuat. “Raya itu cinta mati sama kamu, dia sakit banget gara-gara kamu” ujar gadis itu dengan air mata yang tiba-tiba mengalir lembut membasahi pipinya. Lalu dia berjalan keluar rumah tersebut dan membiarkan Glen mati perlahan karena kehilangan banyak darah, Rosa juga meninggalkan nama Lily di lantai yang penuh darah.
“Begitulah cerita yang sebenarnya” ucap Lily lalu menggubah posisi duduknya menghadap ke arah Kevin dan Canis. Pandangan Lily berubah hangat dan menatap mereka berdua, “Raya butuh bantuan kalian, pikirannya sedang kacau, dan itu mengacaukan “kami” semua”. Kevin dan Canis mengangguk setuju “Kami akan bantu Raya” ujar Kevin.
Di tempat lain Kevin memikirkan bagaimana cara untuk membantu gadis yang malang itu agar dia mendapatkan perawatan tanpa campur tangan politik. Bisa dibilang kasus Raya cukup pelik, di mana rasa traumatis yang memaksa dirinya yang tanpa sadar menciptakan “dirinya yang lain” dalam bentuk pertahanan dirinya. Raya memang bisa bertahan berkat bantuan alter-ego dirinya, namun bagaimana hukum akan mengadilinya?. Itu tergantung kepada para penegak hukum, terlepas dari keadaan mental Raya. Dia telah melakukan kasus pembunuhan yang merenggut nyawa puluhan orang dan itu bukanlah kasus yang ringan.
Kevin menghela nafas panjang, menatap langit senja berwarna jingga yang perlahan berubah menjadi gelap. Dia berharap bisa membantu Raya menjadi dirinya sendiri. Terlepas dari sikap Lily yang misterius, Rosa yang dominan memiliki sifat yang berdarah dingin dan “dirinya yang lain”, mereka tetaplah bagian dari gadis kecil bernama Raya Cattleya Gardenia.
Cerpen Karangan: Nadhia Rahmawati Blog / Facebook: Nadhia Rahmawati