Setiap melewati jalan ini hati Ramsy bergetar tak karuan. Ada sebuah warung makan dan kenangan getir di dalamnya. Ingatannya melayang ke peristiwa beberapa bulan lalu saat ia dan Terry, teman perempuannya makan di tempat itu. Mereka berdua memang belum lama saling kenal. Tapi di saat itulah waktu yang bermakna, entah hanya Ramsy sendiri yang merasakan atau juga Terry.
Perjumpaan awal mereka saat sedang mengurus administrasi kuliah di salah satu kampus swasta di Kota Batik. Komunikasi yang terus berlanjut membuat mereka semakin dekat. Tak jarang mereka saling menceritakan dan mengumpat sopan tentang asyiknya kehidupan di masa dewasa.
“Cari makan yuk!” Ujar Ramsy sambil merapikan buku dan laptop yang habis ia gunakan untuk menyelesaikan tugas kuliah. “Boleh, aku juga lapar nih, makan dimana ya enaknya?” Tanya Terry. “katanya kamu punya rekomendasi tempat makan di dekat alun-alun?” Tanya Ramsy pada Terry. Sambil mengarahkan pandangannya ke atas, Terry mencoba mengingat warung tersebut. “Oh, itu. Boleh, ya udah, ayo berangkat.” Terry mengacungkan jari telunjuknya ke udara, refleks yang bagus saat mendapatkan sebuah ide yang cemerlang. “mau aku bonceng?” Ramsy menawarkan diri sambil mencari kunci motor miliknya di saku celana. “hmmm, tentu. Pake motor aku aja gimana?” Terry menyodorkan kunci motor miliknya yang sudah siap sedia.
Ramsy memang bukan tipe pria yang romantis. Tidak seperti pria lain yang menawarkan mau makan apa kepada wanitanya, Ramsy langsung duduk dan Terry yang mengambil daftar menu di meja kasir. Terry kemudian menuliskan daftar pesanan mereka dan mengantarnya ke meja kasir untuk disiapkan.
Sambil menunggu makanan dimasak. Tiba-tiba Terry menceritakan sebuah hal yang baru saja dialaminya kemarin malam. Siapa sangka, Terry seorang mahasiswi aktif nan cantik jelita baru saja ditembak oleh teman dari masa SMA. Kaget bukan kepalang saat Ramsy mendengar cerita itu. Pupus sudah harapannya ketika mengetahui wanita yang selama ini ia kagumi ternyata sudah ada yang memiliki.
“Aku sih belum ngasih jawaban ya, tapi,..” Jelas Terry sambil membalikkan telpon genggamnya. “Ter, aku boleh ngomong sesuatu?” Tanya Ramsy. Suasana seketika menjadi canggung. “Sebenernya aku nyaman sama kamu.” Lanjut Ramsy. Suasana hening, hanya terdengar desiran angin di sepanjang jalan depan warung. “Nyaman? Maksudnya apa Ram?” Terry penuh tanya. “Aku ngga tau kapan rasa ini muncul, tapi yang jelas, jujur, Terr, aku suka sama kamu.” Tegas Ramsy
Banyak yang mengira mereka berdua memiliki hubungan serius. Kedekatan mereka berdua yang membuat orang lain mengira antar mereka mempunyai ikatan. Komunikasi adalah kunci. Ketika dua orang saling dan sering berkomunikasi, bukan tidak mungkin antar mereka akan tumbuh rasa percaya dan saling memiliki, tak jarang juga rasa cinta. Tapi, Terry yang selama ini menganggap Ramsy hanya sebatas teman dekat, teman cerita atau bahkan sudah seperti saudara di hidupnya, hanya bisa membalas rasa yang dimiliki oleh Ramsy sebatas hubungan kakak beradik. Karna juga faktanya umur mereka berdua berselisih.
“Maaf Ram, Aku belum bisa,” Balas Terry setelah terdiam beberapa saat, memilih kata-kata yang tepat agar tidak menyakiti perasaan Ramsy. “untuk saat ini aku mau fokus buat ngembangin diri dulu, kita memang dekat Ram, tapi untuk kearah sana aku masih belum bisa, karna jujur saat ini di hati aku juga ada seseorang yang mesti aku jaga,” Lanjut Terry “bukan mau bermaksud gimana-gimana, tapi aku belum bisa Ram. Kedekatan kita selama ini aku anggep sebatas teman dekat aja, aku sudah menganggap kamu sebagai kakak aku sendiri, ngga lebih, jadi tolong anggep aku sebagai adikmu aja Ram,” pungkas Terry memohon kepada Ramsy. “tapi Ter…” Sanggah Ramsy masih tidak percaya dengan pernyataan Terry. “Tapi kita masih bisa berteman kan?” Ucap Terry sambil menyodorkan tangannya, tanda mengajak Ramsy bersalaman. “Hey, kita masih bisa ngobrol dong, kita masih bisa cerita, kalo kamu ada cerita, cerita aja ke aku, ngga apa-apa, aku akan dengan senang hati mendengarnya, mungkin sekali waktu aku juga bisa membantu jika aku bisa,” Sambung Terry. “Ram?” Tanya Terry sambil mencari pandangan Ramsy yang mulai hilang.
Rambut boleh sama-sama hitam, tapi isi kepala belum tentu. Begitu juga dengan perasaan. Pikiran Ramsy kala itu tiba-tiba berlarian, memeriksa seluruh bagian dari ruang-ruang ingatannya. Masih dalam keadaan setengah sadar, ingatan Ramsy mulai mengingat satu persatu alasan yang diberikan oleh Terry dengan mengatakan hal yang belum siap untuk didengar olehnya. Sebuah penolakan secara halus, bahkan ketika Ramsy sudah mulai mencium tanda-tanda mengenai ada yang salah dengan kedekatan mereka berdua.
Satu tarikan nafas, membuat Ramsy tenang. Mengurai satu persatu pikirannya. Tersenyum menatap Terry yang ternyata juga tampak mulai berkaca-kaca. “Hey, tidak mengapa. Aku hanya sedikit terkejut dengan perkataanmu barusan, tentu, kita masih bisa menjadi teman.” Ujar Ramsy menerima jabatan tangan Terry.
Dasar laut paling dalam bisa diukur menggunakan alat canggih tetapi dalamnya hati seseorang siapa yang tahu. Teori ‘Big Bang’ yang ia percayai baru saja kembali terulang dalam kepalanya. Kini tinggal Ramsy sendiri dengan perasaanya yang tak terbalas. Menyibukkan diri untuk melupakan yang tak bisa dimiliki.
Cerpen Karangan: Rama Fitra IG: @rama_fitra19 Hanya seseorang yang masih ingin mengembangkan diri menjadi lebih baik lagi.
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 17 Desember 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com