Semua orang tahu, mulai dari teman-teman se-gank, teman-teman sekelas, adik Tiara, penjual makanan di kantin, teman-teman Alva, bahkan Alva sendiri, hanya ada satu impian Tiara. Kembali pada Alva. Tidak perlu taruhan, Tiara sendiri sudah mengakui ia lebih ingin kembali pada Alva, lebih dari Tiara ingin dibelikan mobil oleh ayahnya, lebih dari keinginan Tiara ikut ajang mencari bakat. Lebih dari apapun. Dan semua orang tahu.
Semua orang tahu, hanya ada satu nama yang disimpan Tiara. Semua orang tahu, Tiara tidak bisa melupakan Alva, mantan kekasihnya. Namun sayang, Alva sudah enggan kembali pada Tiara. Entah apa sebabnya. Apa sih yang salah dari Tiara?
Tiara selalu menyalahkan diri sendiri atas putusnya hubungannya dengan Alva. Hubungan yang selalu disimpan di memori Tiara, namun sudah kadaluarsa bagi Alva. Sudah expired. Tiara ingin kembali kepada Alva, lebih dari sekedar cinta buta. Bagi Tiara, Alva adalah segalanya. Hanya dengan Alva, Tiara merasa nyaman. Bagi Tiara, Alva bukan hanya sekedar pacar. Alva bisa sekaligus dijadikan sahabat dan kakak.
Setelah putus dengan Alva, Tiara memang pernah menjalin hubungan dengan pria lain. Dari teman di sekolah, teman di tempat les, teman di lingkungan rumah. Sebut saja Lukman, Uki, Reza, David, Andika, Indra. Namun, tidak ada rasa cinta sama sekali terhadap mereka. Bukannya Tiara ingin mempermainkan orang lain, hanya saja, katanya sih, Tiara ingin move on. Makanya ia mencoba menjalin hubungan dengan cowok lain dengan baik-baik. Sayangnya Tiara selalu gagal. Selalu saja ada bayang-bayang Alva di belakang Tiara. Yang mengikuti. Yang menghantui.
“Gue harus ngapain lagi ya supaya Alva bisa balikan sama gue.” keluh Tiara ketika ia menikmati makan siangnya di kantin bersama Anna. “Kalo jodoh nggak kemana kok!” sahut Anna. Sebenarnya, Tiara sudah berkali-kali menanyakan pertanyaan ini pada Anna. Tiara bukan orang yang lemah, yang hanya menunggu keajaiban Tuhan agar Alva kembali. Tiara tidak hanya berdoa, tetapi juga berusaha. Tiara melakukan seribu satu misi agar Alva kembali padanya. Sampai ada proposalnya segala.
Contoh saja, waktu perayaan anniversary mereka yang pertama. Tunggu, tunggu. Sebenarnya mereka sudah putus sebelum genap satu tahun berhubungan. Tapi, Tiara, seperti orang bodoh kata Anna, masih saja merayakan anniversary itu. Anniversary yang jadiannya sudah putus itu loh.
Menjelang anniversary dengan Alva (yang padahal sudah putus), Tiara sibuk bukan main. Ia memesan baju, tas, dan sepatu khusus untuk dipakai di depan Alva. Bahkan, satu hari menjelang anniversary, Tiara benar-benar tidak bisa diganggu, sulit sekali dijangkau. Tiara ada di salon seharian. Namun kasihan, saat hari itu tiba, hari anniversary yang sudah putus itu, Alva bahkan tidak mau bertemu Tiara, walau hanya sedetik saja. Secara tidak langsung, Alva mengusir Tiara. Tas, sepatu, dan baju baru yang susah payah disiapkan Tiara khusus untuk Alva bahkan tidak dilihat Alva sama sekali. Perbuatan bodoh, kalau kata Anna.
Tiara juga pernah melakukan usaha-usaha lain seperti menghubungi Alva lewat Twitter, lewat SMS, namun tidak pernah sekali pun dijawab Alva. Tiara bahkan membuatkan kue ulang tahun ketika Alva ulang tahun yang ke tujuh belas. Sayang, jangankan disentuh, Alva bahkan tidak mau melihat kue itu. Kue yang susah payah dibuat oleh mantan kekasih yang sangat mencintainya, Tiara.
Meski tidak pernah sekali saja direspon oleh Alva, Tiara tetap mengirim pesan-pesan ke ponsel Alva. Tiara mengirimkan isi perasaan-perasaannya terhadap Alva. Bahwa Tiara sangat merindukan Alva, bahwa Tiara begitu menginginkan Alva kembali. Setiap malam, tak pernah sekalipun terlewat, Tiara “menjaga komunikasinya” dengan Alva, meski tidak pernah direspon SMS-SMS itu. Tidak masalah bagi Tiara. Hanya dengan laporan “Delivered” di ponselnya saja, Tiara merasa lega. SMS-SMS itu selalu sampai kepada Alva, meski tidak dijawab. Rindunya berkurang paling tidak sedikit.
Malam itu, tepat malam yang keseratus tanpa Alva, tepat malam yang keseratus Tiara mengirimkan SMS-SMS rengekan untuk Alva, Tiara menangis kepada Tuhan.
“Gue harus ngapain lagi, Na. Gue udah usaha semuanya supaya Alva bisa balik sama gue. Sampai usaha yang konyol-konyol. Tapi Alva nggak balik juga sama gue, atau paling enggak jadi temen gue.” Anna tahu betul, Tiara memang bukan orang yang gampang menyerah. Tiara selalu memperjuangkan ambisinya sampai berhasil. Tiara belajar menyanyi kesana kemari agar bisa lolos audisi pencarian bakat dan ia juga berusaha semaksimal mungkin untuk diterima Alva kembali.
“Kalo menurut gue loe harus cari cara lain deh. Cowok tuh gak suka lihat kita lemah. Dengan loe merengek-rengek sama dia, itu nggak akan bikin dia kembali sama loe. Loe harus tunjukin kalo loe itu cewek hebat supaya dia nyesel udah putus sama loe. Kalo dia udah nyesel, bakal gampang dia balik ke loe. Bahkan mungkin dengan sendirinya dia bakal balik ke loe, tanpa loe minta.” Tiara terdiam.
“Gitu ya?” “Iya. Bahkan kalo perlu loe harus tunjukin ke Alva kalo loe udah move on. Loe jadian sama cowok lain deh. Tunjukin kalo loe bisa bahagia.” “Okay.” Anna tersentak. Tidak percaya bahwa Tiara akan benar-benar melakukannya. Sepertinya Anna lupa kalau Tiara akan melakukan apapun, dan memang apapun agar ia bisa kembali kepada Alva.
Meski Tiara sudah berkali-kali berpacaran dengan cowok lain, Tiara tidak pernah menunjukkannya kepada Alva. Tiara tidak pernah “memamerkan” pacar-pacarnya. Tiara bahkan justru tidak mau Alva tahu bahwa ia punya pacar lagi. “Kalau gue punya pacar lagi terus Alva tahu, padahal dia tadinya mau balikan sama gue, bisa-bisa dia gak jadi gara-gara gue punya pacar lagi. Makanya selama ini gue nggak mau kalau Alva tahu gue punya pacar lagi.” Begitu alasan Tiara yang membuat Anna terpingkal-pingkal tujuh hari tujuh malam.
Tiara menjadikan pacar-pacar setelah Alva itu sebagai pelampiasan. Tapi kali ini, ketika ia punya pacar lagi, itu bukan pelampiasan. Ini adalah senjata. Ini adalah ide Anna. Bahwa untuk membuat Alva kembali, Tiara harus balik setir. Ia harus mengubah rencana. Ia tidak boleh terlihat lemah dengan merengek-rengek lagi. Tiara harus memberi tahu Alva bahwa ia bisa move on, bahwa ia bisa mencintai orang baru, demi membuat Alva kembali.
Dan orang baru itu adalah Arya. Arya, yang jago main futsal itu, sudah lama menyukai Tiara, hanya saja, Tiara tidak pernah merespon. Alasannya? Sudah tentu Alva. Tapi, tiba-tiba saja, Tiara mau menerima Arya. Hal ini mengejutkan teman-teman di sekolah, kecuali Anna. Tidak ada yang tahu kalau Arya hanya ‘alat’ bagi Tiara untuk membuat Alva kembali. Arya bukan sekedar pelampiasan. Arya adalah senjata Tiara untuk kembali pada Alva.
“Secara nggak langsung, gue bakal deklarasi tentang Arya ke Alva. Gue pengen ngasih tau ke Alva kalo gue bisa punya pacar lagi. Gue pengen kasih tau Alva kalo gue udah move on dengan jadian sama cowok sekelas Arya. Siapa tahu dengan pura-pura move on nya gue, Alva bisa membaik hubungannya sama gue. Siapa tahu selama ini dia ngejauhin gue karena merasa gue masih sayang sama dia. Bagaimanapun Alva pernah sayang sama gue pasti dia nggak suka kalo gue nangis-nangis terus gini.” “Iya. Mudah-mudahan aja strategi loe yang ini bisa bikin loe berteman dengan Alva, walau loe nyakitin Arya.” Walau Tiara egois.
Berteman dengan Alva. Bagi Tiara, itu saja sudah lebih dari cukup. Gosip-gosip Tiara punya pacar baru yang lebih ganteng, lebih jago main futsal, dan lebih populer membuat heboh satu sekolah. Semua orang tahu Tiara jadian dengan Arya, termasuk Alva. Berbanding terbalik dengan Tiara, Arya sungguh-sungguh mencintai Tiara. Arya membelikan kado ulang tahun terindah untuk Tiara, Arya menemani Tiara kemana-mana. Mereka terlihat seperti anak kembar. Namun, Alva belum juga kembali. Anna ingin memperingati Tiara agar ia menyerah saja dan belajar untuk mencintai kekasihnya yang sekarang, Arya. Namun, Tiara benar-benar tidak bisa jatuh cinta lagi dengan orang lain. Walau Arya lebih jago main futsal.
Hari itu, setelah tiga puluh hari dari deklarasi tentang Arya kepada Alva, Tiara menyadari bahwa Alva tak juga kembali padanya. Tak ada tanda-tanda sama sekali. Tiara ingin menangis. Alva. Sulit sekali rasanya untuk digapai. Sulit sekali rasanya untuk dimaafkan. Dear, Alva. Look what you’ve done you made a tears of every night.
Dan tibalah saatnya yang ditunggu-tunggu, hari memutuskan cinta Arya yang sebenarnya tidak pernah dibalas. Tugas Arya sudah selesai. “Aku ingin putus, Ya. Aku mau jujur aja. Aku masih nggak bisa ngelupain mantan aku.” kata Tiara akhirnya kepada Arya. Saat mengucapkan itu, Tiara tidak berani menatap Arya. “Siapa? Alva?” “… Iya. Maafin aku, Ya.” Arya terdiam sejenak.
“Aku udah ngerasa dari dulu kok. Setiap kamu cerita atau sebut nama Alva, kayaknya kamu seneng banget. Semoga kamu sama Alva bisa balikan ya. Semoga kamu juga berhasil lomba nyanyi.” Tiara tersenyum lirih. Arya, bijak sekali. Ya, semoga Arya juga menemukan cinta abadinya.
Tiara, untuk Alva, tak akan pernah menyerah. Seperti tulisan-tulisan yang suka ada di gerobak sate padang itu. Setia menanti.
Cerpen Karangan: Garini Citra Dewati
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 17 Februari 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com