Aku memacu motorku lebih kencang, melintasi jalanan yang lumayan banyak kendaraan yang melintas. Aku tak takut, aku camkan sekali lagi aku tak takut apapun. Aku tak takut jatuh dari motor, aku tak takut roda motorku tergelincir di jalanan yang habis diguyur hujan, dan aku tak takut pada orang yang mungkin memakiku karena berkendara dengan kecepatan tinggi mengingat aku perempuan. Namun, mataku terasa pedas, air mata menggantung di pelupuk mata hanya menunggu untuk mengalir saja. Hal yang kutakutkan terjadi, kecurigaan kecurigaan itu terbukti. Hatiku terasa hancur berkeping keping saat melihat Rendy menggenggam tangan cewek itu, menggenggam erat. Mataku terasa pedih.
“Brakkk!” Kubanting helm motorku di lantai kamar. Kututup pintu dengan keras. Kurebahkan tubuhku di ranjang. Tubuhku bergetar, tak mampu lagi menahan tangisan. Aku menangis. Menangisi laki laki yang telah tega mengkhianatiku.
‘Tok tok tok’ suara pintu kamar diketuk. “Non Vania, ada Mas Dicky didepan” suara Bi Inah, asisten rumah tangga di rumah ini. “Bilang aku ngga mau diganggu!” Sergahku dengan suara parau habis menangis. “Baik non..” ucap Bi Inah.
Tak lama kemudian. ‘Tok tok tok’ suara pintu kamar diketuk. “Udah aku bilang! Aku ngga mau diganggu!!” Ucapku ketus. “Ini aku Van, aku pengen bicara sama kamu” ucap Dicky. Aku tak mau diganggu, tapi mengingat Dicky adalah sahabatku dari kecil aku pun segera bangkit dan membukakan pintu kamar. Terlihat Dicky masih menggendong tas sekolahnya. Ia pasti melihatku memacu motor dengan kecepatan tinggi.
“Ada apa Van?, Kenapa kamu ngebut tadi?” Tanya Dicky. Aku terduduk di ranjang kamar, Dicky berdiri didepanku. “Kamu tau kan bahayanya ngebut kayak tadi, kamu bisa jatuh! Bahaya tau!!” Ucap Dicky. “Aku nggak takut jatuh atau apapun itu, tapi aku takut orang yang kupercaya mengkhianatiku!!” Ucapku lalu berdiri berhadapan dengan Dicky. “Ada apa sih? Aku nggak ngerti sama sekali” ucap Dicky. “Rendy jalan sama cewek lain, tadi aku liat dengan mata kepala sendiri” ucapku emosi.
“Semua omongan aku terbukti Van!, Rendy bukan cowok baik baik. Selama ini kamu terlalu percaya sama dia.” Ucap Dicky. “Sekarang mata kamu udah terbuka, dan kamu lihat sendiri apa yang aku omongin selama ini. Sekarang terserah kamu Van.” Ucap Dicky.
Aku mengambil ponselku diatas ranjang, menelepon Rendy. “Iya, halo Van? Kamu udah nyampe rumah?” Ucap Rendy “Udah.” Ucap Vania ketus. “Sana makan dulu gih” ucap Rendy. “Aku pengen kita putus.” Ucapku to the point. “Aku udah tau kelakuan kamu, aku lihat sendiri.” Ucapku lalu menutup sambungan telepon, lalu melempar ponselku ke ranjang.
Aku terduduk, menangis. Perpisahan ini memang menyakitkan, tapi ini yang terbaik untukku. Untuk hubunganku. “Udahlah Van, yang lalu biarlah berlalu.” Ucap Dicky menepuk bahuku.
Tamat
Cerpen Karangan: Seli Oktavia Facebook: Sellii Oktav Ya Ig: seliokta_vya21 Selamat Membaca
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 20 Februari 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com