Manusia memang selalu begitu, senang sekali menyesali sesuatu yang sebenarnya tidak haru disesali. Tapi aku tidak ingin munafik bahwa aku menjadi bagian dari manusia itu, aku senang sekali menyesali sesuatu yang sudah terjadi tetapi anehnya aku jalani saja.
Ada beberapa hal yang aku sesali saat ini selain mengapa aku mengambil jurusan kuliah yang saat ini aku tekuni, yaitu mengapa aku harus jatuh cinta pada pria yang tidak pernah memandangku sebagai orang yang telah berusaha keras untuk menyamai posisinya.
Aku pikri-pikir selama ini aku hanya terpaku pada keinginanku untuk bersamanya, sehingga aku melupakan segala hal yang harus aku lakukan untuk diriku sendiri, mencintai dirinya selama kurang lebih 5 tahun rasanya cukup membuang-buang waktu, aku kehilangan banyak hal yang harusnya aku lakukan selain memikirkan bagaimana agar dia bisa melihatku.
Kami pernah bicara untuk terakhir kalinya, sebelum akhrinya dia memilih bersama gadis lain. Mungkin saat itu sedang hujan dengan deras, ia meminta bertemu denganku di cafe dekat rumah dan betapa bodohnya aku datang kesana dengan senang karena itu merupakan pertemuan kita yang pertama setelah hampir satu tahun tidak berjumpa.
“Telat lima menit” keluhnya smabil menatapku dengan ekspresi yang tidak bisa kubaca. tetapi kebiasaan mengeluhnya karena aku yang datang terlambat tidak pernah berubah. “Tadi nyari payung dulu, gimana kabarmu?” Tanyaku sambil menarik kursi di hadapannya. Dia tidak menanggapiku hanya tersenyum dan menyesap kopinya yang masih panas dengan pelan, setelah beberapa menit kami hanya saling terdiam, aku sibuk mengaduk-aduk milkshake strawbary yang belum lama datang, dia terus memainkan ponselnya seakan ada yang harus dia kabari.
“Bagaimana hidupmu belakangan ini?” Tanyanya memecah keheningan antara kami “Ya, lumayan lah, ada begitu banyak hal yang aku pelajari dari tinggal jauh dari rumah, menjadi sedikit lebih tenang dan mudah menangani situasi yang menurutku itu cukup rumit, bagaimana denganmu?” Tanyaku balik sambil menatap dalam kematanya, berharap menemukan jawaban dari mata yang tampak sayu itu. “Aku? yaa, sejauh ini aku berusaha yang terbaik untuk diriku, meski berulang kali gagal tapi aku mencoba yang terbaik untuk menemui diriku lagi, gagal kan biasa, bagaimana urusan perasaanmu? sudah kelar?” Kini dia meletakkan ponselnya, aku memalingkan pandangan dan sedikit ragu akan pembahasan kami malam ini, seketika aku bersiap terhadap banyak hal. “Kalau urusan perasaan, tampaknya itu belum juga selesai entah sampai kapan aku terjebak, ya aku hanya merasa bahwa sejauh ini belum aku temukan pria yang sebaik dia, ada mungkin tapi aku sudah terlanjur jatuh padanya” Ucapku dengan sambil menatapnta, hatiku terus merapalkan hal yang berbeda dari mulutku, bahwa orang yang selama ini aku ceritakan padamu itu dirimu sendiri, mengapa dia tidak juga paham bahwa aku mencintainya.
“Aku kira aku sudah menemukan titik pulang yang aku cari” Ujarnya yang juga kini menatapku, matanya seketika berubah menjadi penuh makna dan bahagia. “Dimana?” Perasaanku mulai tidak karuan, aku merasa takut akan penyataan yang ia berikan. “Di orang itu, aku bertemu dengannya di kampus, kami beda jurusan hanya saja saat pertama aku mengenalnya aku ingin menjadi lebih dekat dengannya, lalu sekarang hubungan kami sudah hampir satu tahun, aku akan menikah” Ucapnya dengan senyum tipis yang terlihat jelas olehku, dia menatap jari manisnya yang sudah dihiasi cincin berwarna silver, mataku mulai bergetar, rasanya aku ingin menangis tetapi anehnya aku tidak menangis, aku hanya merasa sedih sekaligus hampa.
Bagiku saat itu, hujan yang damai menjadi badai yang mengusik seluruh hatiku, jantungku seakan berhenti berdetak beberapa detik saat mendengar kalimat terakhir yang dia ucapkan, bagaimana bisa? bagaimana bsia dia menikahi wanita lain sedangkan aku masih terjebak dalam putaran perasaaan terhadap dirinya.
“Aku tahu kamu menyukaiku, tapi aku tidak bisa memberikan hatiku untukmu, terima kasih karena kamu sudah dengan rela dan ikhlas menerimaku dan menjadi tempatku pulang, kamu memberikan segalanya yang kamu punya sehingga membuatku merasa nyaman dekat dengamu, tapi aku tidak bisa menjadikanmu tempatku pulang untuk waktu yang lama” Ucapnya lagi dengan ekspresi aneh yang tidak pernah aku lihat sebelumnya, aku kehilangan kata-kata, keberanian sekaligus harga diri dalam satu waktu. aku hanya terdiam menunduk menatap butiran air dari gelas milikku, suasana cafe diiringi hujan rasanya menjadi suasana menyedihkan yang mendukung hancurnya segala hal yang kukokohkan sebelumnya.
Setelah hari itu, aku menghapus semua jejak tentangnya, nomornya, sosial medianya, bahkan seluruh foto kami berdua. Aku merasa dibodohi, sekaligus ditipu oleh pria yang aku cintai selama lima tahun. Setelah perpisahan itu ia berbahagia sedangkan aku masih harus berusaha menemukan diriku yang selama ini aku tanggalkan.
Aku kehilangan minat untuk berbahagia, setidaknya aku tidak lagi mengenali diriku dan menjadi bingung setiap saat, aku kehilangan tujuan, semangat, dan seluruhnya yang sebenarnya itu tidak hilang, itu hanya aku sembunyikan di tempat paling dalam karena aku yang dulu menganggap sudah memiliki dirinya yang mampu menjadi penompang seluruh bahagiaku.
Ternyata aku salah, dan kini aku belajar banyak hal darinya, dan satu-satunya yang aku sesali dari kisah itu adalah aku yang melupakan diriku hanya demi mendapatkan cintanya yang tidak seberapa.
Cerpen Karangan: Kamila Nadawiyah Kamila Nadawiyah penulis amatir yang masih terus belajar.
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 17 April 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com