Bogaziçi University, 27 Maret 2021
“erhan, selesai kelas nanti kita ke kantin ya” Bisik seorang pemuda yang duduk dibelakangku, dia mencondongkan badannya ke depan agar bibirnya lebih dekat ke telingaku. Aku hanya mengangguk dan mengacungkan jempol untuk meresponnya.
“Aku sama sekali tidak paham sama penjelasan bapak Salim, seperti biasa, beliau menjelaskan seolah olah semua mahasiswa di kelasnya adalah orang pintar yang dapat menyerap kata-katanya dengan mudah” aku mendengarkan ocehan Fahri sambil menyeruput segelas es lemon, dia sangat cerewet, menurutku dia lebih banyak berbicara daripada seorang wanita.
“Pasti orang pintar sepertimu tidak akan sekhawatir diriku, eh ujian nanti jangan lupa kasih bocoran jawaban ke temanmu yang tampan ini ya”. Ucapnya sedikit tidak jelas karena kebab isian daging domba memenuhi mulutnya. “Habiskan dulu makanan di mulutmu, aku tidak mau makanan itu muncrat dan mengotori wajahku” ucapku kepada Fahri yang duduk tepat di depanku. Dia hanya tertawa ringan kemudian melahap makanannya hingga tak tersisa.
Sambil menunggu Fahri selesai dengan makanannya, aku membuka menu di hapeku berniat untuk memotret suasana di kantin hari ini yang lumayan ramai. ‘cekrek’ satu potret sudah kuambil, sebelum diupload seperti biasa aku edit dengan sentuhan beberapa filter agar terlihat lebih aestetik. Jariku kemudian bergerak dengan lihai mencari filter yang bagus dan kemudian ‘deg’ tatapanku terpaku pada satu objek diantara banyak objek di foto tersebut, seorang wanita mungil dengan rambut sebahu berwarna golden brown, dia tampak tersenyum di foto tersebut, pipinya bulat, matanya menyipit karena senyumannya, dagunya kecil. Tanpa berlama lama aku langsung mengalihkan perhatianku kepadanya, benar saja, dia duduk tidak jauh dari tempat duduk kami, dia sedang mengobrol dengan teman yang duduk didepannya, untungnya temannya tidak duduk tepat di depannya sehingga aku bisa melihat wajah cantik dan mungil itu tanpa halangan.
“Eh erhan, nanti sore ikut aku ke salon rambut, sepertinya rambutku sudah agak panjang, mungkin kamu juga mau potong rambut” ucap Fahri, aku mendengar suara Fahri tapi sepertinya tatapanku sulit beralih dari gadis tersebut. “Woyy, erhan” suara Fahri agak lantang mengagetkanku. “Eh iya, boleh, aku juga mau potong sedikit rambutku” ucapku terbata bata. “Kamu ngeliatin apa sih?” Ucapnya penasaran lalu menoleh ke arah tatapanku tadi. “Cieeee, jangan jangan kamu suka dia ya?” Dia mulai menggodaku, seakan akan tahu siapa gadis yang aku tatap. “Jangan asal ngomong” aku mencoba membantahnya. “Namanya Alin, dulu aku suka sama dia” ucap Fahri sedikit menjelaskan, aku sedikit kaget dengan kata kata terakhir Fahri, “ha? Kenapa kamu kok suka dia?” Tanyaku penasaran. “Kau pasti tau, aku suka semua gadis cantik” ucapnya sambil menyeringai jahat lalu tertawa agak lantang.
Hari demi hari telah kulalui tanpa menghapus wajahnya dalam pikiranku, aku selalu mengingatnya, senyumannya lumayan menggangguku, sayangnya, aku hanya tahu namanya saja, Alin, nama yang indah seakan menggambarkan wajah cantiknya. Aku yang biasanya akan pergi keluar kampus saat jam kosong dan nongkrong di cafe dekat kampus bersama temanku, siapa lagi kalau bukan Fahri. Tidak, sekarang kebiasaan itu sudah berubah, aku lebih sering menghabiskan waktu di kantin saat jam kosong, setidaknya aku punya peluang untuk melihat gadis itu lagi, namun sayangnya, sepertinya itu pertemuan terakhir, aku tidak pernah melihatnya lagi sejak saat itu. Aku sudah menyerah, tidak lagi berharap untuk bertemu dengannya, aku anggap hari itu adalah hari dimana malaikat turun dan tidak akan ada hari seperti itu lagi. Aku sudah jarang ke kantin kampus, agak mengganggu karena banyak wanita yang melihatku, wajahku lumayan tampan jika dibandingkan dengan Fahri, nilaiku diatas rata rata, jadi tidak heran jika aku lumayan populer di kampus ternama ini. Aku adalah seorang ketua organisasi di kampus, jadi mungkin tahun ini aku agak disibukkan dengan kegiatan organisasi.
“Jangan lupa persiapkan semuanya dengan matang, jangan sampai acara ini tidak berjalan karena ini adalah salah satu acara paling penting untuk mengakrabkan mahasiswa di fakuktas ini” ucapku sedikit menegaskan anggotaku. “Okey terimakasih untuk semua yang sudah hadir dalam rapat ini, semoga acara kita berjalan dengan lancar tanpa halangan sedikitpun, terimakasih atas waktu dan tenaga kalian, semangat” kataku dengan lantang untuk menutup rapat hari ini.
Acaranya tepat pada malam ini, sebuah acara prom night yang bertujuan untuk mengakrabkan semua mahasiswa di fakultas ini, dengan dresscode bebas dan siapapun di fakultas ini boleh datang, tidak heran jika acara malam ini lumayan meriah. aku dengan balutan kemeja putih, celana hitam dan sepatu pantofel, tak lupa rambut yang aku kuncir ponytail sedikit berantakan menambah kesan seksiku, terkadang ada beberapa mahasiswi yang mmembicarakanku, Ada yang tatapannya tidak bisa beralih dariku dan aku sudah terbiasa dengan semuanya.
“Merhaba, apakah kamu ketua organisasi?” ucap seorang gadis dengan dress polos berwarna hitam selutut, rambutnya dihiasi jepit mutiara di sisi kanannya, membuatnya tampak bersinar. Aku seperti de Javu menatap gadis dihadapanku, dia lebih cantik dari yang kukira, suaranya lembut dan matanya bersinar, tidak salah lagi, dia adalah sosok yang sering mengganggu pikiranku, Alin. Seperti mimpi, dia menatapku, saat aku tidak mencarinya malah dia yang menghampiriku, rasanya seluruh tubuhku kaku tidak bisa bergerak, namun aku mencoba untuk tetap tenang meskipun jantungku serasa berdetak lebih kencang.
“Iya, benar. Apakah ada yang bisa saya bantu” ucapku, sepertinya bibirku pun sulit untuk digerakkan, ya tuhan, ini terlalu tiba-tiba. “Aku Alin, mendapat perintah dari ketua organisasiku untuk mengantarkan ini” ucapnya sambil menyodorkan sebuah kertas yang berupa undangan. “Silahkan duduk terlebih dahulu” aku mempersilahkannya, ini momen berharga bagiku, tidak mungkin aku akan melewatkannya begitu saja.
Kami mengobrol sangat lama, aku melontarkan banyak pertanyaan kepada alin, sepertinya aku curang dengan mengambil langkah yang terlalu cepat. Alin adalah mahasiswa di jurusan psikologi, dia angkatan satu tahun dibawahku. Aku meminta nomor Alin, aku harap pertemuan ini tidak sia-sia. Ini bukan akhir, ini awal dari kisah kita.
Alin kemudian pamit, dia kesini bersama dengan teman-temannya, karena organisasinya akan ada acara, jadi dia hanya menyempatkan hadir di prom ini. Aku melihat kaki mungilnya dengan sneakers berwarna putih melangkah kecil, sangat indah. Menurutku, semua yang ada di tubuhnya terlalu indah untuk kukagumi. Sial, setelah pertemuanku dengannya, aku tidak bisa memejamkan mata, aku merindukannya, aku mengingat ngingat suaranya sambil tersenyum.
‘kling’ sebuah notif dari nomor baru, mataku berbinar, iya, itu adalah nomor alin, dia memintaku untuk save nomornya agar kita lebih akrab, oh tidak, sepertinya aku tidak bisa makan karena pesan darinya, ya tuhan, ini terlalu indah.
Singkat cerita, aku pergi ke acara organisasi alin, benar saja, dia menungguku di pintu masuk, kemudian menyambutku dan memperkenalkanku kepada teman organisasinya, hebat, selain cantik, dia cepat membuat orang nyaman berada disampingnya.
“Kamu tidak tersesat kan tadi?” Ucapnya dengan nada ejekan “Tentu tidak, aku selalu tau dimana kamu berada” balasku dengan nada sedikit menggoda. Ia hanya tersenyum. Kami mengobrol lebih lama, tertawa bersama seakan dunia ini hanya milik kita berdua. “Pasti kalian sudah lama menungguku” sebuah suara dari belakangku “Maaf aku menggangu waktu kalian” tambahnya.
Aku menoleh ke sumber suara, aku bingung, aku benar benar tidak mengenalnya, kemudian alin memperkenalkanku padanya, dia adalah ketua organisasi alin. Aku baru tau, alin adalah sekretarisnya, mereka terlihat sangat akrab. Aku merasa terganggu, benar benar terganggu.
Usai acara, aku berniat mengajak alin pulang bersamaku, aku menghampirinya di pintu keluar, langkahku terhenti ketika melihat seorang pria memakai sweater broken white menghampiri alin, aku melihat alin mengobrol dengannya kemudian tangan mungilnya mengelus rambut pria itu dengan sedikit jinjit karena tangannya tidak bisa menggapainya. Tidak, pakaian mereka bukan tidak disengaja, mereka sengaja memakai warna senada, sweater broken white polos, dan alin yang memakai turtleneck long sleeve dengan vest knit crop mocca dipadu dengan celana kulot berwarna sama dengan vest yang dia pakai. Aku melihat respon pria itu, dia mencubit halus pipi alin. Tenggorokanku panas dan mataku seperti ingin mengeluarkan sesuatu, aku menahannya, tidak mungkin aku menangis di tempat seperti ini, aku melihat semuanya, laki laki itu kemudian mengambil tangan alin, alin berjalan mengikutinya, mereka pulang bersama. Laki laki itu sempat menoleh ke belakang, aku mengenalnya, dia adalah ketua organisasi alin. Pakaiannya berganti ketika acara sudah selesai.
Sakit… Menyakitkan, aku kehilangan dia ketika belum sempat memilikinya, aku dibuatnya jatuh cinta berkali kali, dan dengan mudahnya dia mematahkan itu semua, tidak alin, semua ini tidak benar, aku tetap mencintaimu bahkan ketika cerita ini diketik. Apakah ini salah takdir? Tidak, aku terlalu cepat, aku melupakan langkah awal, seharusnya aku bertanya kepadanya apakah dia sudah punya pacar atau belum. Sial, aku menangis di kamarku, ini seperti bukan diriku, sebelumnya aku tidak pernah menangis karena seorang gadis. Aku berharap hubungan mereka tidak lama, untuk saat ini aku bersikap egois, aku akan menunggumu alin, kau harus tanggung jawab atas senyumanmu yang selalu memenuhi pikiranku. Sekalipun aku tahu kau sekarang sedang bersama orang yang kau cinta, tapi tetap saja senyummu berarti dan tidak pernah mengecewakan bagiku.
Aku berharap kisah ini tidak sampai disini saja, aku ingin kisah cinta dengan akhir yang bahagia bak kisah Adam yang tanpa putus asa mencari hawa. Tuhan, tidak bisakah kau rasakan cinta dari seorang hamba sepertiku?
Cerpen Karangan: Sirrotul Anjalina Hai! Ini kali kedua aku nulis di cerpenmu.com dan terakhir kali nulis tahun 2016. Cerpen ini fiksi, jika ada nama atau gelar yang sama itu hanya kebetulan saja, terimakasih.