Sayup malam kembali datang. Kini bayang-bayang mulai hilang karena tenggelamnya siang. Kerap kali kita datang lalu menghilang begitu saja, tanpa ada sedikitpun kabar yang menjalar di setiap chatingan.
Waktu itu, hujan datang terlalu cepat. Sekitar jam 11:15 siang, ia sudah merajalela membasahi bumi. Kuyup ranting dan daun dengan airnya. Sempat pula Ia membuatku teringat akan kenangan masa silam. Hujan hari itu cukup lama sekali, berjam-jam lamanya. Sampai-sampai aku tak diijinkan keluar rumah olehnya.
Tiba di malam gelap. Hujan masih saja menangis diluar rumah. Aku yang termenung seakan-akan mau menampar hujannya. Namun, aku tak kuasa. Ia sanggup menghadirkan kenangan di benakku lagi.
Teringat kembali saat masih bersamanya dulu. Di kedai kopi senja sang pemuda, pertama kali aku melihat dan mengenal dirinya. “Hay… Boleh duduk disini nggak?” Pintaku. “Hm… Boleh kak, silahkan duduk saja!” Sedikit senyuman manis darinya. “Kamu sudah dari tadi disini, ya?” Tanyku. “Belum sih kak, baru 2 menit disini!” “Terus kamu menunggu siapa?” “Menunggu teman kak, kebetulan mereka masih di kampus.” “Oh… Maaf ya. Saya banyak nanya, kaya wartawan.” “Tidak apa-apa kak, namanya baru kenal.” “Oh iya hampir lupa. Nama kamu siapa?” “Chein kak. Kalau kakak, namanya siapa?” “Oh iya, nama saya Son.” “Kalau boleh tahu, kakak kuliah dimana?” “Saya kuliah di Surabaya. Kalau adek pasti kuliah di Unika ya?” “Iya kak.”
Setelah berkenalan, kami berdua pun lanjut berbincang sambil menikmati kopi di kedai itu. Ditengah asyiknya berbagai pengalaman hingga meminta nomor handphone. Tiba-tiba terdengar suara memanggil namanya.
“Chein…!” “Itu sap teman kak.” Berdiri dan tengok ke jalan raya. “Oh baguslah.” Ujarku “Kalau begitu aku pulang dulu ya kak.” “Baik. Hati-hati di jalan ya.” “Iya kak, terima kasih untuk waktunya tadi.” “Sama-sama.”
Ia pun beranjak pergi bersama temannya. Setelah motor dan wajahnya menghilang di kejauhan, aku pun bergegas pulang juga. Takut hujan soalnya.
Semenjak saat itu saya perlahan-lahan mulai menitik rasa padanya. Ya.. Meskipun dengan waktu singkat, namun cepat sekali melekatnya asah rasa itu. Seiring berjalannya waktu, kami berdua pun semakin dekat. Bukan lagi seperti teman biasa, hanya sudah lebih dari itu.
Lima tahun bersama. Hingga berjanji untuk tidak berpisah, serta merencanakan untuk melanjutkan kehidupan bersama selamanya. Namun, semua itu sirna seketika. Seperti baru bangun dari sebuah mimpi. Tiba-tiba kabarnya menghilang ditelan semesta. Tak sedikit pun terlintas tentangnya. Berusaha aku mencari, namun tak kutemukan dirinya. Hingga akhirnya raga ini benar-benar lelah dan sudah tak mampu lagi untuk mencari. Waktu itu di perbatasan kota. Saya pergi berjalan-jalan dengan kawan-kawan kampus dari Surabaya. Kegiatan itu kami lakukan untuk melepaskan kepenatan isi kepala. Apalagi saya yang diam-diam memendam luka, atas kepergiannya yang lenyap seketika.
Sepuluh bulan kemudian, Ia memberikan kabar di Facebook. Saya yang sudah mengalami luka terlalu dalam, merasa kehadirannya biasa-biasa saja. “Hay Son.” Ujarnya. “Hay… Baru muncul lagi ya?” Mengucapkan kata seperti orang yang tidak saling mengenal. Chattingan dariku hanya dilihat olehnya. Tak sepatah kata pun ia menjawab. Hari itu pun berlalu. Semenjak saat itu saya berusaha perlahan-lahan mulai melupakannya.
Keesokan harinya, postingan darinya muncul di beranda Facebook. Postingan itulah yang mengejutkan saya. Dia tiba-tiba memposting foto seorang bayi mungil yang baru lahir. Saya hanya bisa menyimak, dan tak mau bertanya-tanya tentangnya lagi. Kemudian saya tahu dari komentar, bahwa anak tersebut adalah anaknya. Saya menyimpulkan, selama ini dia menghilang lantaran dirinya sudah dihamili oleh pria lain.
Satu kata yang sempat saya ucapkan di dalam benak. “Maaf jika tak menyelesaikan cerita bersamamu.”
Berakhir…!!
Cerpen Karangan: Ronaldus Heldaganas Blog / Facebook: Ronaldus Ronaldus Heldaganas berasal dari Nggori, Kecamatan Wae Ri’i, Kabupaten Manggarai. Ronaldus merupakan Mahasiswa Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng