Hai perkenalkan namaku Alana, sewaktu kelas 8 SMP aku pernah menjalin hubungan dengan seorang lelaki.
Awalnya kita hanya seorang teman biasa, lama kelamaan aku dan dia seperti sebuah hubungan tanpa status yang orang orang menyebutnya dengan istilah friendzone.
Berbulan bulan kita menjalani hubungan tanpa status ini, sampai pada akhirnya dia memintaku untuk menjadi pacarnya dan akupun menerima karena aku juga mempunyai perasaan padanya.
Setelah ia menjadi kekasihku, hidupku terasa lebih berwarna, hatiku selalu berbunga bunga seperti remaja pada umumnya yang sedang mengalami masa pubertas.
Sungguh, dia adalah lelaki pertama yang menjadi kekasihku. Setiap hari aku dan dia selalu membicarakan hal random dan berharap akan terus selalu bersama, dia berjanji akan hal itu.
Namun hari demi hari sikapnya mulai berubah, ia lebih cuek dari biasanya, apakah benar selama ini yang dibicarakan oleh teman temanku, bahwa seorang lelaki akan merasa bosan ketika kita sudah mulai mempunyai perasaan padanya.
“Aku rasa, kamu semakin dingin kepadaku, apakah aku mempunyai salah?” tanyaku. “Tidak, mungkin itu hanya perasaanmu saja” katanya. “Aku berharap tidak akan terjadi apa apa diantara kita” ucapku padanya, aku sudah terlalu dalam jatuh kepadanya. “Ya, akupun begitu”. Tetap saja, jawabannya tidak membuatku tenang, otak dan hatiku selalu berfikir tentangnya.
Tiba tiba saja di akhir tahun ia memutuskan hubungan dengan sepihak dan langsung memblokir semua akun sosial mediaku dan mengganti nomornya dengan nomor yang baru, yang akupun tidak tahu.
“Maaf, aku harus putusin kamu, aku rasa hubungan ini tidak bisa dipertahankan” katanya.
Aku terkejut, mengapa ia memutuskan hubungan secara sepihak, akupun belum sempat bertanya dan mengucapkan selamat tinggal padanya. Apakah aku terlalu mengganggunya?.
Hatiku merasa sakit. Aku sudah terlalu dalam jatuh padanya, mengapa dengan mudah ia meninggalkanku begitu saja disaat rasaku padanya begitu besar. Disetiap hariku, aku selalu bertanya tanya “Kesalahan apa yang aku perbuat hingga dia meninggalkanku?”.
Sampai pada akhirnya aku mendengar dari temannya bahwa ia memiliki seorang kekasih. Hatiku semakin sakit mendengar itu, ia terlihat begitu bahagia dengan kekasihnya yang baru.
Tetapi purnama demi purnama pun berlalu, tetap saja hari hariku masih tentangnya, sampai aku menginjak bangku kelas 9, masih dia yang memenuhi hati dan pikiranku. Akupun tidak mengerti “Kapan perasaan ini akan hilang, kapan rasa sakit ini menghilang?”.
Ya sebenarnya aku pernah menyukai beberapa teman lelakiku, namun hatiku tetap kembali lagi padanya.
Aku pernah curhat dengan temanku, bagaimana caranya agar ia menghilang dari hati dan pikiranku. Temanku berkata “Biarkan karma yang membalas semua rasa sakitmu, Al”. “Dia bukan untukmu sadarlah, Alana” katanya. “Relakan dia walau kau mencintainya”.
Semenjak aku mendapat beberapa nasihat dari temanku, aku perlahan lahan mulai belajar untuk merelakannya, bahwa ia bukan untukku. Terima kasih atas kenangan dan rasa sakit ini.
Cerpen Karangan: Khoirunnisa