Aku melihatmu, terduduk sendirian, menunggu seseorang didepan kelasnya. Kau menunduk sembari punggungmu yang terus diterpa hujan rintik rintik itu. Entah mengapa, hatiku berkata untuk mendatangimu dan berbicara padamu selagi kau menunggu. Tapi aku tau bahwa itu adalah hal bodoh. Jadi… aku hanya bisa diam disini, memandangi sosokmu yang sepertinya kelelahan seharian duduk dan belajar.
Sesekali kau mengangkat kepalamu dan melongok ke dalam kelas, dan sepertinya di dalam sana tidak sesuai dengan harapanmu. Kau kembali ke tempat dudukmu dan kembali menunduk. Aku heran mengapa dirimu tidak merasa risih diterpa hujan yang kini semakin deras.
Kenapa kau lakukan itu? Kanapa kau menengok kemari? Aku jadi salah tingkah dibuatnya. Tapi kau kembali menunduk, seolah kau hanya penasaran siapa yang sedari tadi memandangmu.
“Kenapa belum pulang?” Seorang guru mendatangiku, aku hanya menjawab seadanya sembari tersenyum “Lagi nunggu jemputan bu” jawabku sehalus yang aku bisa. “Kailo juga sama?” Tanya guru itu lagi begitu ia melihatmu yang juga sedang terduduk di bangku depan kelas. “Oh, enggak bu, lagi nungguin Kaiden” saat itu, aku melihat senyummu yang begitu hangat. Hingga dingin yang kurasakan seketika menghilang. “Oh yaudah, ibu duluan ya, kalian hati hati ya pulangnya” guru itu beranjak pergi, dengan hanya sebuah pesan. “Kenapa tidak sekalian mengantarku pulang sih?” Batinku kesal. Tapi tidak apa apa, dengan aku yang masih tetap disini, aku bisa melihatmu lagi.
Sulit bagiku untuk melupakan perasaan ini, sudah hampir setahun aku kenyimpan perasaan padamu, tapi tak pernah ada balasan. Aku tau mengapa kau mengacuhkan aku. Karna aku tidak sesempurna wanita pujaanmu. Aku bisa saja bersaing dengan wanita yang suka padamu, tapi tidak dengan wanita yang kau sukai. Sosok wanita cantik nan pintar yang selalu ada disisimu. Sosok yang kau pandang seperti berlian.
Lalu mengapa kau harus menerima aku yang hanya seperti lumut yang menyusahkan jalanmu? Tidak ada alasan untukmu membalas perasaanku. Walau aku merasa itu sama sekali tidak adil. Aku berjuang untukmu selama hampir setahun, bahkan mungkin sudah setahun. Sedangkan dia? Dia tidak berjuang sama sekali.
Sejenak aku merasa sedih, ditemani deru hujan yang turun dari langit. Seakan langit mengerti kesedihanku. Mungkin kesedihanmu juga, aku tau wanita itu tidak ada di sekolah hari ini. Kau pasti kesepian.
Kembali kulirik dirimu yang masih dalam posisi menunduk. Andaikan kau tau bagaimana perihnya hatiku ketika aku melihatmu. Betapa sesaknya ketika menyadari bahwa aku tidak bisa melepaskanmu semudah yang orang katakan.
“Tolong aku, tolong katakan padaku bahwa kau risih, jangan hanya menunjukan gestur itu, katakan terus terang!!” Batin ku berteriak.
Tak kusadari, air mata mulai menetes dari sudut mataku, segera kuhapus dan bersikap seolah tak terjadi apa apa.
Kulihat ponselku, jam sudah menunjukan pukul 16.35 Kutekan beberapa nomor dan…
“Halo” ucapku pelan “Halo, aduh maaf ya, gue gak bisa ngejemput nih, abis bensin” ucap seorang wanita diujung sana. “Ah elah yang bener aja, udah gue tungguin dari tadi, kalo lu bilangnya dari tadi kan gue bisa jalan” protesku dengan nada sedikit lantang sehingga membuatmu menoleh. “Ya maaf maaf, sekarang gimana?” Dia terdengar menyesal atas kelalaiannya. “Bodo ah” kututup telfon itu dan bergegas membereskan barang barangku.
Aku siap melangkah ketika sebuah suara menghantikanku. “Lu tau kan, kalo gue risih sama lu?” Suara itu sangat familiar di telingaku. Suara berat nan serak, suara yang membuatku jatuh cinta sejatuh jatuhnya.
“Iya, gue tau kok” balasku tanpa memalingkan wajah, aku tau jika aku menatap wajahmu saat itu aku akan menangis. Itu akan memalukan. “So… lu masih mau berjuang?” Tanyamu lagi. “Bisakah kau biarkan aku pergi?” Batinku.
“Adai aku tau cara berhanti memikirkanmu, cara berhenti peduli padamu” balasku, suaraku mulai bergetar, pandanganku mulai buram karna air mata.
“Kau tau aku menyimpan perasaan pada Luna kan?” Ucapmu mempertegas fakta “Semua orang tau itu” balasku dengan suaraku yang semakin melirih, aku tak sanggup bersuara selantang biasanya. “Jadi… kumohon berhenti mengejarku, itu percuma” aku tak mendengar langkahmu menjauh, kutebak kau tetap berdiri disana. Aku menghela nafas sebelum aku menbalas “Terimakasih sudah mengingatkan” aku berjalan perlahan dibawah hujan.
Air mataku menetes bersama air hujan yang kini benar benar deras, tapi aku tidak mungkin menetap lebih lama dan membiarkanmu melihatku menangis.
Aku sudah tak peduli lagi pada seragam yang besok masih harus aku kenakan, atau nanti badanku kedinginan hingga demam. Aku hanya terus berjalan pulang, tanpa menengok ke belakang.
Hatiku tersayat begitu dalam. Tapi dengan luka ini, mungkin aku bisa benar benar melupakanmu, menghapusmu dari hati dan pikiranku.
Terimakasih sudah menjadi menyemangat dan inspirasi bagi diri ini. Walau tidak berakhir bahagia, setidaknya aku mendapat pelajaran berharga
Bahwa, kita tidak boleh melakukan apapun demi cinta. JANGAN BODOH KARNA CINTA. Tak ada gunanya.
Cerpen Karangan: Syhlftrvn Blog / Facebook: Sftlhy_