Ini adalah kisahku yang selalu gagal dalam bab cinta dan akhirnya aku menemukan seorang perempuan yang baik dan manis. Namaku Arkha saat aku duduk dibangku kelas VIII aku bertemu dengan seorang perempuan bernama Dwi dan pada saat itu juga aku langsung jatuh cinta padanya. Saat itu aku tidak berani untuk menanyakan namanya karena banyak orang dan akhirnya pada awal kelas IV temanku ada yang sekelas dengannya dan aku meminta nomor WhatsAppnya untuk berkenalan dengannya.
“p,sv Arkha”. Pesan pertamaku ke dia “hm,dapat nomorku dari mana?”. Tanya dia “Dapat dadi Rahman temen kelasmu” “oh”
Akan tetapi dia tidak menyimpan nomorku karena dia tidak tau aku siapa dan akhirnya dia dipaksa temanku untuk menyimpan nomor yang meminta save dengan nama Arkha.
Hari Jum’at tepatnya pada jam pelajaran yang sama yaitu mata pelajaran penjas aku selalu memandangnya dengan seksama. Jam pelajaran itu tidak bertahan lama setelah temanku melempar potongan penghapus mengarah kepada guru bahasa Inggris yang menyebabkan guru bahasa Inggris ngambek dan meminta untuk diganti jam pelajarannya. Hari Rabu pagi aku kaget saat melihat jam pelajaran penjas karena tidak barengan dengan kelas dia lagi.
“lah jam pelajarannya diganti lagi kayaknya ini gara-gara bocil sih kemarin abis ngelempar itu langsung ngambek gurunya”. Kata temanku bernama Azka “Iya parah banget padahal udah enak dari pagi sampe pulang pake olahraga ya kan”. Kataku “Ya udah lah terima aja namanya juga keputusan kepala sekolah lah mau gimana lagi kita gak bisa protes ke guru”. Kata di pendiam yang jarang ngomong dengan teman sekelas. “loh”. Satu kelompok yang sedang membicarakan jam pelajaran di buat kaget oleh si pendiam yang tiba-tiba memberi komentar. “Lah lo bisa bicara?”. Tanya azka yang yang tidak punya malu.
Hari selanjutnya yaitu hari kamis kelasku disuruh untuk ke tempat lab komputer untuk membuat cerpen. Tidak sengaja aku mendengarkan pembicaraan teman dari Dwi yaitu adel sedang membicarakan Dwi umurnya yang lebih tua dari yang lain dan dengan polosnya aku bertanya “loh dia itu sodara lo apa gimana, kok lo manggilnya mbak” dia malah menanggapi itu dengan senyuman dan meneriakkan jika aku suka dengan Dwi akan tetapi banyak yang tidak peduli dan membiarkan hal tersebut terjadi.
Hari sabtu kelasku kembali ke lab komputer dan aku berdekatan lagi adel dia selalu menggodaku karena tau aku suka dengan Dwi. “Udah lah jangan kayak gitu males gua”. Kataku “Lah biarin terserahku lah”. Ucap adel dengan tidak ada rasa bersalah dan seperti membuang muka “Awas aja lu sampe banyak yang tau” “Bodo amat nanti ku kasih tau Dwi kalo lo suka dia” “Serah lo gua bodo amat”
“Eh dia loh ulang tahun kemarin 9 September lo gak ngasih kado kah” “Biarin aja biar panjang umur” “Lo harus cepet-cepet chat dia banyak yang suka dia soalnya” “Tenang aja sang bintang selalu datang terlambat” “Dih banyak gaya nanti dia diambil orang nangis” “Santai aja lah nanti juga kena sendiri, liat aja”
Beberapa hari berselang aku bercerita kepada Burhan temanku yang juga mencintai teman sekelasnya. Aku bercerita tentang Dwi bagaimana cara mendekati dia karena Dwi sendiri tidak pernah pacaran sama sekali. Burhan memberi saran agar aku cepat-cepat untuk chat dia agar tidak diambil orang.
“Wi lo dulu kelas 7 di kelas C ya”. Tanyaku dengan harapan yang cerah “iy”. Jawabannya dengan sifat cuek. “kelas 8 dimana” “H”
Dari sini aku sudah tidak menaruh harapan sama sekali karena sifat di yang sangat cuek dan jarang basa-basi. Akan tetapi temanku video call aku dengan nomor Dwi, tidak aku angkat karena aku yakin itu bukan dia sendiri. Aku pun bertanya padanya. “Ada apa?” “Apa” “lo kan yang vidcall barusan” “Bukan aku gak vidcall, oh Lisa yang vidcall” “oh kirain ada apa”
Di situ aku pun langsung tidak berani basa-basi lagi karena malu jika bertemu di sekolah. Hari demi hari aku lewati dengan lancar dan tiba di hari minggu, aku bertanya tentang PR bahasa Jawa.
“Walas lo bahasa Jawa kan” “Hah maksudnya apa” “Walas lo guru bahasa Jawa kan” “Iy” “Sini pengen liat, gua ada yang belum selesai” “Entar lagi di luar, emang buat kapan” “buat kamis” “oh besok aj” “serahlo pokoknya jangan sampe rabu” “iy”
Aku pun mencoba untuk mulai basa-basi. Akan tetapi sifatnya tetap tidak berubah sama seperti aku kenal dengannya. Aku mencoba membuat nomor WhatsApp baru yang dia tidak tau. Mencoba untuk akrab dengannya sangatlah sulit karena banyak yang suka dengannya ditambah lagi dia tidak mau didekati oleh laki-laki manapun. Di WhatsApp baru pun tidak mau akrab dengan keadaan aku akhirnya pengen menyerah karena hatinya dia yang sangat sulit diluluhkan. Di hari selasa aku meminta untuk melihat catatannya
“Mana katanya sekarang” “Bentar” “Iya” “Itu udah” “iya makasi”
Karena dia mulai tidak cuek aku pun menaruh sedikit harapan untuk memiliki dirinya dan mulai saat itu aku selalu bertanya-tanya kepada tapi sikapnya juga masih sama. Aku bingung mau ngapain lagi, mau mundur udah terlanjur maju mau maju kehalang sikapnya. Aku memutuskan berhenti untuk menghubungi dia sementara untuk memikirkan cara agar aku bisa lebih dekat lagi dengannya. Satu bulan tidak menghubungi dia aku mendengar jika dia lagi kurang enak badan. Malam harinya aku langsung menghubungi dia.
“Badan lo lagi gak enak ya” “Iy abis hujan-hujanan kemarin” “Oh, udah periksa apa belum” “udah” “Gimana kata dokternya” “Disuruh istirahat yang cukup, makan teratur sama minum tepat waktu” “Oh, mau bakso gak” “Gak usah repot-repot” “Gak kok, kubawakan ke rumahmu ya” “Gak usah buat orangtuamu aja” “Kenapa” “Lagi gak pengen apa-apa” “Oh, martabak mau gak” “Aku gak mau titik” “Oh, yaudah”
Aku sangatlah senang walaupun chatan kita tidak panjang. Ini juga pertama kali aku menghubungi dia setelah satu bulan tanpa kabar. Besoknya aku pun menghubungi lagi.
“Gimana udah sehat belum” “Belum, baru juga kemaren” “Siapa tau kan bisa langsung sembuh” “Aamiin” “Eh, kamu lulus SMP mau SMA apa SMK” “Kayaknya lebih ke SMK” “Oh, kenapa gak milih SMA aja” “Soalnya kakak juga SMK” “Oh”
Tanpa kusadari dia sudah akrab denganku tapi aku tidak mau terburu-buru untuk menyatakan cinta. Aku akan menunggu dia siap untuk menerimaku apa adanya. Aku juga tidak mau berharap lebih kepada karena bisa hati kita yang polos ini tersakiti.
Sudah bulan November aku bimbang mau menyatakan cinta atau tidak dia bahkan tidak memberikan kode-kode sama sekali. “Wi, sebenarnya lo ngerasa gak ada yang aneh gak dari gua akhir-akhir ini” “Gak ada sih” “Emang lu gak ada rasa-rasa apa gitu” “Rasa apa gua gak tau Kha, emang kenapa sih” “Sebenernya gua gak mau ngerusak pertemanan kita tapi gimana lagi, gua suka sama lo dari dulu Wi” “Yang bener aja lu” “Iya gua beneraan, kali ini gua serius gak bercanda” “Oh, kenapa lu gak ngong dari dulu Kha” “Gak tau, sorry ya tiba-tiba banget ya gua ngomongnya” “Iya gapapa” “Gimana lo mau gak jadi pacarku” “Sorry banget ya Kha gua gak pengen pertemanan kita berubah kayak gini, gua gak nyangka lu suka sama gua. Sorry banget gua gak bisa nerima jadi pacar gua, gua juga gak mau pacaran Kha, sorry ya” “Iya Gpp gua juga udah seneng denger jawaban dari lo walaupun gak bisa jadi pacar lo” “Sorry banget Kha, gua jadi merasa bersalah sama lo” “Gak usah gitu, intinya kita bisa chatan kayak dulu lagi kan” “Bisa banget Kha tenang aja” “Ya udah akhirnya gua juga lega dengerinnya”
Menyerah itu bukan aku namanya. Aku juga berfikir kenapa aku bisa sebar-bar itu untuk mengungkapan rasa cintaku. Saat di sekolah aku jarang omong-omongan dengannya banyak yang mulai tau jika aku suka Dwi tapi aku tidak peduli dengan ocehan orang-orang itu.
Tiba saat aku bertemu dengan dia di kantin, aku mencoba memulai percakapan “Beli apa” Tanyaku “Ini lagi mau beli cilok” Jawabnya dengan senyuman manisnya “Oh, beli itu doang apa masih ada lagi” Tanyaku lagi dengan sedikit tersenyum “Gak ada, ini doang” Jawab dia sembil memberi uang ke ibu kantin “Ya udah, bu ini punya saya jadi berapa gabungin aja sama Dwi” “Ih, ga usah gua bisa bayar sendiri” “Serah lo aja deh” Jawab dia dengan memasang muka cemberut “Jangan cemberut gitu dongg” Kataku sambil mengarahkan ciloknya ke arah bibirnya. Sontak murid-murid yang berada di sekitar kaget dan menyoraki aku dan Dwi. “Weii…” “Waduh Arkha udah pacaran ya sekarang” “Pala lo pacaran, orang bukan siapa-siapa” Jawabku sambil membayar tagihanku.
Aku tidak menghiraukan hal tersebut dan langsung pergi meninggalkan kantin dan Dwi. Dengan rasa senang dan malu aku melihat keatas dan menutupi dengan buku dari mejaku. Esok harinya aku bertemu dia lagi dan meminta maaf karena masalah yang terjadi kemarin
“Eh, Wi gua minta maaf masalah kemarin. Lo jadi malu gara-gara gua” ucap Maafku dengan sedikit malu. “Kenapa minta maaf, gua juga bodo amat emang orang-orang setres” ucapnya dengan muka santai. “Intinya gua minta maaf aja” “Udah gapapa, gak usah dipikirin” “Yaudah makasih ya. gua duluan”
Sejak waktu itu aku mencoba untuk menghindar dari keberadaannya hingga chatanku dengan dia aku hapus. Setelah beberapa bulan akhirnya hari perpisahan telah tiba, aku mencari dimana Dwi berada dan setelah aku cari-cari ternyata dia sedang asik foto bareng dengan temanku sang pendiam. Aku telat untuk menyatakan perasaanku lagi dan aku sangat kecewa dengan apa yang aku lihat. Setelah aku tau kalau dia ke SMA aku sangat kecewa dan aku sudah terlanjur sekolah di SMK dekat rumahnya.
Cerpen Karangan: M. Syamsu Dhuha Blog / Facebook: syamsu4dhuha SMPN1 Puri