Malam itu, Ray pamit pergi ke rumah temannya yang ia kenali di sebuah Sekolah Menengah Atas barunya.
“Aku mau ke rumah temenku ya, yang tadi main sama aku. Nanti aku fotoin deh,” ucap Ray sambil terburu-buru. “Iya sudah, ngapain kesana?” tanyaku. Namun tidak ada balasan, ia malah mengirim foto dirinya. Kemudian aku tanya lagi, tetapi sama saja ia tidak memberitahuku. Oke fine, aku berfikir positif saja saat itu. Tiba-tiba aku tertidur dan tidak membalas pesan darinya semalam.
Keesokan hari saat aku terbangun, aku membalas pesannya namun tidak ada respon sama sekali. Ray offline dan hp nya tidak aktif, jarang sekali Ray seperti ini. Padahal ia harus siap siap untuk pergi sekolah.
“Sudah bangun? Ayo siap siap pergi sekolah,” “Tumben banget jam segini belum online, ” kataku.
Sepulang sekolah tetap saja tidak ada balasan darinya. Aku mulai khawatir, dan aku memutuskan untuk bertanya kepada teman-temannya.
“Tadi berangkat sekolah sama Ray nggak ya?” tanyaku. “Nggak, katanya Ray kecelakaan semalem,” jawabnya. “Hahh! Serius? Kok bisaa?” “Aku kata temen temen tadi, aku juga kaget mankanya kok nggak jemput aku tadi pagi,” ujarnya. “Parah nggak?” “Aku nggak ngerti, soalnya semalem aku nggak jadi ikut,” “Ya ampun..” “Ya sudah, makasih ya,” “Coba aja ke rumah nya Ray,” ujarnya “Iya, nanti aku coba kerumahnya,” jawabku.
Malam itu, aku pergi ke rumah Ray. Namun, pintu gerbang dan pintu depan tertutup. Aku berfikir mungkin semua ada di rumah sakit. Aku tidak punya nomor orangtuanya. Aku tidak tahu dia berada di rumah sakit mana.
Aku mulai mengirim pesan ke semua temannya untuk mencari tau kabarnya Ray, siapa tau salah satu dari mereka ada yang mengerti. Aku sampai pusing mencari kabarnya. Aku bingung, aku menangis. Aku selalu lewat depan rumahnya, hampir setiap harii. Sepulang sekolah dan malam hari. Aku berfikir siapa tahu aku bisa mendapat kabarnya Ray. Aku sedih sekali, tidak tahu sama sekali kabar Ray. Hp nya juga masih tidak bisa dihubungi.
Setelah sekiranya hampir seminggu aku baru mendapat kabar dari teman lamanya. “Kamu ngerti kabarnya Ray?” tanyaku. “Katanya Ray operasi,” jawabnya. “Serius? Astaga..” “Iya, aku diceritain mamaku. Mamaku diberitahu mamanya Ray,” “Di rumah sakit mana?” “Jatuhnya gimana si kok bisa sampai gitu ya ampun,” jawabku sambil menangis. “Aku minta nomor mamanya Ray boleh nggak?” “Iya boleh, 085*********” “Makasih banget ya,” ucapku. “Iya, sama-sama,”
Kemudian aku mengirim pesan kepada mamanya Ray untuk menanyakan keadaannya sekarang. “Assalamualaikum Tante, apa kabar? Maaf sebelumnya, saya dapat kabar dari teman-teman kalau Ray kecelakaan. Sekarang bagaimana ya te keadaannya? Terimakasih,” ucapku. “Wa’alaikumsalam, Alhamdulillah sehat. Sekarang Ray nya masih di rumah sakit, masih di ruang ICU, sudah seminggu lebih belum sadar. Mohon do’anya biar Ray bisa cepat sembuh dan pulih,” jawabnya “Baik Tante, aamiin.. semoga Ray segera pulih dan bisa beraktivitas seperti sedia kala ya te, Tante yang sabar,” ucapku. “Aamiin, iya mbak. Terimakasih do’anya,” “Sama-sama Tante,”
Setiap hari aku menangis. Aku selalu kepikiran, bagaimana jatuhnya sampai seperti ini. Aku ingin sekali menemuinya, lalu aku mengirim pesan kepada mamanya Ray untuk menanyakan ia ada di rumah sakit mana. “Mohon maaf Tante, Ray dirawat di rumah sakit mana ya?” tanyaku. “Di rumah sakit sido waras mbak, tapi belum bisa dijenguk,” “Baik, terimakasih ya te,”
Ray mengalami pendarahan di otaknya, sehingga ia harus dioperasi. Aku takut, sedih sekali. Aku hanya bisa berdo’a. Aku sering mengirim pesan kepada Ray, aku juga sering pergi ke rumah sakit, walaupun aku tahu kalau itu tidak ada gunanya. Di ruang ICU tidak boleh dijenguk, aku melihat dari luar juga tidak terlihat. Namun, aku sedikit lega, aku jadi tidak terlalu khawatir karena aku berada disana, merasa berada didekatnya. Aku terus berdoa semoga segera diberi kesembuhan.
Beberapa hari kemudian, aku menanyakan kondisinya lagi kepada mamanya. Karena aku selalu kepikiran, hehe. “Assalamualaikum, mohon maaf apabila mengganggu. Bagaimana Ray nya te? Apa ada perubahan?” tanyaku. “Wa’alaikumsalam, Alhamdulillah sudah sadar mbak, tapi nanti ada operasi lagi dibagian tulang pipi sama bahunya” “Do’ain ya mbak, supaya operasinya lancar dan Ray cepat pulih, sehat lagi,” tambahnya. “Alhamdulillah, iya Tante. Aamiin, saya selalu do’akan,” Rasanya sedikit lega karena aku tahu kabarnya, walaupun aku belum bisa melihatnya.. hehe tidak papa.
Aku menceritakan hal ini kepada mama, nenek, dan kakakku juga. Aku kalau cerita ini selalu menangis, hehe. Emang cengeng banget anaknya. Aku juga minta do’anya buat Ray.
Suatu hari, aku ditemani temanku untuk sekedar lewat rumahnya Ray. Sebelum itu aku membeli makanan terlebih dahulu, biar nggak terlalu sedih, hehe. Aku duduk sejenak dengan perasaan khawatir yang masih selalu ada. Tiba-tiba aku melihat ambulan berbelok memasuki perumahan tersebut. Aku syok, badanku gemetaran. “Astaga, siapa itu. Bukan Ray kan,” ucapku sambil menangis. “Aduhh, badanku gemetaran sekali. Aku takut,” tambahku.
Aku memutuskan untuk mengikuti ambulan tersebut. Kususuri jalan sambil menangis dan berdoa dalam hati semoga itu bukan Ray, karena kemarin ia baru saja operasi, kemungkinan belum pulang kan. Kulihat ambulan itu menyalakan sein kanan, aku syok karena itu arah ke rumah Ray. Ternyata benar, ambulan itu berhenti tepat didepan rumah Ray. Aku memutuskan untuk bertanya kepada mamanya, ternyata ia rawat jalan. Huhh, aku bersyukur sekali karena ia tidak apa-apa.
“Alhamdulillah sudah stabil, mohon maaf ya mbak ini untuk kesehatan dan kebaikan Ray belum bisa bertemu dengan banyak orang lain. Dikarenakan Ray masih dalam pemulihan, imunnya juga masih jadi belum bisa banyak bertemu orang. Jadi mohon dimaklumi, ini semua buat kebaikan dan kesehatan Ray. Mohon do’anya saja buat kesehatan Ray,” ucapnya. Aku memutuskan untuk pulang karena hari juga sudah malam.
Setalah beberapa bulan aku menunggu, ada notifikasi kalau Ray mengikuti akunku di sebuah media sosial. Rasanya bahagia sekali sampai aku menangis. Kemudian aku mengirim pesan padanya.
“Ini Ray?” “Iya, ini aku,” jawabnya. “Sumpah? Kangen banget..” “Sama,” “Gimana? Masih ada yang sakit?” “Masih terapi di rumah sakit sekarang,” “Semangat ya..” ucapku. “Iya, makasih banget ya,” “Operasinya kurang satu,” tambahnya. “Operasi apa? Kapan?” “Ngembaliin tempurung kepala, kayaknya minggu depan,” ujarnya. “Kabarin ya kalau mau operasi!” “Iya, makasih udah nemenin susahku, habis ini kamu harus bahagia ya. Thankyou cantik,” “Hmm, nangis.. sama sama,” “Kasihan, tungguin aku ya cantik,” “Iya, pasti” “Nggak ada kontrol hari ini,” “Aku terapi ada kemajuannya lho,” tambahnya. “Alhamdulillah dong,” “Iya, sabar ya. Nanti kalau aku udah sembuh ayo healing lagi, satu hal pertama yang aku lakukan kalau aku udah sembuh yaitu nyenengin kamu,” “Hihi iya, makasih ya,” Saat itu, kami jarang berkomunikasi karena keadaan dia yang belum pulih 100%. Dia sering merasa pusing, sehingga ia memilih untuk istirahat dan tidur.
Suatu hari, ia mengirim pesan pagi-pagi sekali. “Hai, aku udah di rumah sakit. Do’ain ya!” “Iya, pasti aku do’ain. Semangat ya,” “Aku kesana apa nggak?” tanyaku. “Terserah,” “Tapi nggak usah deh, do’anya aja,” tambahnya. “Hmm iya udah,” jawabku dengan pasrah.
Hingga sore Ray tidak ada kabar, aku memaklumi karena ia baru saja operasi. “Gimana operasinya?” “Aduh, kepikiran aku nya,” tambahku Tidak ada balasan sama sekali, aku mulai cemas.
Tiba-tiba malam itu aku mendapat pesan darinya. “Kita sampai sini saja ya, aku udah nemuin bahagiaku sendiri,” “Sorry, udah ya,” tambahnya. “Loh, beneran ini?” jawabku sambil kaget Aku masih tidak menyangka, aku syok dan menangis saat itu. “Kenapa kok tiba-tiba? Serius kamu?” “Serius,” “Udah nggak ada apa-apa ya,” tambahnya. “Nggak nyangka, sia-sia semuanya,” jawabku. “Makasih buat semuanya, aku minta tolong ini nggak usah diperpanjang,” ucapnya
Saat itu aku berfikir mungkin ini efek Ray habis operasi jadi ngomongnya ngawur, hehe. Ternyata aku salah, selang beberapa menit ia memposting foto pacar barunya. Duniaku terasa hancur, aku sudah menemani dan menunggunya sampai mau sembuh. Namun akhirnya seperti ini. Aku masih tidak menyangka. Aku menunggu kurang lebih 3 bulan itu nggak mudah loh dan itu lama bagiku. Pada akhirnya waktu mampu membiasakan segalanya.
Cerpen Karangan: Nuraida Dwi Fitriani Blog / Facebook: aida SMPN 1 PURI