“Banyak harapan yang kuingin. Tapi satu harapan yang ingin segera dilepaskan, yaitu rasa ini yang tak sama yang selalu mencekam dalam jiwa.”
– Lara Luvita Putri –
Namaku Lara Luvita Putri. Biasa disapa Lara, di sini aku akan menceritakan perihal kisah cinta dalam hidupku yang mungkin tidak akan pernah bisa kulupakan. Semua kisah itu akan selalu menjadi kenangan abadi.
Dulu semasa SMA. Aku sangat menganggumi seorang laki-laki. Ya, laki-laki itu adalah seniorku di sekolah. Jika pada saat itu aku bisa memilih jatuh cinta kepada siapa. Aku akan memilih mereka yang jelasnya menunjukkan rasa cintanya padaku. Bukan padamu sosok dingin yang mampu mengambil hatiku, bukan padamu yang bahkan tak pernah menganggapku ada. Pada saat itu aku jatuh cinta padamu bukan karena pesonamu, bukan karena tampangmu bahkan statusmu. Aku jatuh cinta padamu, mungkin karena takdir.
Saat pertama kali bertatap mata elangmu yang tajam itu, entah kenapa aku malah menyukainya. Dan ini kisah cintaku dengan dia. Tiga tahun yang lalu.
Flashback On Kicauan burung menemani terbitnya matahari yang begitu terang. Ini pertama kalinya aku masuk ke sekolah baru. Yups, aku pindah sekolah dikarenakan Papahku yang harus kerja di luar kota untuk beberapa tahun, dan mengharuskanku dan Mama akhirnya memutuskan untuk ikut pindah rumah.
Di sinilah, di sekolah baru membuka lembaran baru. Awalnya menjadi murid baru adalah hal yang paling kubenci, karena apa? Karena mengharuskan berkenalan lagi.
Singkat cerita, sudah beberapa minggu kemudian aku bersekolah. Dan di sini awal kedekatanku dengan dia. Dia adalah Arlan Aditama, ketua osis di sekolah. Tatapannya yang selalu dingin terhadap kaum hawa. Terkecuali terhadap seorang gadis yang selalu bersamanya. Ya, adiknya yang kini menjadi teman dekatku.
“Suka kan lo sama abang gua,” ujar Nayla menyenggol lenganku. Aku menoleh, “ish, ganteng sih tapi dingin,” kataku masih menatap cowok itu yang sedang mengobrol dengan temannya. “Mau gua jodohin gak? Yuk ke sana.” Nayla menarik tanganku begitu saja. Menghampiri kakaknya itu.
Saat sudah berada di tempat cowok tersebut, aku hanya diam. “Boleh gabung bang?” tanya Nayla. Arlan menatap sekilas adiknya lalu menganggukan kepala.
“Siapa Nay?” tanya teman kak Arlan itu yang menatapku. “Oh iya, ini kenalin temanku Lara.” Aku tersenyum menyapa mereka lalu menjulurkan tanganku berkenalan. “Lara.” “Jevan.” “Lara.” “Toni.”
Dan saatnya bersentuhan tangan dengan pria itu. “Lara.” “Arlan.” tanpa senyuman sama sekali, sangat datar.
Berada di antara mereka awalnya merasa sangat canggung tapi lama kelamaan entah kenapa aku menjadi nyaman berteman dengan mereka.
Sejak hari itulah aku mulai dekat dengan Arlan. Walau ia sosok pria yang dingin tetapi tatapan matanya kepadaku ada sesuatu tersirat yang sulit kujelaskan.
Beberapa bulan telah berlalu. Menikmati senja yang begitu indah. Senja hanya bisa dinikmati sesaat lalu menghilang dan akan kembali datang lagi.
Di sini di taman komplek saat aku melukis senja yang indah, fokusku terbagi karena mendengar langkah seseorang yang akan mendekatiku.
“Suka senja?” ujar suara bariton. Aku menoleh dan terkejut saat tahu bahwa itu dia. “Hem, iya Kak. Sangat suka,” jawabku.
Dia duduk di sampingku lalu menatap indahnya senja. Tanpa melirik dia lagi, aku melanjutkan lukisanku yang sedikit lagi akan selesai.
“Lukisanmu bagus.” “Terima kasih.” “Boleh request?” “Apa?”
Akhirnya lukisanku telah selesai lalu aku beralih menatap dia. Dia tampak berpikir.
“Buat lukisan wajahku. Bisa?” ujarnya. “Hah?” tentunya aku terkejut saat dia mengatakan itu. “Buat lukisanku?” ulangnya lagi. “Aku belum bisa kalau buat wajah seseorang,” “Mau kuajarkan?”
Dan akhirnya Arlan mengajariku caranya melukis seseorang. Dia begitu lihai saat melukis, seperti sudah profesional saja. Ternyata kita memiliki kemampuan yang sama. Saat dia melukis dengan seriusnya. Aku malah memerhatikan wajahnya yang tampan itu. Entah kenapa lebih menarik melihatnya dibanding memperhatikan lukisan itu.
Ide langsung terlintas, akan kubuat kisah ini. Kisah kita berdua.
Sudah dua jam lamanya kita di taman ini. Dan memutuskan untuk pulang. Arlan mengantarkanku pulang sampai rumah. Di sepanjang perjalanan banyak sekali yang kita obrolkan, aku tak menyangka bila dia banyak berbicara. Setahuku dia sosok yang sangat irit berbicara. Setelah sampai rumahku ia langsung pamit pulang. Hari yang sangat bahagia bagiku.
Aku memencet bel rumah, tak lama kemudian pintu rumah terbuka. “Assalamu’alaikum Bi,” salamku. “Waalaikum salam.” “Non Lara sudah ditunggu sama bapak. Dari tadi non Lara dihubungi tidak bisa,” kata Bibi memberitahuku. “Ah iya bi. Hpku lowbet. Ada apa ya bi?” tanyaku. “Enggak tau Non, sebaiknya langsung ke ruang tamu sudah di tunggu. Sini non barangnya biar bibi yang taruh.” “Baik bi. Makasih.”
Aku melangkahkan kakiku ke ruang tamu. Di sana ternyata tidak hanya ada papaku saja. Tapi ada seorang pria yang tak kukenal. Siapa pria itu? Apa klien-nya Papa.
Aku menyalimi punggung tangan papa. “Kamu kemana saja Lara? Papa hubungi tidak bisa?” tanya Papa padaku. “Maaf Pah, hp-ku lowbet.” “Yaudah, Lara ini kenalkan Kelvin. Dan Kelvin ini Lara.” Aku menyalimi pria itu. Pria itu tampan dan berkarisma.
“Lara duduk sini.” Perintah Papa. “Lara kamu tahu kan keluarga Wellyan?” Aku mengerutkan dahi bingung, mencoba mengingatnya. Ah iya keluarga sahabat mama. Waktu itu aku mengingatnya saat aku berumur 13 tahun. “Ini anak sulungnya. Kelvin Wellyan Pratama.” “Oh.” Aku melirik sekilas ke arah papa. Papa tersenyum tapi senyuman yang tak biasa. Seperti ada sesuatu.
“Oya Pa, boleh aku ke kamar? Lara capek pa. Maaf gak bisa nemenin.” “Oh iya gapapa nak.” Aku bangkit dari dudukku tak lama sekilas melihat pria itu dan pria itu tersenyum padaku sangat manis. Kubalas dengan senyumanku lagi.
Setelah sampai kamar, kurebahkan tubuhku ke atas kasur empukku. “Huh, lelahnya.” “Tampan sih, tapi lebih tampan kak Arlan ah. Duh kan jadi kangen kak Arlan. Huh dasar Lara bucin.”
Detik demi detik, jam demi jam, hari demi hari, bulan demi bulan pun berganti. Kini sudah setahun aku mengenal Arlan. Dan juga dekat dengan Kelvin. Entah apa yang aku rasakan saat dua sosok pria yang memasuki kehidupanku ini. Arlan yang masih saja bersikap biasa, beda halnya dengan Kelvin yang selalu mendekatiku dan berusaha untuk singgah di hati.
Pada suatu ketika, aku pernah mengungkapkan perasaanku pada Arlan. Tapi yang kudapat dari balasan pria itu adalah hal yang sangat menyakitkan.
“Stop mengejar sesuatu yang tidak akan pernah kamu dapat Lara!” tegas Arlan. “Aku mencintai kamu,” lirihku. Arlan menyunggingkan senyuman sinisnya dan berdecak kesal. “Cinta? Sudahlah.” “Rasa ini tumbuh seiring berjalannya waktu saat aku mengenalmu lebih dalam,” ungkapku. “Sudah cukup! Selama ini!” “Aku mohon, bukalah hati kamu untukku.” tanpa rasa malu aku memohonnya. “Kamu gak bakal mengerti, gimana rasanya jadi saya! Sekarang entah sedang bermimpi atau apa, tiba-tiba kamu memohon untuk saya jadi seseorang yang tinggal di hatimu? Maaf saya gak siap,” ucap Arlan dan menghembuskan nafasnya kasar. “Maaf bila kedekatan kita membuat kamu mempunyai rasa itu. Saya pergi,” lanjut Arlan berlalu pergi meninggalkanku begitu saja.
Tanpa sadar air mataku turun begitu saja, membasahi kedua pipiku. Aku tahu, aku salah telah menyimpan rasa ini untuk seseorang yang bahkan tak sama sekali mencintaiku.
“Lara.” Aku mengenal suara itu, dia Kelvin. Pria itu merengkuh tubuhku kedalam pelukan hangatnya. Aku menangis sejadi-jadinya di dalam pelukannya itu.
“Menangislah sepuasnya, jika itu lebih baik,” ucap Kelvin. “Maaf,” lirihku. Entah untuk apa ucapan maafku pada Kelvin. Aku jadi merasa bersalah padanya.
Sejak hari itu, sampai hari ini. Aku tidak lagi menemui atau bertemu dengan Arlan. Dan saat itupun aku tahu tidak semua kisah cinta mempunyai balasan. Kadang, kita juga akan merasakan kepedihan cinta itu. Flashback Off
Aku membuka buku diaryku dan membaca tulisanku beberapa bulan yang lalu. Saat sebelum aku bertunangan dengan Kelvin.
Dear You …. Suatu hari, sekarang, atau kapan pun itu, aku ingin kita saling menguatkan dan tidak berhenti tumbuh hanya karena sebuah cinta dan segala macam kesemuannya. Aku ingin suatu saat nanti jatuh cinta yang benar-benar jatuh cinta. Aku ingin kamu benar-benar bisa kugenggam. Jika saatnya waktu itu tiba, aku benar-benar ingin memasuki kehidupanmu dan menjadi bagian dari kisah cintamu.
Entah perkataan itu untuk siapa, Arlan atau Kelvin. Tapi kini aku telah yakin ternyata kata bermakna itu untuk Kelvin. Karena kini, aku telah mencintainya. Dan pria itupun selalu ada di genggamanku bahkan dia yang menggenggam tanganku tanpa harus kuraih.
SELESAI
Cerpen Karangan: Insyarah Septiani Blog / Facebook: Katasyaa/ SyaaDr Insyarah Septiani biasa di sapa Sarah. Lahir pada tanggal 2 september. Sering menulis cerita di wattpad. Dan sudah menerbitkan satu buku yang berjudul “Jejak Kata” dan beberapa buku antologi. Jika ingin mengenalnya bisa kunjungi akun sosial media: Instagram: @sarahspni Wattpad: @SyaaDr_ Facebook: SyaaDr